Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Bagi seorang Muslim takut kepada Allah itu wajib. Sebab, konsekwensinya cukup berat jika rasa takut itu hilang tak berbekas. Rasa takut tak sekedar siangan tapi juga hendaknya dikerjakan. Oleh karena itu butuh dorongan dari luar agar konsisten memelihara rasa takut, terlebih keimanan juga naik turun.
Berbicara rasa takut, ternyata bapak presiden kita Joko Widodo beberapa waktu lalu juga mengajak semua pejabat negara, termasuk KPK untuk menggalakkan budaya anti korupsi dengan meminta mereka semua takut terhadap Allah SWT bukan penjara.
"Takut melakukan korupsi bukan hanya terbangun atas ketakutan terhadap denda dan terhadap penjara. Takut melakukan korupsi juga bisa didasarkan pada ketakutan kepada sanksi sosial, takut dan malu pada keluarga, kepada tetangga dan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, kepada neraka," terang Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor (isubogor.com, 26/8/2020).
Benar! Maka mari kita dukung ajakan presiden tersebut. Dukungan kita adalah dengan selalu bermuhasabah ketika penguasa melakukan kesalahan. Pasalnya, jika rakyat yang salah bisa jadi hanya komunitas kecil saja yang mendapat imbas perbuatannya. Namun jika negara? Yang menderita per 30 Juni 20202, adalah sebanyak 268.583.016 jiwa (kompas.com,12/8/2020). Lebih mengerikan.
Namun entah, sejak kapan gerakan takut kepada Tuhan itu akan dimulai. Sebab, sejak presiden mengajak hingga hari ini tidak ada perubahan signifikan di negeri ini, minimal di lingkungan istana atau di badan kabinet. Urusan kriminal, korupsi, pembrangusan kebebasan berpendapat beberapa elemen masyarakat masih saja ada bahkan bertambah yang menandakan aturanmya pun sama.
Allah berfirman dalam Quran surat Al- Maidah :44, yang artinya : “..Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku”.
Takut kepada Allah adalah sifat orang yang bertaqwa dan ia juga merupakan bukti imannya kepada Allah. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata: “Seorang yang beriman melihat dosa-dosanya bagai ia sedang duduk di bawah gunung yang akan runtuh, ia khawatir tertimpa. Sedangkan orang fajir (ahli maksiat), melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya” (HR. Bukhari 6308).
Maka, semestinya gerakan takut kepada Tuhan ini disegerakan perealisasiannya dengan kembali kepada landasan agama yang kita yakini bersama yaitu Islam. Buang sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan dan menjaga ketauhidan dengan masuk Islam Kaffah. Apakah ini termasuk tindakan makar?
Tentu tidak, sebab yang dimaksud " Baldatun Toyyibatun wa Rabbun Ghofur" negara yang penuh dengan kebaikan sehingga mendapat ampunan dari Allah SWT hanyalah negara yang tak pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun termasuk sekulerisme yang jelas akan mendatangkan azab.
Negara yang pemimpin dan seluruh pejabatnya lebih takut siksa Allah ketika mereka tidak memutuskan perkara menurut apa yang sudah ditetapkan Allah SWT. Maka, jika penguasa Bernai ambil keputusan perubahan rakyatpun akan mendukung. Sebab , jaminan Allah tak akan salah dan keliru. Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini