Negara Agraris Miris Solusi Pangan


Oleh : Ayra Naira

Dampak pandemi masih terus berlangsung, salah satunya dalam bidang pangan. Seperti yang telah diprediksikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), bahwa krisis pangan dunia akan terjadi, bahkan beberapa negara telah menutup kran ekspor untuk beras dan gandum. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah  Indonesia berencana untuk membuat lumbung pangan nasional (food estate) pertama yang berlokasi di Kalimantan Tengah. Namun sayang program ini justru Kembali menuai berbagai kritik dari sejumlah pakar dan para politisi lainnya.

Seperti yang dilansir dari detik.com, Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB)  Hermanto Siregar mengatakan bahwa wacana pembangunan lumbung pangan di Kalteng ini hanya menghabiskan waktu dan anggaran yang besar. “Dulu ada lahan 1 juta Ha di Kalimantan itu kan tidak apa-apa. Berapa sih yang jadi? Ada tapi sedikit banget. Rice estate yang di Merauke, kan itu akhirnya tidak ada apa-apa juga. Jadi maksud saya daripada nanti buang-buang waktu, buang-buang uang, SDM-nya sangat minim, lebih bagus mengoptimalkan lahan petani yang sudah ada, lahan BUMN yang sudah ada tapi belum ditanami," (detik.com, 05/07/2020)

Solusi untuk membuat lumbung padi (food estate) ini memang menuai berbagai kontra karena program ini dilihat hanya akan menghabiskan dana dan sangat tidak efektif. Bahkan dari periode Soeharto sampai periode Presiden sekarang, wacana tersebut tidak membuahkan hasil yang berarti atau bahkan hanya tinggal cerita. Muncul berbagai spekulasi bahwa ada kepentingan korporasi dibalik program lumbung pangan nasional. Hal ini diungkapkan juga oleh  Hermanto, beliau mengkritik rencana pemerintah menugaskan BUMN (PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI) untuk turut menggarap lumbung pangan, sehingga basisnya menjadi korporasi.

"Coba dicek lah ke Vietnam, ke Malaysia, ada korporasi atau BUMN yang menanam pangan atau padi? Nggak ada. Pertanian itu kan bahasa Inggrisnya agriculture. Jadi culture menanam padi itu, even di barat menanam gandum itu petani perorangan. Bukan korporasi. Jadi korporasi itu bermain di sistem logistiknya," ungkap Hermanto kepada detikcom. (detik.com, 05/07/2020)

Dalam sistem Kapitalis merupakan hal lumrah jika program-program pemerintah yang mendesak mengenai rakyat pun ditunganggi oleh korporasi. Pasalnya memang disinilah letak bobroknya sistem ini, melihat segala sesuatu hanya berdasarkan manfaat. Ketika hal tersebut mendatangkan manfaat maka tak boleh ada celah untuk lolos. Kita tahu bahwa pangan merupakan kebutuhan primer dan paling mendasar bagi manusia, maka hal ini sangat penting untuk menjadi pusat perhatian dalam menanganinya. Perlu keseriusan dan rencana strategi, tidak asal dalam mengambil keputusan.

Indonesia merupakan negara agraris sehingga rasanya tidak menjadi masalah yang berarti jika masalah ini ditangani secara serius atas dasar kepentingan rakyat. Namun fakta yang kita dapatkan malah sebaliknya, pun sebelum pandemi pangan menjadi masalah yang serius. Mulai dari beras di gudang bulog yang busuk, serta impor besar-besaran beras dan bahan pangan lainnya. Disaat yang sama persediaan pangan dalam negeri masih mencukupi. Lalu mengapa diimport? Karena memang ada kepentingan korporasi disana atas dasar keuntungan ekonomi.

Selama sistem ini tidak berada di atas sistem Islam maka masalah untuk menyelesaikan pangan hanya menjadi ilusi. Sistem kapitalis sendiri sangat bergantung dengan negara lain atas dasar kerja sama untuk kepentingan ekonomi. Berbeda dengan sistem Islam dimana Allah Swt berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (An-Nisâ’ [4]: 141).

Oleh karena itu Khilafah tidak dibolehkan memiliki ketergantungan pangan pada impor. Disisi lain visi ketahanan pangan Khilafah diarahkan pada 3 target yaitu ketahanan pangan untuk konsumsi harian,  ketahanan pangan untuk kondisi krisis (termasuk bencana, wabah dsb), serta ketahanan pangan untuk kebutuhan jihad.

Dengan visi inilah Khilafah akan serius memaksimalkan semua potensi pertanian yang dimiliki di dalam negeri untuk membangun ketahanan pangan tanpa tergantung pada negara asing. Sedangkan kapitalisme membangun pertanian bukanlah untuk ketahanan pangan demi kemaslahatan rakyat namun untuk mengejar target ekonomi semata. Sehingga sistem ini mengabaikan ketahanan pangan bagi rakyatnya sendiri.

Sejarah telah mencatat bukti bahwa Khilafah telah berhasil mengatasi wabah. Solusi lockdown yang dijalankan Khilafah ini meminimalisasi terjadinya berbagai krisis ikutan pascawabah. Hal tersebut dikarenakan penguncian total wilayah yang terkena wabah dengan segera, akan meminimalisasi penularan ke wilayah lain. Sehingga masyarakat yang berada di luar wilayah wabah tetap menjalankan aktifitasnya secara normal. Tentu ini akan mengurangi terjadinya krisis ekonomi, pangan, dsb seperti kekhawatiran dunia saat ini.

Wallahu a’lam bish-shawabi


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak