Oleh : Dita Anggraini Brilliantari
"Guru adalah ujung tombak generasi tunas bangsa, gurulah yang pertama mengukir akan dijadikan apa generasi muda ini." Sebagaimana kata mutiara diatas begitu besarnya jasa guru dalam mendidik generasi mendatang. Berbanding terbalik dengan realita saat ini, tidak ada penghargaan yang diberikan untuk jasa mereka. Pendapatan (tunjangan) mereka justru dipotong dengan alasan pengalihan dana untuk covid.
Dikutip dari mediaindonesia.com, IKATAN Guru Indonesia (IGI) memprotes langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Sumber: https://m.mediaindonesia.com/read/detail/305735-tunjangan-dipotong-untuk-penanganan-covid-19-guru-protes
Tunjangan guru dihentikan utk penanganan covid. Dalam lampiran Perpres 54/2020, Tunjangan Guru dipotong setidaknya pada tiga komponen. Yakni, tunjangan profesi guru PNS Daerah, semula Rp. 53,8 T menjadi Rp. 50,8 T. Selain itu, tambahan penghasilan guru PNS Daerah, semula Rp. 698,3 M menjadi Rp. 454,2 M. Kemudian tunjangan khusus guru PNS Daerah di daerah khusus, semula Rp. 2,06 T menjadi Rp. 1,98 T. Totalnya mencapai Rp. 3,3 T.
“Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 merugikan sejumlah pihak, yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah situasi penyebaran virus korona,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim dalam pernyataan tertulis yang diterima Media Indonesia, Senin (20/4). Sumber: https://m.mediaindonesia.com/read/detail/305735-tunjangan-dipotong-untuk-penanganan-covid-19-guru-protes
Begitu mirisnya bagi para pendidik di negeri ini, disaat kondisi pandemi saat ini tunjangan malah semakin dikurangi. Disusul dengan diadukannya hal ini ke DPR oleh forum guru. Bagaimana tidak? Guru yang harus berjuang disaat pandemi ini dengan tetap mengajar secara online malah dikurangi pendapatannya. Pemerintah yang seharusnya menjadi pelayan umat, saat ini hanya sebatas menjadi regulator yang melayani kepentingan pihak-pihak tertentu.
Bukannya memperbaiki kehidupan para guru dengan menjamin kebutuhan utama mereka, justru pemerintah malah mengamputasi tunjangan para guru, nasib para pendidik di negeri kian miris, kini para guru benar-benar menjadi pahlawan tanda jasa yang tak dihargai jerih payah mereka.
Melalui peran para guru-lah suatu negara dapat mendidik generasi untuk membangun peradaban melalui ilmu, saqofah, sains dan teknologi yang diajarkan di sekolah-sekolah. Semakin bobroknya dunia pendidikan diakibatkan juga karena minimnya kesejahteraan guru di negeri ini, para guru menjadi tidak fokus dalam mengajar disamping mereka harus memikirkan bagaimana menghidupi keluarganya, mereka juga dihadapkan pada pendidikan anak didiknya, sebab seluruh pendidikan anak didiknya dibebankan di pundak mereka, mulai dari ilmu, adab hingga akhlak anak didiknya sepenuhnya diserahkan pada mereka. Kondisi seperti itulah yang akan terus kita rasakan selama menganut sistem kapitalisme.
Pengurangan anggaran TPG (Tunjangan Profesi Guru) dikurangi sebanyak Rp 3 Triliun sungguh bukan jumlah yang kecil, sontak menuai respons negatif dari berbagai kalangan karena menyangkut kesejahteraan guru. Banyak yang menyayangkan kenapa pengalihan anggaran tidak dikurangi dari pos anggaran lain, misalnya anggaran perjalan dinas, rapat- rapat, dan lain sebagainya. Atau bisa menggunakan anggaran UN yang tahun ini ditiadakan. Selain guru juga terdampak pandemi ini, guru juga butuh pemasukan yang lebih untuk kuota misalnya, karena sebagian besar masih belajar secara online dan bahkan ada yang harus datang satu persatu kerumah siswa di daerah terpencil yang tidak terjangkau internet. Bahkan sampai ada guru yang rela membelikan kuota data untuk anak didiknya. Begitu besar kepedulian mereka terhadap muridnya, seharusnya pemerintah juga memberikan penghargaan yang besar bagi jasa-jasa mereka.
Hal di atas menunjukkan bahwa pendidikan bukan hal yang diutamakan di negeri ini. Padahal seharusnya pendidikan merupakan hal yang utama untuk mendidik para generasi agar berdaya guna baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, maupun negara. Tak hanya itu, melalui pendidikan pula para generasi bisa menjadi penggerak perubahan. Berimbas pada kurang maksimalnya pendidikan di negeri ini, karena disisi lain seorang pengajar juga membutuhkan penghidupan yang layak bagi keluarganya. Banyak guru di Indonesia yang masih harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah kenapa Indonesia menduduki urutan ke 12 dari 12 negara ASEAN yang menunjukkan betapa terpuruknya pendidikan di Indonesia.
Lain halnya dengan pendidikan dalam islam. Dalam Islam, Negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.
Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara.
Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas baitul mal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada ijmak Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitul mal dengan jumlah tertentu. (Khilafah dan Pendidikan dalam Paradigma Islam, muslimahnews.com, 4 November 2019).
Maka dari itu, sebagaimana kita ketahui Islam-lah yang memiliki solusi terbaik bagi semua hal. Begitu lengkap panduan yang telah Allah berikan bagi kita dalam setiap sisi kehidupan. Tinggal kita yang memilih mau hidup dalam naungan islam atau tidak. Dan tidak mungkin kita menjalankan syariah islam hanya dalam satu sisi, harus didukung dengan sebuah sistem negara yaitu Khilafah. Begitu lengkapnya, sampai mencakup penanganan saat terjadi wabah seperti saat ini, dengan memberi bantuan dan bahan makanan untuk orang-orang yang kurang mampu, sehingga mereka tidak perlu keluar rumah untuk mencari sesuap nasi, sehingga semakin berkuranglah kontak antar manusia. Dan untuk penanganan pasien sumber dana berasal dari baitul maal jadi tidak perlu mengambil pos-pos lainnya seperti pendidikan yang telah kita bahas di atas. Masyaa Allah sempurnalah aturan yang telah Allah ciptakan.