Oleh: Ayra Naira
Korupsi bukanlah hal yang tabu di negeri ini. Bahkan sudah seperti berita wajib yang didengar setiap hari oleh masyarakat. Di negeri ini para koruptor tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Jika hari ini tertangkap satu koruptor maka besok akan muncul koruptor baru. Tertangkap satu muncullah pemain baru.
Dikutip dari Kompas.com (01/8/2020) “Badan Resese Kriminal (Bareskrim) Polri telah secara resmi menyerahkan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung. Djoko Tjandra berhasil ditangkap Bareskrim Polri di Malaysia setelah menjadi buronan selama 11 tahun”.
Menjadi buronan 11 tahun untuk seorang koruptor di negeri ini, merupakan hal yang patut dipertanyakan, sebab negara ini adalah negara hukum seperti yang biasa didengungkan. Namun menjadi cacat seketika ketika hukum dipermainkan oleh para korporasi. Para koruptor dengan mudahnya melenggang bebas kesana kemari. Bahkan dibantu oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini para penegak hukum.
Seperti yang dilansir dari Kompas.com (01/8/2020) “Bareskrim menetapkan Brigjend Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka dalam kasus pelarian Djoko Tjandra. Prasetijo diduga telah membuat dan menggunakan surat palsu. Dugaan tersebut dikuatkan dengan barang bukti berupa dua surat jalan, dua surat keterangan pemeriksaan Covid-19, serta surat rekomendasi kesehatan. Selain itu, Polri juga tengah mendalami adanya dugaan aliran dana dari Djoko Tjandra.”
Lantas apa ini yang disebut prestasi untuk pihak kepolisian setelah sekian lama tak dapat menangkap seorang koruptor. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini penegak hukumpun tak dapat dipercaya oleh masyarakat. Sederatan kasus yang terjadi justru hanya menambah catatan buruk bagi para penegak hukum di negeri ini.
Dari sitem sekuler inilah lahir para politisi, penegak hukum, pejabat yang bermental s/ bobrok. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat para pejabat dengan mudahnya mengabaikan amanah yang mereka pikul. Orientasi mereka bukan lagi pertanggungjawaban dan ibadah terhadap Allah Swt melainkan keuntungan dunia. Dibalik semua ini tentunya para pemilik modal lah yang rela menggelontorkan dana untuk memuluskan rencana mereka dengan menggunakan para pejabat.
Para koruptor di negeri ini sepertinya sangat menikmati peran mereka. Bagaimana tidak, mereka mendapatkan fasilitas yang bisa dibilang istimewa di dalam penjara layaknya kamar hotel. Selain itu mereka bisa pergi kemanapun menggunakan identitas yang didapatkan dengan mudah. Lalu dengan kejadian ini, kita berharap bahwa hukuman yang diberikan kepada para koruptor dapat memberikan efek jera bagi para pejabat lainnya?
Menelusuri fakta yang terjadi, membuat kita menarik kesimpulan bahwa para koruptor tak akan jera dengan hukuman yang diberikan begitupun para politisi lainnya. Bisa dibilang bahwa ketika satu saja koruptor tertangkap harusnya akan menarik para koruptor yang lainnya, namun lihatlah ini tak akan semudah membalikkan telapak tangan. Adanya sistem hukum yang ribet ditambah celah lemahnya mental para pejabat yang dengan mudah tergoda akan harta. Karena korupsi adalah cacat bawaan sistem ini, maka mustahil memberantasnya hingga ke akar. Sebab, pemberantasan korupsi yang selama ini terjadi hanyalah di permukaan saja.
Lalu bagaimana sistem Islam mengatasi masalah seperti ini. Untuk mengatasi hal seperti ini maka yang pertama dilakukan ialah sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Untuk itu agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak.
Kedua, larangan menerima suap dan hadiah seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis “laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud).
Ketiga, perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi.
Keempat diberikan hukuman setimpal. Pada dasarnya, orang akan takut menerima resiko yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor.
Hukuman yang diberikan berfungsi sebagai pencegah (zawajir). hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Yang terakhir ialah pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi suap dan hadiah.
Namun masyarakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang. Sejarah mencatat Khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”.
Dapat dilihat Islam dengan syariatnya memberikan gambaran yang jelas atas semua persoalan yang ada. Namun hal ini hanya dapat diberlakukan apabila menerapkan sistem islam. Selama sistem sekuler yang masih diterapkan maka persoalan korupsi tidak akan pernah selesai.
Wallahu a’lam bishhawab