Oleh : F. Dyah Astiti
Krisis ekonomi merupakan dampak nyata dari pandemi covid-19. Sampai saat ini negara-negara di dunia seolah tak berdaya menghadapi virus dari wuhan tersebut. Pasalnya bukan hanya kesehatan, namun berbagai sendi kehidupan tak terlepas dari serangannya. Termasuk salah satu aspek kehidupan paling penting yaitu perekonomian. Beberapa negarapun sudah tumbang dan jatuh kedalam jurang resesi. Sebut saja Singapura, Jepang, Korea Selatan, Filipina, dan Jerman. Resesi merupakan kondisi di mana perekonomian riil suatu negara merosot setidaknya dua kuartal. Mau tidak mau, resesi ini menjadi ancaman nyata akibat covid-19. Berhentinya sebagian atau seluruh aktifitas ekonomi akibat pembatasan sosial bersekala besar ataupun penguncian wilayah tak bisa dihindarkan. Hilangnya mata pencaharian dan PHK yang terjadi secara besar-besaran menjadi bukti atas dampak virus ini. Apalagi solusi atas merosotnya perekonomian global belum juga menuai keberhasilan. Lantas bagaimana dengan nasib negeri ini ? Meskipun pertumbuhan ekonomi kuartal II berada pada minus 5,32 persen, tetapi Indonesia belum dianggap mengalami resesi. Resesi atau tidaknya Indonesia akan bergantung pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal III yang hari ini tengah berjalan. Meski begitu harusnya negeri ini segera bersiap diri. Karena resesi juga mengancam negeri ini. Sebagaimana dilansir di kompas.com (8/8/2020).
Menurut Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin, peluang Indonesia mengalami resesi bergantung pada penanganan Covid-19. Menurut Eddy, langkah pemerintah dalam menangani wabah virus corona sampai saat ini sangat memungkinkan terjadinya penurunan ekonomi yang berujung pada resesi. Agaknya apa yang disampaikan di atas memang benar bahwa penanganan terhadap covid-19 yang belum solutif menjadi penyebab menurunnya perekonomian bahkan sampai kepada jurang resesi. Alih-alih menyelamatkan ekonomi, kebijakan yang muncul justru menjadikan kondisi penyebaran virus semakin meluas dan berdampak buruk bagi perekonomian. Meskipun hadirnya covid-19 memberikan pengaruh kepada kondisi perekonomian. Namun fakta bahwa resesi bukan hanya kali ini mengancam dan terjadi. Contoh saja Indonesia yang telah mengalaminya di tahun 1998. Bahkan dengan dampak yang begitu besar. Seharusnya menjadikan kita mulai mencari apa yang menyebabkan itu terjadi. Agar kondisi tersebut tidak terus terulang.
Tak bisa dipungkiri bahwa resesi adalah sesuatu yang sangat wajar terjadi di sistem ekonomi kapitalisme hari ini. Bahkan negara super power sekelas Amerika serikat sudah puluhan kali mengalaminya. Hal itu disebabkan rapuhnya penopang ekonomi kapitalisme. Karena dibangun dari ekonomi sektor non-riil. Sektor non-riil ini muncul dan dikembangkan oleh negara-negara kapitalis agar bisa melakukan investasi secara tidak langsung, melalui pasar modal. Realitasnya, nilai ekonomi sektor non-riil melebihi dari nilai transaksi barang dan jasa yang terjadi. Selain itu ekonomi kapitalisme merupakan ekonomi berbasis utang. Utang yang dilakukan oleh negara-negara pengemban kapitalisme dan negara-negara berkembang dari tahun ke tahun terus meningkat. Saat utang semakin membebani negara, negara bisa saja mencetak uang baru. Hal ini akan menyebabkan inflasi. Inflasi yang terjadi di negara besar, akan berdampak pula pada negara berkembang. Inilah yang sering menjadi penyebab krisis dan ketimpangan ekonomi. Sistem ekonomi dengan penopang berupa sektor non-riil ini sangat rapuh. Sangat mudah terguncang, apalagi jika terjadi wabah seperti hari ini. Sehingga resesi tidak cukup diselesaikan dengan menyuntikkan miliaran dolar untuk menyehatkan likuiditas bank dan lembaga keuangan. Membeli saham, obligasi, dan surat berharga yang telah kehilangan sebagian besar nilainya. Atau sekedar gaya hidup hemat. Butuh solusi yang fundamental karena krisis ekonomi dan resesi tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem yang sudah cacat secara bawaan yaitu kapitalisme.
Solusi fundamental itu sebenarnya lahir dari sebuah sistem yang berasal dari pemilik kehidupan, dengan pengaturan yang sebaik-baik pengaturan yaitu islam. Dalam penerapan Islam, negara punya kewajiban memenuhi setiap kebutuhan pokok warga negara. Sistem ekonomi Islam berjalan berdasarkan sektor ekonomi riil. Selain itu juga terjadi pembagian kepemilikan yang sudah ditentukan syari'ah. Yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Islam juga memiliki pilar yang sangat berbeda dengan kapitalisme. Sehingga mampu mencegah munculnya resesi. Di antaranya:
1. Islam mengharamkan transaksi riba. Selain karena memang dilarang secara syariat. Taransaksi riba ini sangat memungkinkan memunculkan kezaliman dalam masyarakat. Dalam Islam, pinjaman dikategorikan sebagai aktivitas sosial. Baitul Mal menyediakan pos khusus untuk memberikan bantuan modal bagi pihak yang membutuhkan, seperti para petani dan pedagang.
2. Pengharaman pasar modal, keuangan, komoditas berjangka yang dibangun atas transaksi-transaksi yang bertentangan dengan Islam.
3. Islam menjadikan mata uang emas dan perak sebagai standar moneter. Mata uang yang beredar adalah emas dan perak atau mata uang kertas dan logam yang nilainya ditopang oleh emas dan perak. Dengan demikian kestabilan uang negara ditentukan oleh nilai emas dan perak yang sangat stabil. Di tambah lagi, nilai tukar mata uang akan stabil karena basis transaksinya adalah emas dan perak yang nilainya stabil.
2. Islam mengharamkan konsep liberalisme, sehingga dalam islam ada pengaturan kepemilikan. Dengan demikian, haram memperjual belikan barang-barang milik umum kepada swasta atau bahkan asing.
Maka selama sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan, resesi dan krisis ekonomi akan terus terulang. Sehingga butuh upaya di dalam mewujudkan kembali sistem yang shohih yaitu Islam.
Wallahu a'lam bishshowab.