Oleh: Ummu Abqory
Pengarusutamaan gender (PUG) di Provinsi Kalsel semakin dipercepat pelaksanaanya, meski pandemi belum reda. Hal ini tergambar dalam rapat percepatan PUG dan persiapan penilaian Anugerah Parahita Ekapraya (APE) 2020 di ruang rapat DP3A Kalsel (apahabar.com/2020/03) Pada dasarnya pengarusutamaan gender ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Karena dianggap selama ini ada kesenjangan atau ketidakadilan yang dialami oleh perempuan.
Salah satu contoh yang baru-baru ini kasus kekerasan pada perempuan meningkat ditengah pandemi. Ketika kasus perempuan semakin bertambah maka kesetaraan gender lah yang dianggap sebagai solusi terhadap setiap permasalahan yang dihadapi perempuan, perempuan digiring untuk ikut berjuang atas nama persamaan hak.
Jika kita lihat sekilas ide kesetaraan gender ini ibarat madu yang menjadi penawar rasa sakit. Seolah tanpa perjuangan ini maka kaum perempuan tak akan bisa mendapatkan hak-haknya. Bisa terbebas dari segala penderitaan yang ada.
Tetapi, benarkah faktanya demikian? Jika melihat fakta kondisi perempuan saat ini tidak bisa dipungkiri segala penderitaan seolah dialami oleh perempuan, mulai dari ekploitasi, kemiskinan, kekerasan, perdagangan manusia, dan lain-lain. Fakta ini memang nyata. Tapi apakah ini karena Ketimpangan hak perempuan? Apakah kondisi ini hanya dialami oleh perempuan?
Jika mau merunut fakta yang ada, maka kondisi yang dialami perempuan saat ini pun dialami oleh para laki-laki. Jika kondisi keterpurukan ini merambat juga kepada selain perempuan. Maka ide kesetaraan gender ini malah semakin membuat rancu harmonisasi laki-laki dan perempuan.
Kita bisa ambil contoh, untuk mengatasi kemiskinan maka banyak usaha-usaha yang menyerap tenaga perempuan. Mereka dipaksa bekerja agar bisa membantu perekonomian keluarga sehingga keluar dari fitrahnya sebagai ibu dan madrasah ula bagi anak-anaknya. Hal ini semakin mempersempit lowongan pekerjaan untuk para laki-laki. Lalu bagaimana terciptanya kemaslahatan antara laki-laki dan perempuan?
Apakah ketika perempuan bekerja diluar rumah maka berakhir segala kekerasan itu? tentu saja tidak, mengingat tetap saja banyak fakta dilapangan yang mengungkap banyak kaum perempuan yang mendapat pelecehan ditempat kerjanya.
Menarik akar permasalahan ini semua tercipta karena sistem kapitalis-sekular yang melingkari masyarakat saat ini. Kemiskinan, pelecehan, kekerasan itu semua disebabkan oleh sistem yang diadopsi. Sistem ini telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan. Bukan hanya perempuan.
Sistem ini melahirkan ini ide kesetaraan gender. Hal yang bisa menambah masalah baru dalam tatanan masyarakat. Maka jangan sampai tergiur dan terseret oleh solusi sistem kapitalis yang hanya akan menyeret perempuan pada titik paling rendah dan hina.
Solusi perjuangan untuk keluar dari persoalan yang membelenggu perempuan adalah dengan mengikuti tuntunan Islam. Sebab, Islam lah yang menempatkan posisi laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrahnya. Islam tidak mengekang perempuan tapi mengatur agar tetap berada di jalan yang benar.
Hanya Islam lah yang terbukti sukses membawa perempuan pada derajat kemuliaan paling tinggi dan dihormati. Dengan memilih zona perjuangan di bawah cahaya Islam, maka perempuan akan menemukan kebahagiaan yang hakiki.
Pada dasarnya, segala yang menjadi hak laki-laki, maka itu juga menjadi hak perempuan. Agamanya, hartanya, kehormatannya, akalnya dan jiwanya terjamin dan dilindungi oleh syariat Islam sebagaimana kaum laki-laki.
Diantara contoh yang terdapat dalam al Qur`an adalah: wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam beribadah dan mendapat pahala:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisâ [4]: 124)
Selain menjamin hak-hak wanita, Islam pun menjaga kaum wanita dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan merendahkan martabatnya. Bagai mutiara yang mahal harganya, Islam menempatkannya sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga.
Atas dasar inilah kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Agar berikutnya, kaum wanita dapat menjalankan peran strategisnya sebagai pendidik umat generasi mendatang.
Maka sudah selayaknya kita berusaha untuk mengganti sistem yang rusak ini dengan sistem yang telah terbukti bisa memuliakan kaum perempuan. Sistem Islam dalam naungan pemerintahan yang mengemban hukum syara' dalam berbagai lini kehidupan.
Wallahu a'lam.
Tags
Opini