Memaknai Hakekat Kemerdekaan, Agar Tidak Hanya Sebatas Slogan



Oleh : Ummu Hanif (Anggota Lingkar Penulis)

Bulan Agustus telah diperingati warga Indonesia untuk mengenang peristiwa proklamasi 75 tahun yang lalu. Banyak orang menganggap kemerdekaan adalah tidak adanya penjajahan fisisk atas sebuah negara. Tidak adanya perang fisik yang menyebabkan banyak orang terluka.
 
Berbicara tentang kemerdekaan, islam sejatinya telah berupaya memerdekaan manusia secara keseluruhan sejak kedatangannya. Sebelum kedatangan Islam, umat manusia berada dalam cengkeraman perbudakan sesama manusia. Secara politik, dua negara adidaya, Persia dan Romawi, mendominasi berbagai wilayah di Barat maupun Timur. Kedua kerajaan besar itu menjajah dan mengeksploitasi daerah-daerah yang berada dalam kekuasaan mereka; memperbudak dan menyiksa penduduk aslinya, menguras harta mereka dan merusak moralnya.

Pada masa demikian, Islam datang sebagai risalah yang mulia, membebaskan dan memerdekakan umat manusia. Misi pembebasan dan kemerdekaan yang diberikan Islam salah satunya tercermin 
dalam kitabnya, Al-Bidayah wa an-Nihayah (karya Imam Ibnu Katsir) dalam bab Perang Qadisiyah menceritakan kedatangan Sahabat Nabi Saw. Selaku utusan pasukan Islam, Rib’i bin Amir at-Tamimi ra. Ia menemui Rustum, Panglima Perang Persia.

Di hadapan Rustum ia berkata, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada sesama hamba menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju keluasannya; dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam.”

Penjelasan Rib’i bin Amir at-Tamimi ra. adalah kenyataan. Umat manusia mendapatkan pembebasan dan kemerdekaan hakiki hanya dalam Islam. Bangsa Arab yang semula penyembah berhala, terbagi menjadi beberapa kelas sosial: bangsawan, rakyat jelata, dan budak. Oleh Islam, mereka diubah menjadi umat bertauhid dan setara kedudukannya di hadapan Allah SWT. Ajaran tauhid yang dibawa Islam telah menghilangkan penghambaan kepada sesama mahluk yang tak pantas dipertuhankan.

Dengan Islam pula manusia dibebaskan dari penghambaan pada aturan yang datang dari hawa nafsu manusia. Pada masa jahiliah, aturan biasanya dibuat oleh para raja dan para rahib.
Hukum-hukum yang mereka buat kerap menyengsarakan kehidupan umat manusia sendiri, seperti membunuh bayi perempuan, pengundian nasib, dan lain sebagainya.

Padahal hukum yang dibuat hawa nafsu manusia tentu penuh kelemahan, saling bertentangan dan dibuat untuk kepentingan para pembuatnya. Lihat saja contoh real saat ini. Dalam sistem demokrasi, yang memiliki hak membuat hukum/undang-undang adalah anggota dewan perwakilan rakyat. Mereka bisa membuat aturan sekalipun kelak aturan itu menyusahkan rakyat yang sudah memilih mereka.

Di negeri ini misalnya, RUU HIP, RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja, dan RUU kontroversial lainnya,  meski ditentang oleh sebagian besar masyarakat, tetap akan disahkan oleh anggota dewan. Begitulah penghambaan pada hukum yang berasal dari hawa nafsu manusia. Berlawanan diametral dengan syariat Islam. Hanya Allah SWT yang berwenang sebagai Al-Hakim.

Demikianlah, Islam datang membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama mahluk/manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah SWT.
Ketika ini terwujud, manusia akan terbebas dari kezaliman dan keburukan agama-agama, ideologi dan ajaran selain Islam. Kelapangan dunia pun akan dirasakan oleh segenap kaum Muslim dan umat manusia pada umumnya. Selamat memaknai ulang kemerdekaan. Semoga kita Semua menjadi muslim merdeka yang sesungguhnya.

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak