Lemahnya Pendidikan Sekuler, Saatnya Berpindah Pada Pendidikan Islam



Oleh : Ummu Hafsa

Sudah hampir 6 bulan lamanya pandemik di negeri ini belum juga menunjukkan tanda-tanda penurunan drastis. Menurut TribunTernate.com penambahan kasus kedua terbanyak hari ini ada di Jawa Timur, dimana ada 336 kasus baru, dengan total 2.037 orang dan sembuh 21.255 orang. Sementara menurut catatan gugus tugas percepatan penanganan covid-19 provinsi Jawa Timur, kabuoaten / kota berstatus zona merah atau berisiko tinggi penularannya saat ini masih menyisakan 4 daerah yaitu Bondowoso, Kabupaten Blitar, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Mojokerto. 

Dengan masih banyaknya kasus yang terkonfirmasi positif, di Jatim belum ada satu daerahpun yang berstatus zona hijau. Atau tanpa kasus serta tidak terdampak. Dari sini sudah bisa dipastikan bahwa Jawa Timur masih sangat rawan. 

Sementara kemendikbud, Nadiem Makariem menyatakan bahwa seluruh zona sudah diperbolehkan pembelajaran secara tatap muka, dengan menerapkan protokol kesehatan. Meskipun protokol kesehatan dikatakan harus sangat ketat dijalankan, tapi tetap saja hal itu tidak bisa dijadikan acuan keamanan dari tertularnya covid-19 ini. Juga dengan catatan lain disebutkan, bahwa pembelajaran secara tatap muka harus pula dengan persetujuan pihak pendidik dan juga orang tua.  Hal ini bisa disimpulkan seakan-akan negara berlepas tangan bila nantinya terjadi penularan dikarenakan sistem pembelajaran tatap muka. Bagaimana tidak, sudah ada surat persetujuan antara pendidik dan orang tua.

Sekolah tatap muka menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala belajar jarak jauh (BJJ). Bila dilihat dari segi kebutuhan, semua orang tua, terutama para siswa sendiri, sangat butuh pembelajaran dengan bertatap muka. Dan mungkin bagi siswa yang kurang mampu secara ekonomi, akan sangat mengharapkan hal itu. Karena jelas, bila dengan sistem daring, mereka akan terkendala kuota internet, belum lagi di daerah terpencil yang bisa jadi jaringan internet sangat buruk disana. Sayangnya pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah, dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan yang memadai agar resiko bahaya bisa diminimalisir.

Namun KPAI mengemukakan kekhawatiran dilihat dari segi usia sekolah anak. Ketua KPAI, Arist Merdeka Sirait menyatakan bahwa anak-anak usia SD yang masih belum begitu paham bahaya covid atau memiliki sifat yang masih kenanak-kanakan. Hal ini sangat membahayakan anak-anak itu sendiri. Bukannya tidak percaya pada kebijakan protokol kesehatan yang disarankan pemerintah, tapi lebih kepada pertimbangan usia anak yang dirasa masih belum mampu mengolah larangan dengan baik. Meski pembelajaran tatap muka sudah dilakukan di beberapa kota dengan menggunakan sistem shift dan kelompok, tapi tetap, kekhawatiran tetap akan melanda meski dengan protokol yang ketat. Dan kembali lagi pada kebutuhan siswa untuk belajar langsung dengan guru. Banyaknya halangan ketika BJJ, seperti kuota dan jaringan, maka belajar dengan bertatap muka disambut baik oleh sebagian siswa dan orangtua. 

Dari hal-hal diatas, bisa disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah sekuler menunjukkan kelemahan dalam mengatasi masalah pendidikan, akibat tersanderanya kebijakan dengan kepentingan ekonomi dan tidak adanya jaminan pendidikan sebagai kebutuhan publik yang wajib dijamin penyelenggaraannya oleh negara. 

Dalam Islam, pendidikan yang pertama bagi anak-anak adalah di dalam lingkungan keluarga. Yakni orangtuanya. Pendidikan yang ditanamkan kepada anak-anak adalah pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, dan ketaqwaan kepada Allah. Juga pendidikan intelektual. Hikmah yang seharusnya diambil dari adanya covid ini adalah mengembalikan peran utama orangtua sebagai pendidik yang pertama. Namun karena minimnya pemahaman bagi kebanyakan orang tua, yang justru saat ini menanggapi pendidikan anak di rumah ialah sesuatu yang dianggap berat dan membebani, maka anak belajar jarak jauh pun dianggap repot. Hal ini tidak akan terjadi bilamana negara menerapkan Islam dengan syariatNya sebagai landasan-landasan dalam menyelesaikan segala problem kehidupan. Terutama bagi seorang ibu yang dia adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Bila para ibu dijaman sekarang banyak yang turut bekerja karena tuntutan ekonomi, maka tidak akan terjadi ketika Islam diterapkan. Dimana negara berbingkai Daulah Islamiyah. Di dalam daulah Islam, seorang ibu tidak akan dituntut untuk turut bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga. Para ibu dalam daulah Islam akan terjamin hidupnya, maka pasti mereka akan fokus mendidik putra putri mereka, sebagaimana para ibu dalam Daulah Islam yang melahirkan banyak ulama-ulama dan intelektual yang hebat.
Wallahu'alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak