Oleh : Neni Maryani
(Wirausaha)
Pembangunan tol Cisumdawu tidak sesuai target dan tak kunjung selesai, hal ini membuat Presiden Jokowi merasa geram karena pembangunan tol yang jadi akses utama Bandara Kertajati ini sudah dimulai sejak 2011, namun hingga kini tak kunjung selesai pengerjaannya. Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil pun bicara soal masalah yang terjadi dan membuat pengerjaan tol Cisumdawu tak kunjung usai.
Sederet masalah yang dipaparkan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, adalah terkait dengan masalah adanya sengketa tanah, Sofyan sendiri memaparkan ada pemilik sebidang tanah di daerah Cileunyi yang menolak pembebasan lahan. Bahkan, pemiliknya sampai menggugat ke pengadilan. Dia menjabarkan ada objek pasar dan sebuah pabrik pemintalan yang jadi masalah dalam pembebasan lahan di Cileunyi.
Singkat cerita si pemilik tanah memenangkan perkara gugatannya di pengadilan, dan tanah tersebut tak bisa dibebaskan. Namun, Sofyan menjamin pihaknya sudah membujuk agar pemilik tanah itu mau membebaskan tanahnya. Walaupun pengadilan sudah memutuskan, sehingga tidak bisa dibongkar, dan tidak bisa dibebaskan. Tapi masalah ini pun selesai karena sudah dilaporkan oleh Dirjen Pengadaan Tanah dengan adanya konsinyasi.
Sofyan juga memaparkan, adanya pandemi virus Corona menjadi pemicu sengketa ini terjadi. Pasalnya, saat mau membebaskan pihaknya tidak bisa mengumpulkan banyak orang untuk menjelaskan soal pembebasan tanah. Sehingga tidak memungkinkan bisa diskusi dengan Masyarakat.
Di sini bisa kita lihat permasalahan yang ada sebenarnya adalah tidak ada transparansi antara pemerintah daerah dengan pusat soal pembebasan lahan, seharusnya terjadi komunikasi dan transparansi ketika terjadi permasalahan. Karena selama ini permasalahan yang ada hanya diurus setingkat daerah saja. Sofyan mengatakan pemerintah pusat awalnya tidak mendapatkan laporan adanya kendala dalam pembebasan lahan. Pasalnya, masalah ini diselesaikan di tingkat daerah.
"Kami nggak tahu ada gugatan itu, sampai akhirnya mau rapat kabinet kami baru tahu ada gugatan. Kami nggak turun secara ini, semua dikerjakan di tingkat daerah," kata Sofyan.
Infrastruktur adalah hal penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan bagi rakyatnya. Karena itu Pemerintah wajib membangun insfrastruktur yang baik, bagus dan merata ke pelosok negeri. Kesejahteraan tidak akan muncul jika tidak terpenuhi sarana dan prasarana menuju kesejahteraan. Salah satunya adalah infrastruktur untuk memperlancar distribusi dan pemenuhan kebutuhan rakyat. Karena itu adanya infrastruktur yang bagus dan merata ke seluruh pelosok negeri menjadi wajib hukumnya.
Berbekal spirit kewajiban inilah, di dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khaththab, halaman 314–316, diceritakan bahwa Khalifah Umar al-Faruq menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Tentu dana ini bukan dari dana utang.
Hal ini untuk memudahkan transportasi antara berbagai kawasan Negara Islam. Khalifah Umar juga menyediakan sejumlah besar unta secara khusus mengingat kala itu unta merupakan alat transportasi yang tersedia untuk mempermudah perpindahan bagi orang yang tidak memiliki kendaraan antar berbagai Jazirah Syam dan Irak.
Khalifah Umar selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan kepada berbagai kabilah, pemimpin dan gubernur untuk program tersebut. Khalifah Umar memastikan pembangunan infrastruktur harus berjalan dengan orientasi untuk kesejahteraan masyarakat dan untuk ‘izzah (kemuliaan) Islam. Jikalau Negara harus bekerjasama dengan pihak ketiga, haruslah kerjasama yang menguntungkan bagi umat. Bukan justru masuk dalam jebakan utang, yang menjadikan posisi Negara lemah di mata negara lain/pihak ketiga.
Berbagai proyek tersebut direalisasikan mulai dari membuat sungai, teluk, memperbaiki jalan, membangun jembatan dan bendungan menghabiskan anggaran negara dengan jumlah besar pada masa Umar.
Dengan spirit menerapkan syariah Islam, Khalifah Umar merealisasikan pembangunan insfrastruktur yang bagus dan merata di seluruh negeri Islam. Khalifah Umar membuat perencanaan keuangan dan pembangunan. Dengan itu pembangunan yang membutuhkan dana besar dapat dengan mudah dibangun tanpa melanggar syariah Islam sedikitpun (pinjam uang ribawi) juga tanpa merendahkan martabat Negeri dan kaum Muslim di mata pihak ketiga/asing.
Pembangunan infrastruktur dalam suatu negara adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Persoalan dana pembangunan proyek infrastruktur tidaklah akan menjadi masalah ketika sistem ekonomi yang digunakan oleh suatu negara adalah sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam meniscayakan sebuah negara mengelola seluruh kekayaan yang dimilikinya sehingga mampu membangun infrastuktur yang dibutuhkan untuk kemaslahatan publik. Dengan pengelolaan kekayaan umum (milkiyyah ‘ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) yang benar berdasarkan Islam, menjadikan sebuah negara mampu membiayai penyelenggaraan negara tanpa harus berhutang.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi yang kapitalistik seperti sekarang ini yang berujung dan bertumpu pada investor swasta sehingga tidak hanya sibuk memikirkan berapa besar investasi yang diperlukan, dari mana asalnya tapi juga harus berpikir keras bagaimana mengembalikan investasi bahkan menangguk keuntungan dari proyek tersebut. Sistem ekonomi kapitalistik tidak berprinsip bahwa pengadaan infrastruktur negara adalah bagian dari pelaksanaan akan kewajiban negara dalam melakukan pelayanan (ri’ayah) terhadap rakyatnya. Karenanya, sistem ekonomi kapitalistik ini bukan hanya sistem ekonomi yang salah, bahkan ini adalah sistem yang rusak.
Dengan demikian jelaslah hanya Sistem Ekonomi dan Politik Islam lah yang menjamin pembangunan infrastruktur negara bagi rakyatnya, dan sistem ekonomi dan politik Islam ini hanya dapat terlaksana secara paripurna dalam bingkai Khilafah Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, para khulafaur rasyidin hingga khilafah utsmaniyyah.
Wallahu a’lam bishshawab.