Oleh: Ummu Irsyad
Aktivis Pemerhati Sosial Serdang Bedagai
Beratnya hidup dimasa pandemi tentu membuat banyak kehidupan yang kembang kempis dalam bertahan hidup. Tingkat Phk dan angka pengangguran meningkat, mencari pekerjaan juga semakin sulit. Banyak pedagang yang akhirnya gulung tikar, tak hanya untuk level bawah. Pengusaha tingkat atas juga turut mengalami dampak buruknya. Tak luput pula dari kaca mata dunia bahwa tingkat perceraian juga turut meningkat ditengan pandemi.
TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia nyatanya juga berdampak pada psikologis masyarakat. Pandemi ini juga berdampak pada setiap rumah tangga. Selain tingkat kekerasan dalam rumah tangga melonjak, angka perceraian juga naik. Mahkamah Syariah Kota Lhokseumawe mencatat sejak Januari hingga Juli 2020, sebanyak 315 perkara perceraian.
Sungguh sangat disayangkan hal tersebut bisa kian meningkat. Apakah benar pandemic adalah faktor utama yang melatarbelakangi tingginya angka percerain tersebut?. bila kita amati kejadian yang ada dilapangan tentu kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pandemi bukanlah sebagai satu-satunya alasan yang membuat retaknya hubungan rumah tangga. Melainkan adanya faktor lain yang membuat hal yang dibenci Allah ini banyak terjadi dimasyarakat.
Akibat dari pandemi memang sangat luar biasa dirasakan oleh keluarga yang tidak memiliki ekonomi simpanan sebagai penopang hidup. Apalagi bagi mereka yang memili banyak anak yang masih duduk dibangku pendidikan. Para orang tua harus bekerja ekstra putar otak, banting tulang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk kepentingan pendidikan yang saat ini mengharuskan para siswa memiliki hp android dan kuota internet demi kelangsungan belajar-mengajar via daring.
Bagi keluarga yang tidak bisa memenuhi segala keperluan tentu bisa menjadikan ghorizah baqo bangkit, rasa emosi dan marah bisa meledak bagai bom. Bagi sang ibu pasti ingin memastikan masa depan anaknya terjamin, dan tak ingin mereka ketinggalan pelajaran. Sang kepala rumah tangga tentu menjadi sasaran utama tempat istri mengadu dan yang mungkin akan menyusul emosi. Sang kepala keluarga yang tengah berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan terus dihimpit dengan tuntutan demi tuntutan. Tak ayal emosi dari keduanya saling beradu, apalagi bila disulut dengan rengekan anak yang menginginkan sesuatu.
Alhasil dari permasalahan yang semual tidak terlalu besar menjadi sangat besar hingga kekerasan dalam rumah tangga atau ucapan perpisahan menjadi ujung dari percekcokan sepasang suami istri yang dulu berjanji hidup semati, mendampingi susah dan senang hingga akhir hayat menjemput. Namun pada realisasinya bukan maut yang memisahkan, melainkan desakan ekonomi dan kurangnya rasa saling mengerti dalam menghadapi masalah disaat yang sangat sulit seperti pandemi saat ini.
Namun semua alasan diatas hanyalah sebuah perbuatan hasil dari kurangnya pemahaman agama, atau minimmya akidah dari masing-masing pasangan. Serta lemah dan ketidak jelasan visi dan misi saat hendak melangsungkan pernikahan.
Sebuah pernikahan bukan hanya sekedar menghalalkan hubungan, namun banyak yang harus dipelajari. Maka sangat penting membekali diri tentang urusan pernikahan dan sangat penting untuk meluruskan akidah. Sebab akidahlah yang akan membimbing kita dalam mengambil setiap tindakan dalam menghadapi suatu permasalahan, baik kecil maupun besar.
Islam mengajarkan bahwa ketika hendak melakukan segala hal haruslah sesuai dengan hukum syara’. Halal dan haram yang menjadi standart kehidupan, serta keikhlasan dan ridho terhadap segala ketentuan. Meyakini bahwa Allah sebaik-baik yang akan memelihara. Dia mengetahui yang terbaik untuk hambanya. Dan tidak akan memberi ujian diluar batas kemampuan hambanya.
Islam juga mengajarkan bagaimana ketika ghorizah baqo’ kita sedang bangkit. Marah apalagi kekerasan bukanlah hal yang diajarkan islam. Apalagi dimasa pandemi seperti ini, kita sebagai manusia yang paling terpenting adaalah harus ikhlas, bahwa segala sesuatu yang terjadi tidak luput dari pengawasannya. Adapun sulitnya ekonomi dan mencari pekerjaan sebenarnya bukan karena pandemi semata, namun ini lebih tepat karena lemahnya peran negara dalam mengurusi segala kepantingan rakyatnya. Pandemi ini sesungguhnya sedang membukakan mata kita bahwa hidup dalam sitem kufur akan menghasilkan kemudharatan. Dan sebaliknya hidup dengan naungan islam akan membawa keberkahan dunia dan akhirat. Hubungan rumah tangga yang dilandasi dengan islam pastilah akan menghasilkan kehangatan, sebab yang diutamakan adalah yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan berdasarkan nafsu belaka. Sistem Islam juga akan menjamin keterpenuhinya segala kebutuhan rakyat, apalagi saat ditengan wabah seperti sangat ini. sehingga ketentraman bisa tetap terjaga. Sebab kepemimpinan islam bersumber dari Allah yang memastikan ia akan bertanggung jawab penuh terhadap amanah yang diembannya.
Wallahu a’lam bishawab
Tags
rumah tangga