Oleh : Marsitin Rusdi
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah. Mereka lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang sering di sebut paham sekulerisme.
Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Tidak ketinggalan bagaimana hiruk pikuk perang sikap diantara dinas terkait, bahkan para guru dan orang tua murid dalam menerima kebijakan Menteri Pendidikan di negeri ini.
Dalam masa krisis akibat pandemi ini semua langkah jadi terseok-seok. Bagi pelaksana kebijakan dalam bidang apapun,. contohnya bidang pendidikan yang merupakan kunci atau tolak ukur generasi yang akan datang. Pendidikan seharusnya menjadi poros yang harus diselamatkan terlebih dahulu. Namun para pemimpin negeri ini mengambil kebijakan lain untuk mensikapi krisis ini. Kebijakan yang tidak pernah memihak kepada penyelesaian masalah yang mengurangi beban, namun mengatasi masalh dengan menambah masalah. Serta tidak terstruktur mulai tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi, bagaimana upaya mendidik generasi.
Sepertinya kebijakan pendidikan saat ini tidak mengarah kepada tujuan pendidikan, hanya mengarah pada sistem yang mereka anggap canggih, tapi tidak membuat anak didik mengerti. Pelajar dan mahasiswa kehilangan poros pendidikan yang sebenarnya. Sistem pembelajaran berbasis online yang tidak efektif justru menambah masalah pada lini yang lain. Belum semua lapisan masyarakat terjangkau signal komunikasi.
Tingkat ekonomi bangsa ini masih rata-rata hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan primer saja. Penduduk terbanyak tinggal pada kepulauan dan pedesaan yang masih belum terjangkau sistem internet. Tingkat pengetahuan orang tua yang bermacam terkait program internet. Ini adalah masalah baru yang sangat membebani rakyat, karena negeri ini bukan negeri maju seperti negara yang lain, negara ini selalu menjadi negara sedang berkembang, sehingga belum sampai dengan upaya pembelajaran seperti apa yang menjadi kebijakan negara. Negara seharusnya meringankan atau memfasilitasi pendidikan anak-anak bangsa namun saat ini kebijakannya menjadi beban mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan belajar dengan sistem daring, banyak orang tua yang mengeluh untuk beli alat tersebut, terpaksa anak-anak pun rela bekerja kuli bangunan karena tidak tega minta kepada orang tuanya. Seorang pelajar kelas VII MTs di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah harus merelakan waktu belajarnya untuk bekerja sebagai kuli bangunan.
Apa yang dilakukan bocah ini, semata-mata karena ingin punya HP yang bisa digunakan untuk belajar online di masa pandemi ini. CF pelajar di MTs ini terpaksa bekerja lantaran juga kondisi perekonomian orang tuanya yang tidak memungkinkan. Namun tekadnya yang kuat untuk memiliki smarphone sendiri dari hasil kerja kerasnya, ia tidak memedulikan perkataan orang yang ingin membantu memijamkan. Awalnya ketika itu, Catur sering terlambat mengumpulkan tugas sekolah karena terkendala smartphone. Karena siswa MTs ini baru bisa menggerjakan tugas sekolah setelah dipinjami handphone (HP) kakaknya seusai pulang kerja. Bocah asal Desa Karangrejo, Kecamatan Grobogan ini tidak memperdulikan orang lain, banyak yang melarang bahkan tidak sedikit teman-teman sebayannya justru ingin membantu meminjamkan ponsel demi bisa belajar daring. “Tidak apa-apa [kerja jadi kuli bangunan] agar bisa beli HP buat belajar,” ujar siswa MTS YA Robi itu kepada awak media sambil menghapus keringatnya, OkeNews Sabtu (8/8/2020) sore.
Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam amat penting, terutama bagi pelajar-pelajar agama islam dan pemimpin-pemimpin islam. Dengan mempelajari Sejarah Pendidikan Islam kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran islam baik dari cara didikannya maupun cara ajarannya. Khusunya pendidikan islam pada zaman Nabi Muhammad Saw. Sebagai umat Islam, hendaknya kita mengetahui sejarah tersebut guna menumbuh kembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan sejarah tersebut. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw. terdapat dua periode. Yaitu periode Makkah dan periode Madinah.
Pada periode Makkah, Nabi Muhammad lebih menitik beratkan pembinaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah dan pada peroide di Madinah Nabi Muhammad Saw. melakukan pembinaan di bidang sosial politik. Di sinilah pendidikan Islam berkembang pesat. Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
1. Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
2. Pendidikan Akliyah dan Ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3. Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad Saw. mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4. Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman. Nabi Muhammad Saw. mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik)
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw. dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karena itu banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu.
Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka)Pada surat an-Nisa ayat 9, terdapat agar larangan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
Sedangkan pada al-surat Al-Furqan ayat 74, Allah Swt memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah Swt, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagaimana yang di isyaratkan oleh Allah Swt dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah, pendidikan tauhid, salat, adab sopan dan santun dalam bermasyarakat, pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga, pendidikan kepribadian, pendidikan kesehatan, dan akhlak.
Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, karena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam.
Langkah yang bijak dilakukan Nabi Muhammad Saw pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak, tidak menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.
Perhatian Rasulullah Saw terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau Saw menetapkan agar para tawanan perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Menurut hukum Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Maal (kas negara). Sistem kenabian berakhir diteruskan dalam sistem kekhilafahan yang juga melanjutkan peradaban pendidikan Islam.
Mulai dari kekhalifahan Abu Bakar Asyidik digantikan oleh Umar Bin Khatab (634 – 644 M ), Usman bin Afan (644 – 656 M ), dan Ali Bin Abi Thalib ( 656 – 661 M ). Terus berlanjut hingga Dynasty kekalifahan Turki usmani yang paling lama ( 1281 – 1924 M ) dan paling kuat dalam sejarah Islam dengan wilayah membentang dari Timur Tengah sampai Eropa.
Selama masa Kekhalifahan pun, tercatat pula beberapa lembaga pendidikan Islam yang terus berkembang dari dulu hingga sekarang. Kendati beberapa di antaranya hanya tinggal nama, nama-nama lembaga pendidikan Islam itu pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi simbol kegemilangan peradaban Islam. Beberapa lembaga pendidikan itu, antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika.
Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam maka kita akan melihat perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya sangat besar demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Banyak hadis Rasul yang menjelaskan perkara ini, di antaranya: “Barangsiapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang diambil selain dari itu adalah kecurangan” (HR. Abu Daud).
“Barangsiapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki isteri maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan”
Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Beberapa lembaga itu berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi dan al-Firdausi.
Tidak hanya menerima murid kalangan warga negara sendiri, lembaga pendidikan Islam ini pun menerima para siswa dari Barat. Bahkan pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Sylvester II, turut menjadi saksi keunggulan Universitas Al-Qarawiyyin. Pasalnya, sebelum menjadi Paus, ia sempat menimba ilmu di salah satu universitas terkemuka di dunia saat itu.
Soal teknologi, pada abad ke-8 dan 9 M, kaum Muslim telah menemukan teknologi pertanian dan irigasi. Mereka mampu memproduksi gandum yang tiada taranya. Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung Cordoba, Blue Mosque di Konstantinopel atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.
Seperti itulah gambaran pendidikan yang dikelola dengan sistem Islam. Semua serba teratur dan terukur. Maka sudah selayaknya kita merindukan kembalinya sistem yang telat terbukti mampu membawa keberkahan bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam