Oleh: Ayu Susanti, S.Pd
Manusia adalah makhluk lemah dan terbatas, walaupun telah diberikan potensi akal yang membedakan dirinya dengan makhluk lain di muka bumi ini. Sepandai-pandainya manusia tapi pasti dia memiliki kelemahan dan tidak bisa sempurna menguasai semua bidang kehidupan.
Sehingga dengan kelemahan dan keterbatasan yang ada manusia tidak bisa memahami hakikat dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hanyalah sebatas makhluk yang diciptakan oleh Rabb-Nya. Tak pantas sekiranya manusia dengan sombong menggantikan kedudukan Sang Pembuat hukum untuk membuat aturan hidupnya sendiri.
Aturan yang diciptakan akan serba lemah dan terbatas pula. Lihatlah fakta yang ada saat ini. Betapa banyak kerusakan yang terjadi. Kerusakan di muka bumi ini karena akibat ulah tangan manusia. Manusia enggan untuk taat kepada Allah di setiap aspek kehidupan. Sehingga kenyataan yang ada, manusia serba sulit dan sempit saat hidup di dunia.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha: 124).
Padahal Allah telah memerintahkan untuk masuk kedalam Islam secara kaffah, menyeluruh dan totalitas.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208).
Manusia pun diperintahkan oleh Allah untuk terikat pada hukum Allah di seluruh aspek kehidupan. Diperintahkan untuk bertakwa, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. Annissa:65).
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).
Dan masih banyak lagi ayat lain yang memerintahkan manusia untuk tunduk dan patuh hanya kepada Allah saja bukan menghambakan diri pada makhluk lain sesama manusia.
Allah telah memberikan seperangkat aturan untuk manusia jalankan di dunia. Semua permasalahan kecil ataupun besar ada dalam Al-Qur’an dan Assunnah. Aturan tersebut untuk menjadikan manusia selamat di dunia dan akhirat.
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Tidak ada hukum kecuali hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.(QS. Yusuf:40).
Begitu banyak dalil-dalil yang menunjukan keharusan kita menggunakan aturan Allah dalam kehidupan ini, bukannya mempertahankan aturan sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan manusia ini hanya bisa melahirkan kesengsaraan saja.
Begitu banyak penderitaan yang dirasakan manusia saat ini. Kemiskinan, perampokan, pembunuhan, perzinaan, degradasi moral dan masih banyak lagi masalah yang lainnya. Padahal dalam Islam semua ada solusinya.
Aturan Islam hanya bisa terterapkan dan bisa dirasakan kemaslahatannya saat dalam bingkai khilafah.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-Araf : 96).
Keberkahan dari langit dan bumi akan didapat oleh manusia saat semuanya bertakwa kepada Allah, tunduk dan patuh hanya kepada Allah saja dengan menerapkan hukum Islam secara totalitas dalam kehidupan. Oleh karena itu, kita selaku manusia butuh akan hukum Islam. Maka kita harus kembali kepada penerapan Islam secara kaffah.
“Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya:107).
Wallahu’alam bi-showab.