Oleh : Rita Rosita
Musibah kembali melanda, sudah berapa bulan lamanya virus Corona masih bertebaran di negeri ini. Hingga saat ini masyarakat masih belum bebas untuk menghirup udara segar, kalau harus melaksanakan aktifitas di luar rumah harus dengan protokol kesehatan.
Pada saat ini masyarakat masih dihadapkan pada sulitnya memenuhi kebutuhan pangan karena mahalnya harga. Bahkan kasus rawan pangan hingga kelaparan kerap ditemukan. Berpijak pada data BPS terbaru yang menyebutkan terjadinya peningkatan jumlah rakyat miskin meningkat 1,63 juta jiwa. Dan kontribusi terbesar penyumbang garis kemiskinan adalah pengeluaran untuk membeli beras.(www.cnbcindonesia.com, 15/7/2020)
Dari kondisi seperti ini maka tampak, jangankan memenuhi kebutuhan lainnya, untuk tetap bisa makan saja sudah sulit dipenuhi oleh keluarga-keluarga miskin, penyebabnya karena mahalnya harga beras sementara pendapatan semakin menurun. Bukan hanya beras, bahan pangan lain pun sulit di akses rakyat karena harga yang terus naik dan cenderung mahal.
Sebagaimana sebelumnya terjadi lonjakan harga pada komoditi gula, bawang, daging sapi karena kurangnya pasokan. Sudahlah produksi dalam negeri tidak memadai, importasi dari luar pun terkendala karena hambatan logistik serta kebijakan proteksi yang diambil negara eksportir untuk menjaga ketahanan pangannya selama pandemi.
Realitas buruk ini di proyeksikan akan terus berlangsung, seperti beras, di duga cadangan pemerintah hanya cukup sampai 2 bulan kedepan. Padahal di penghujung tahun ini wilayah Indonesia diperkirakan akan dilanda cuaca ekstrim yaitu musim kemarau panjang yang akan berdampak pada kesulitan air. Begitu minimnya upaya pemerintah mengantisipasi terjadinya kondisi buruk ini menimbulkan kekhawatiran akan benar-benar terjadinya krisis pangan. Apalagi sebelumnya FAO memperingatkan akan terjadinya peningkatan angka kelaparan penduduk dunia mencapai 165 juta jiwa sebagai dampak wabah covid 19. Dan menurut Oxfam potensi kematian karena kelaparan saat pandemi lebih banyak dari infeksi virus Corona sendiri yaitu 12ribu /perhari.
Sementara itu upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi persoalan ini sangat jauh dari harapan, mulai dari tidak sungguh-sungguhnya upaya peningkatan produksi pangan untuk jaminan pemenuhan pangan rakyat. Sebab produksi pangan tidak sepenuhnya dikuasai negara namun diserahkan kepada korporasi, seperti yang nampak pada rencana pembangunan kawasan lumbung pangan atau food estate di Kalimantan Tengah, dibukanya proyek ini dengan modal investasi korporasi menunjukkan bahwa pertanian yang akan dilaksanankan disana tidak dikelola negeri.
Padahal jelas pertanian seperti ini hanyalah membuka ruang penguasaan stok pangan ditangan korporasi yang pasti akan komersialisasi, dan pastinya rakyat tetap tidak akan mendapatkan pangan secara mudah dan murah.
Begitu abainya negara menyediakan pangan berkualitas, bantua Pangan yang digelontorkan untuk keluarga miskin pun jauh dari standar layak dan cukup. Tak jarang ditemukan beras bantuan pemerintah yang berkualitas buruk, tidak layak dikonsumsi bahkan berkutu, untuk mendapatkan bantuan uang secara langsung yang jumlahnya tidak seberapa juga dipersulit.
Inilah sejumlah bukti gagalnya rezim neoliberal mewujudkan jaminan kebutuhan pangan seluruh rakyat, kegagalan ini terlihat pada 2 sisi yaitu gagal dalam mengetaskan kemiskinan rakyat dan gagal mengelola pertanian pangan secara benar dan mensejahterakan, karena kemiskinan, jutaan rakyat sangat sulit mendapatkan pangan.
Dalam Islam pemenuhan hajat pangan publik dijamin sepenuhnya oleh negara, sebab negara berfungsi sebagai raa'in/pelayan dan junah/pelindung. Dalam Islam mekanisme untuk mewujudkan jaminan pemenuhan pangan rakyat dilakukan dengan dua cara yaitu mekanisme langsung da tidak langsung. Bagi masyarakat yang tidak mampu bekerja karena lemah, sakit, cacar dsb.
Maka pemimpin negara akan memenuhi kebutuhan pokoknya secara langsung yaitu menyantuninya sesuai kebutuhan secara layak, termasuk dalam kondisi locdown ketika terjadi wabah seperti saat ini, negara akan memenuhi kebutuhan seluruh rakyat yang diisolasi untuk mencegah penularan wabah.
Sementara bagi yang mampu untuk bekerja maka sang pemimpin menerapkan mekanisme tidak langsung, yaitu menciptakan lapangan kerja, membantu permodalan hingga memberikan edukasi dan skill yang dibutuhkan, bahkan dalam skala makro, negara akan menciptakan usaha yang kondusif dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Dalam ranah konsumsi, negara juga hadir menjamin pangan yang beredar di masyarakat adalah pangan yang halal dan thayyib. Dengan politik ekonomi pertanian Islam, maka produktifitas pertanian akan meningkat, distribusi akan berjalan lancar dan masyarakat pun terjaga dari pangan yang berbahaya dan haram, sehingga ketahanan pangan rakyat akan terjamin.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini