Oleh. Ir. Izzah Istiqamah
( Praktisi Pendidikan )
Kasus COVID-19 belum mengalami penurunan yang signifikan, bahkan justru terus bertambah. Namun disisi lain kehidupan New Normal mulai dilakukan diberbagai daerah. Meski begitu kita belum bisa merasa tenang karna virus ini masih terus mengancam ditengah tengah kehidupan kita. Juru Bicara Khusus Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan dikarenakan masih cukup tingginya penyebaran wabah COVID-19 di sejumlah daerah di Indonesia. Aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai produktivitas kembali di beberapa daerah masih berisiko. Berdasarkan datanya, jumlah penambahan positif baru COVID-19 mencapai 1.447 kasus, sehingga total kasus positif mencapai 62.142. Yang dinyatakan sembuh 28.219 dan meninggal 3.089.(Viva.news.com)
Selain itu berdasarkan wilayah, penyebaran di Jawa Timur masih tertinggi dengan 413 kasus baru, DKI Jakarta 223 kasus baru, Sulawesi Selatan 195 kasus baru, Jawa Tengah 110 karus baru, Bali 91 kasus baru dan Jawa Barat 88 kasus baru. Yuri tegaskan mempersyaratan aman dari COVID-19 dan hanya bisa dicapai manakala masyarakat disiplin. (aa.com.tr)
Kebijakan pelonggaran seharusnya dikoreksi. Pemerintah mengatakan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun, walaupun kasus positif Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus. Pemerintah beranggapan naiknya kasus hanya karena tes yang semakin massif, bukan karena tidak diputusnya rantai sebaran. Seolah sesuatu yang wajar, bahkan prestasi yang menunjukkan sudah dilakukan tes ke lebih banyak orang. Justru program pelonggaran PSBB lah yang seharusnya dievaluasi. Dan pemerintah segera membuat terobosan penanganan termasuk meningkatkan anggaran penanganan.
Pada saat awal rezim menganggap remeh covid-19, kemudian membuat kebijakan blunder yang memicu penyebaran vovid-19. Setelah covid-19 menyebar di seluruh provinsi, akhirnya rezim penguasa gagap dan bingung. Diawali dengan menolak karantina wilayah karena ketidaksiapan menjamin kebutuhan dasar manusia dan hewan ternak, akhirnya rezim penguasa memutuskan PSBB. Dan saat ini muncul pertentangan kebijakan di tengah PSBB, akhirnya justru meminta rakyat berdamai dengan covid-19 dan memasuki era normal baru (new normal), memaksa setiap orang hidup dengan covid-19 yang terus menginfeksi dan bermutasi.
Lalu bagaimana seharusnya?
Seharusnya pemerintah bertindak cepat, dengan memfokuskan alokasi dana rakyat yang dikelola negara dari berbagai sumber kekayaan Alam, laut, hutan, hasil tambang dan Badan Usaha Milik Negara untuk mewujudkan kesehatan rakyat dan keamanannya berada pada kondisi normal yang sesungguhnya. Bukan sebaliknya dengan memaksakan new normal seperti sekarang, padahal kondisi masih sangat rawan pandemi covid-19 menyebar.
Sejatinya islam pun telah mencontohkan bagaimana penanganan kasus pandemi, yakni dengan cara lockdown namun tetap menjamin pemenuhan kebutuhan bagi rakyat. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan jika sistem islam diterapkan. Umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa menghargai nyawa manusia dan mampu menjaga keselamatan serta kesehatan rakyatnya. Hanya seorang khalifah pemimpin yang adil dan amanah. Pemimpin yang demikian hanya lahir dari sistem Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Wallahu’alam.