Oleh: dr. Retno
VIVAnews 4 Juli 2020,Juru bicara khusus pemerintah untuk penanganan Covid, Achmad Yurianto menyampaikan produktif di masa pandemi covid atau masa New Normal sangat beresiko di sejumlah daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan saat beraktivitas di luar rumah.
Berdasarkan wilayah, penyebaran di Jawa timur masih tertinggi dengan 413 kasus baru,DKI Jakarta 223 kasus baru, Sulawesi Selatan 195 kasus baru, Jawa tengah 110 kasus baru, Bali 91 kasus baru, Jawa barat 88 kasus baru. Tren kenaikan ini dimulai beberapa bulan terakhir ini dimana aktivitas masyarakat meningkat sejak dimulainya pelonggaran PSBB di berbagai wilayah di Indonesia.
Produktif di tengah wabah
Aktivitas masyarakat di era pandemi ini memang mulai meningkat dalam beberapa bulan terakhir ini setelah mulai diberlakukan pelonggaran PSBB di berbagai daerah setelah masyarakat dibatasi aktivitasnya selama 3 bulan.
Banyak sektor perekonomian yang mulai beraktivitas kembali secara bertahap. Aktivitas masyarakat yang terlibat di dalamnya juga meningkat setelah 3 bulan mereka bosan di rumah dan kondisi perekonomian yang memaksa mereka untuk keluar rumah.
Dampak dari pandemi Covid19 ini tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan saja tetapi berdampak pada bidang ekonomi juga. Dan dampak ekonomi ini yang lebih mengerikan dimana rakyat mulai kesulitan makan. Dan mereka tidak bisa mengandalkan dari bantuan pemerintah yang belum tentu akan mereka dapatkan.
Semua lapisan masyarakat terdampak bukan cuma pada rakyat kecil,para pengusaha dan para pemilik modal juga menjerit berusaha bertahan di tengah kelesuan daya beli masyarakat dan cash flow mereka juga terbatas karena roda perekonomian secara tiba-tiba terhenti akibat wabah ini. Rakyat kecil yang mayoritas dari mereka adalah pekerja harian lepas yang mendapatkan hasil hari ini untuk dimakan besok. Tidak ada jalan lain selain mereka harus keluar rumah untuk mencari nafkah keluarganya.
Maka demi pertimbangan ekonomi dan kesehatan pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan pelonggaran PSBB dengan syarat masyarakat harus disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan agar perekonomian juga terselamatkan. Tapi langkah pemerintah ini menjadi bumerang yang sangat membahayakan bagi rakyat dengan menerapkan New Normal di saat kurva belum landai. Hal ini menunjukkan angka penularan virus Covid19 yang masih tinggi. Dan ini sudah diingatkan oleh WHO bahwa ini sangat berbahaya. Dan sekarang bisa kita lihat hasilnya bahwa terjadi peningkatan yang tinggi di atas 1000 orang per harinya. Dan pemerintah tidak bisa beralasan bahwa peningkatan ini terjadi karena pemerintah gencar melakukan tes rapid. Memang gencarnya pemeriksaan tes Covid19 ini bisa menemukan penderita-penderita baru yang tanpa gejala. Dan orang tanpa gejala (OTG) ini yang paling banyak di masyarakat. Tetapi bukan hanya karena itu saja karena memang terjadi peningkatan kasus di Indonesia terutama di Jawa timur seperti yang disampaikan oleh ahli epidemiologi Universitas Indonesia.
Jawa Timur saat ini pemegang rekor penambahan kasus baru Covid19 menyalip DKI Jakarta. Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengungkapkan bahwa ada 2 kemungkinan penyebab peningkatan kasus positif di wilayah Jawa timur yaitu karena gencarnya pemerintah provinsi Jawa timur melakukan tes Covid19 pada masyarakat dan penyebab kedua adalah penularan virus Covid19 memang sedang tinggi-tingginya akibat peningkatan aktivitas masyarakat.
Oleh karena itu harusnya pemerintah mengevaluasi kebijakan pelonggaran PSBB nya. Menyelamatkan perekonomian dengan mengabaikan nyawa rakyatnya. Jangan biarkan rakyat berjuang seorang diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,sebatas untuk kebutuhan makan saja mereka sudah berat dan harus bertahan di tengah keterpurukan perekonomian negeri ini. Karena nyawa mereka sangat berharga dan mereka nekat beraktivitas karena kepepet oleh keadaan. Tetap tinggal di rumah mereka mati kelaparan dan kalau keluar rumah mereka terpapar.
Peran strategis negara dalam pandemi
Negara harus hadir sebagai pelindung dan pelayan rakyat dalam setiap kondisi. Dan peran ini sangat dibutuhkan rakyat terutama saat wabah dimana mereka sudah tidak berdaya dalam tekanan kebutuhan hidup yang semakin meningkat dengan kenaikan harga bahan makanan,listrik,iuran BPJS,dan lain-lain. Jangan hanya mementingkan kepentingan para pengusaha dan penyelamatan ekonomi nyawa rakyat jadi taruhannya. Kasus penambahan pasien positif Covid19 akan terus meningkat bila pemerintah tidak mengevaluasi pelonggaran PSBB ini.
Sistem Kapitalisme akar dari semua problematika umat
Adalah suatu yang wajar dan memang jadi sifat khas dari kerusakan sistem ini dimana peran negara secara bertahap berlepas tangan dalam pengurusan rakyatnya dalam hal ini di bidang kesehatan. Penanganan yang kurang serius dalam pembiayaan penanganan pasien Covid19. Menurut Kunta Wibawa Dasa Nugraha Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan menyatakan bahwa anggaran kesehatan untuk penanganan Covid19 sebesar Rp. 87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus Covid19 saat ini bertambah banyak. Sedangkan realisasi penyerapan anggaran kesehatan hingga 24 Juni 2020 baru terserap 4,68%.
Dalam waktu yang lama sejak kasus Covid19 muncul pada bulan Maret 2020 dan kasus positif dan kematian yang sangat tinggi dana yang terserap sangatlah rendah padahal dalam situasi pandemi ini harus ada sense of crisis agar bisa tertangani dengan cepat dan tuntas. Tidak perlu ada keruwetan klaim pembiayaan pasien Covid19, penyediaan APD dan lain-lain. Negara harus maju di depan dan pasang badan untuk urusan rakyatnya karena semua kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Mengkoordinasikan dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini.
Mendengarkan saran dari para ahli kesehatan dan ahli epidemiologi bukan hanya ahli ekonomi.Bantu rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga aktivitas mereka bisa dibatasi dan memutus rantai penularan ini karena pelonggaran PSBB ini sangat berbahaya dan harus dievaluasi.