Film dokumenter Jejak Khilafah Di Nusantara (JKDN) yang dilaunching oleh media Khilafah Channel sukses mencuri perhatian khalayak ramai. Lebih dari 250.000 orang telah mendaftar kursi untuk menonton premier film yang dibesut oleh sutradara sekaligus sejarawan muda Nicko Pandawa. Bahkan di setiap titik penonton dipredikdsi ditonton lebih dari satu orang. Di beberapa pondok pesantren, komunitas masyarakat dan keluarga mengadakan nobar film ini, hingga kemungkinan besar film ini telah ditonton oleh jutaan orang. Film yang berdurasi kurang dari dua jam ini memang terasa spesial, selain tajuknya yang secara gamblang menyebut istilah “Khilafah” yang notabene adalah istilah “terlarang” di negeri ini, konten film ini juga memicu rasa keingintahuan orang akan rahasia tersembunyi dibalik hubungan nusantara dan kekhilafahan islam di masa lampau. Hal yang tak pernah dijumpai atau diajarkan di buku sejarah sekolah manapun selama ini.
Melihat judul dan dan media penyelenggaranya, orang sebenarnya akan langsung bisa menebak apa yang akan terjadi pada film ini. Benar saja, selama launching acara, film ini mengalami lebih dari tiga kali “penggagalan” dari “pihak yang merasa terganggu” . Launcing film yang sedianya tayang jam sembilan harus molor satu jam. Di tengah acara pun, beberapa kali upaya memblokir dilakukan, namun rupanya tim penyelenggara telah menyiapkan skenario ganda, hingga film ini pun sukses digelar sampai akhir.
Ada beberapa hal yang menjadikan Film ini semakin menarik, sexy sekaligus mempesona dalam pandangan saya:
Dilihat dari sisi konten film, JKDN mebuka mata orang akan sejarah yang “dikaburkan” atau lebih ektsremnya “dibunuh” atas nama nasioanalisme dan kepentingan segelintir kelompok pro penjajah. Film ini menyajikan dengan apik data empirik didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang siap diuji validitas dan ke “shahih” annya tentang hubungan nusantara dan khilafah islamiyah yang selama ini dianggap Ahistoris. Film ini juga memberikan mafhum baru bagi masyarakat islam bahwa umat islam pernah menjadi adidaya dunia selama berabad-abad lamanya dengan keagungan dan kemuliaannya. Hingga tak layak bagi mereka menjadi “babu dan kacung” para pengikut asing dan aseng yang mengeruk kekayaan negeri ini.
Dari sisi Upaya Penggagalannya, JKDN membuktikan pada semua orang khususnya para pemuja demokrasi kapitalis, bahwa jargon “kebebasan berpendapat dan berekspresi” hanyalah bualan ilusi di semua negeri. Sebelum tayang hingga pasca acara pun upaya “pembungkaman” itu terus massif dilakukan oleh rezim ini. Fakta ini menunujukkan demokrasi hanyalah otoritarian berbaju kebebasan nan semu.
Dari sisi perjuangan dan dakwah, film ini memberikan suntikan moral yang luar biasa bagi para pemuda dan orang-orang yang menginginkan perubahan di negeri ini. Kemenangan tim penyelenggara dalam “pertarungan gerilya cyber” melawan rezim yang jika diukur tidaklah “apple to apple” alias tidak seimbang membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi kita dalam memperjuangkan sebuah pemikiran dan idealisme. Apalagi idealisme itu adalah idealisme islam yang bersumber dari wahyu Allah dan bisyarah dari junjungan kita Muhammad SAW.
Semoga Film ini memberikan secercah harapan baru bagi kebangkitan umat di negeri ini. Menjadi wasilah kebaikan bagi seluruh tim penyelenggara dan memberikan sumbangsih ilmu dan sejarah baru yang kelak akan menjadi rujukan bagi generasi mendatang. Wallau’alam bisshowwab.