Oleh Dini Koswarini
Kebakaran hebat terjadi di gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta pada Sabtu, 22 Agustus 2020, malam hari. Kebakaran diketahui berasal dari lantai enam yang merupakan bagian kepegawaian dan meluas hingga api melalap seluruh gedung.
Petugas pemadam kebakaran yang dikerahkan untuk memadamkan api, akhirnya berhasil menjinakkan si jago merah pada Minggu, 23 Agustus 2020, dini hari. (Kompas, 24/8/2020)
Atas terjadinya kebakaran ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki penyebab terbakarnya Gedung Kejagung.
"ICW mendesak agar KPK turut menyelidiki penyebab terbakarnya Gedung Kejaksaan Agung. Setidaknya hal ini untuk membuktikan, apakah kejadian tersebut murni karena kelalaian atau memang direncanakan oleh oknum tertentu," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. (NasionalSindonews, 24/8/2020)
Kecurigaan ICW memang sudah muncul dari awal, sejak Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan pedoman pemeriksaan jaksa terkait penanganan perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Sejak awal ICW sudah meragukan komitmen Kejaksaan Agung dalam menangani perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari ini. Terlebih lagi banyak kejadian yang menciptakan situasi skeptisisme publik, mulai dari dikeluarkannya pedoman pemeriksaan Jaksa, pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki, dan terakhir terbakarnya gedung Kejaksaan Agung," tutur dia. (Detiknews, 23/8/2020)
Kasus ini bahkan membuat spekulasi masyarakat terkait kebakaran Kejagung semakin meningkat. Sehingga mempengaruhi turunnya kepercayaan publik terhadap instansi pemerintah. Selain daripada itu Kasus kebakaran Kejagung ini pun pada akhirnya mengungkapan kegagalan fatal sistem keselamatan gedung tersebut.
Pakar fire safety dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, menyebut kebakaran yang melahap gedung utama kantor Kejaksaan Agung harus dijadikan peringatan untuk segera melakukan audit keselamatan kebakaran terhadap seluruh gedung-gedung milik pemerintah. Dari pengamatannya hampir 70% kantor pemerintahan di Jakarta tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran. (BBC, 25/8/2020)
Pemerhati Hukum dan HAM, Haris Azhar mengatakan wajar jika masyarakat berspekulasi. Menurutnya spekulasi tersebut merupakan akumulasi dari berbagai hal yang terjadi. (Pikiranrakyatcirebon, 27/8/2020)
Tidak cukup sampai di situ, nyatanya spekulasi dan menurunnya kepercayaan publik pun masuk akal rasanya.
"Lalu gedung yang dipakai pejabat tinggi ini, ternyata nggak ada IMB. Sekarang kalau mau dibilang nggak ada kaitan sama kasus, tetapi masalah gedungnya saja kantor Kejagung yang urusin kasus triliunan, bagaimana mau mengurusi itu tapi urusan 'rumah tinggal' saja tidak bisa," ungkap Haris Azhar. (Pikiranrakyatcirebon, 27/8/2020)
Jika ditelaah dengan seksama, penyebab turunnya kepercayaan publik terhadap instansi pemerintah ialah buruknya penanganan hukum. Bagaimana tidak, orang-orang yang bersalah rasanya masih banyak yang berkeliaran di luar sana. Hal ini didukung dengan pendapat dari Pemerhati Hukum dan HAM, Haris Azhar yang mengakui penjahat sebenarnya yang berada di luar jeruji penjara tidak tertangani dan justru ada pihak tertentu yang sengaja 'dicomot' dalam rangka memenuhi angka statistik.
Jelas saja hal ini bisa terjadi, karena kedaulatan hukum diserahkan pada manusia. Produk hukum akan lebih banyak mengadopsi kepentingan mereka. Akhirnya, rakyat dirugikan. Artinya untuk mengakhiri kebobrokkan ini maka harus ada perubahan ke arah yang lebih baik untuk menjadikan hukum di negeri ini berkeadilan.
Sebagai negeri yang mayoritas muslim, maka seharusnya mencontoh dan mengadopsi bagaimana sistem hukum peradilan dalam sistem Islam. Sistem yang telah terbukti mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan pada kehidupan dan pernah dicontohkan oleh baginda Rasulullah Saw.
Kenapa harus sistem Islam?
Sebagaimana dijelaskan berikut ini keistimewaan hukum yang bersala dari sistem Islam. Pertama, kedaulatan di tangan Asy-Syari. Manusia yang lemah dan memiliki keterbatasan tidak diberi hak membuat hukum. Dengan itu, hukum Islam jauh dari subyektivitas manusia. Baik-buruk, terpuji-tercela, halal-haram tidak bisa dikangkangi oleh kepentingan manusia.
Kedua, standar hukumnya kokoh. Standar hukum Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah. Hal ini meniscayakan hukum Islam bersifat tetap, konsisten dan tidak berubah-ubah. Sebab, al-Quran dan as-Sunnah adalah tetap, tidak akan berubah hingga Hari Kiamat. Definisi kejahatan dan jenis sanksi pun jelas hingga tidak akan memunculkan permasalahan baru.
Ketiga, memuliakan manusia. Hukum Islam diturunkan Allah untuk kebaikan manusia dan menyelesaikan persoalan manusia. Allah SWT telah menegaskan bahwa risalah Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia dan agar menjadi rahmat (kebaikan) bagi mereka, baik Muslim ataupun non-Muslim (lihat QS 21: 107).
Kelima, berpihak kepada semua. Hal ini dikaitkan dengan karakter hukum Islam yang berfungi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Hukum Islam akan membuat jera pelaku kejahatan dan mencegah masyarakat untuk melakukan tindakan kriminal. Tentu hal ini akan memberi rasa aman kepada masyarakat.
Keenam, tidak diskriminatif. Hukum Islam berlaku bagi pejabat atau rakyat, bagi Muslim atau non-Muslim. Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, "Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena mereka menegakkan hukuman atas orang-orang lemah, tetapi membiarkan orang-orang kuat. Demi Allah, jika Fatimah mencuri, pasti aku memotong tangannya." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketujuh, Mekanisme kontrol yang kokoh. Karena ditopang oleh ketakwaan individu warga negara yang kuat, juga kewajiban amar makruf nahi mungkar telah mendorong adanya kontrol sosial dari partai politik dan masyarakat secara umum.
Kontrol yang kuat inilah yang akan mempersempit ruang bagi tindak kejahatan, baik yang dilakukan masyarakat umum, pejabat ataupun aparat hukum. Terlebih adanya peran Mahkamah Mazhalim dalam melakukan pengawasan secara sistemik terhadap para aparat untuk tidak berbuat curang dan melakukan permainan hukum.
Tags
Opini