Memutus Rantai Perkosaan Oleh Tukang Pijat



Oleh Husna

Berbekal rasa sayang tanpa pengetahuan bisa menjerumuskan orang yang disayang dalam bahaya. Bukan sekedar menjerumuskan saja bahkan bahaya itu benar menimpanya.

Peristiwa mengenaskan menimpa seorang istri. Kejadian ini bermula dari seorang suami yang merasa kasihan kepada istri karena dari sehari sebelumnya sakit di daerah perut. Maka suami berinisiatif panggil tukang pijat laki-laki yang sudah masyhur di kampungnya. Sesampai di rumah korban,  tukang pijat memijiat korban di kamar sedang suami korban menanti di ruang tamu (Kompas, 25/7/2020).

Tanpa curiga suami membiarkan istrinya bersama dengan tukang pijat. Hingga akhirnya terdengar suara gaduh serta teriakan lirih istrinya. Segera suami mendatangi kamar dan mendapati pelaku sedang memperkosa istrinya. Kemudian suami melaporkan kejadian ini ke Polsek Sukolilo. Dan pelaku terancam hukuman 9 tahun akibat aksi bejatnya yang sudah direncanakan sejak dari rumahnya.

Kejadian ini sungguh memilukan. Berbekal sayang, suami malah menimpakan petaka kepada istrinya. Petaka yang mencoreng kehormatannya dan menyisakan trauma mendalam baginya
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sini, agar kasus seperti ini tidak muncul lagi.

Sebagai muslim haruslah memahami bahwa Islam adalah tuntunan. Bagi siapapun itu, suami, istri, ayah, ibu, anak, pekerja, tukang pijat, Tidak sekedar dalam masalah ibadah saja, tapi juga dalam masalah muamalah. Apakah itu urusan berumah tangga, pergaulan, bekerja, kesehatan dsb. 

Suami sebagai pemimpin pastinya bertanggungjawab atas keselamatan, kehormatan dan kebutuhan istri dan keluarganya. Suami adalah pakaian bagi istri begitupun istri pakaian bagi suami. Saling melindungi, saling melengkapi. 

Di saat istri sakit yang membutuhkan penanganan tetaplah suami memenuhinya dalam koridor menjaga keselamatan dan kehormatan istrinya. Suami wajib menjaga hal ini, tidak boleh asal percaya, tapi benar-benar yakin istri dalam penjagaannya. 

Harusnya suami berani untuk mengatur dan mengatakan kepada tukang pijat bahwa dirinya di dalam untuk menemani istri. Tidak malah membiarkan istri berduaan dengan pria asing di dalam kamar tidurnya.  Karena bisa dipastikan pihak ketiganya adalah setan yang mengajak kepada kemaksyiatan. 
Terlebih lagi dalam kasus ini tukang pijat sudah bersiap dengan tidak memakai celana dalam untuk memudahkan aksi bejatnya. 

Mahalnya berobat membuat kebanyakan orang mencari penyembuhan secara alternatif, tidak menempuh medis. Salah satunya tukang pijat. Sebagian mereka hanya mengandalkan perabaan yang berbekal dari pengalaman. Tanpa mendalami keilmuan terkait, juga tanpa memperhatikan gejala klinisnya. Alhasil diagnosa yang ditegakkan tanpa bukti valid, alias baru dugaan saja. Dan terapi yang diterapkan tidak bisa menuntaskan penyakitnya. 

Kapitalisasi kesehatan ini membuat banyak kepala keluarga terpaksa memilih penanganan alternatif yang berbiaya murah dan bukan kepada ahlinya. Bahkan tidak melihat lagi efek samping yang bisa muncul darinya baik secara norma dan keselamatan. Sembuh atau tidak, tidak jadi fokus yang penting rasa sakitnya tidak mengganggu aktivitas. Padahal kualitas hidupnya tidak lebih baik karena penyakit yang diidapnya ini. 

Aksi bejat tukang pijat ini bukan kasus yang pertama terjadi. Bahkan ini kasus yang berulang. Hal ini terjadi karena pikiran mereka sudah terpapar pemikiran yang memprioritaskan kebebasan hingga menabrak norma termasuk agama. Kuat dan liarnya stimulan birahi bertebaran menembus batas tempat dan waktu. Hingga benaknya seiring degupan jantungnya hanya menginginkan pelampiasan birahi. Terlebih kepada seseorang yang notabene memiliki daya pikat dimatanya. 

Tidak fahamnya suami, mahalnya ke dokter, tukang pijat cabul itu bermuara pada gaya hidup kapitalisme yang dianut di negeri ini. Pilar-pilar kebebasan yang menopangnya justru menjauhkan seseorang dari ajaran agamanya. Negeri yang mayoritas muslim tapi pemikiran, perasaan dan aturan yang melingkupinya tidak berkaitan dengan Islam.  Meniscayakan muslim perilakunya tidak mencerminkan agama yang dianutnya. 

Sehingga wajar ada suami yang tidak faham dengan tanggungjawabnya. Istri yang tidak tahu hak dan kewajibannya. Tukang pijat yang tidak tahu mana yang haq mana yang batil. Selama mendatangkan keuntungan baginya pasti akan dilakukan. Sekalipun itu merugikan pihak lain tetap akan dilakukannya.

Karakter rusak kapitalisme ini akan tetap ada selama kapitalisme ini tetap diadopsi. Berbagai masalah akan bermunculan dan subur dalam tatanan ini. Manusia berprilaku hina, bahkan lebih buruk dari hewan ternak. Materi dan kesenangan jasadiyah adalah semata-mata kebahagiaan yang ingin diraihnya.

Sedang Islam yang bukan sekedar akidah ritual tapi juga gaya hidup adalah tatanan utama bagi seorang muslim. Prilakunya akan beradab semata karena aturan Tuhan yang diadopsinya akan mendatangkan kemuliaan. Bahagianya diraih dengan keridhoan Tuhannya. Memudharatan akan sirna seiring berlimpahnya kemashlahatan dari penerapan aturan Tuhannya. 

Maka sewajarnyalah muslim  menginginkan kehidupan yang aman, tentram, adil dan sejahtera maka harus meninggalkan kapitalisme.  Kemudian kita beralih kepada Islam dengan syariatnya yang kaffah. Hingga Allah akan mencabut semua kezholiman dan melimpahkan keberkahan bagi umat manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak