Jejak Khilafah Di Nusantara


Oleh : Zahra Azzahi

Komunitas Penulis Bela Islam, Member AMK



Khilafah adalah sistem kepemimpinan Islam setelah kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Khilafah menjaga agama dan mengatur urusan dunia dan wajib menyebarkan dakwah Islam keseluruh penjuru dunia. Namun, belakangan ini umat seolah amnesia dan alergi dengan ajaran agamanya sendiri, terutama jika menyangkut soal khilafah. Apapun yang berhubungan dengan khilafah akan mendapatkan label buruk, mulai dari radikal, intoleran, dan anti pancasila, anti kebhinekaan dan lain sebagainya. Padahal sejarah telah mencatat kejayaan Khilafah Islam selama kurun waktu 13 abad, yang membentang hingga 2/3 dunia tak terkecuali Nusantara.


Pada masa Kekhalifahan Bani Umayah, yaitu Khalifah Umar bin Abdul Azis, telah mulai terjalin hubungan Khilafah dengan Nusantara. S.Q. Fatimi dalam tulisannya yang berjudul Two letters from the Maharaja to the Khalifah (1963: 126-129) membeberkan bahwa  penguasa kerajaan Sriwijaya, Maharaja Sri Indravarman, pernah menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berisikan permintaan maharaja agar khalifah mengiriminya seseorang yang dapat mengajarkan Islam dan menjelaskan kepadanya tentang hukum-hukum Islam. Pada masa berikutnya, Kesultanan Aceh yang berdiri pada tahun 1496 M, Sultan Aceh yang ketiga, Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1537-1571 M), mengirim surat kepada Khalifah Sulaiman al-Qanuni di Istanbul pada tahun 1566. Dalam surat itu ia menyatakan baiatnya kepada Khilafah Utsmaniyah dan memohon agar dikirimi bantuan militer ke Aceh untuk melawan Portugis yang bermarkas di Malaka (Topkapi Sarayi Musezi Arsivi, E-8009).


Pengganti Khalifah Sulaiman al-Qanuni, yakni Salim II, mengabulkan permohonan Sultan al-Qahhar dan mengirimkan bala bantuan militer ke Aceh. Dalam surat balasanya, Khalifah Salim II menulis bahwa melindungi Islam dan negeri-negeri Islam adalah salah satu tugas penting yang diemban oleh Khilafah Utsmaniyah. Khalifah Salim II pun menunjuk kepala provinsi (sancak) Alexandria di Mesir, Kurdoglu Hizir Reis, untuk menjadi panglima perang yang di kirim ke Aceh demi memerangi Portugis. (BOA, A.DVNS.MHM, 7/244)


Dengan bantuan dari Khilafah Utsmaniyah, Sultan al-Qahhar dari Aceh menyerang Pertugis di Malaka pada 20 Januari 1568 dengan kekuatan 15.000 tentara Aceh, 400 Jannisaries Utsmaniyah dan 200 meriam perunggu (Amirul Hadi, 2004: 23). Selain Sultan Aceh, para sultan lain di Nusantara, di antaranya  Sultan Babullah bin Khairun di Ternate juga bekerja sama dengan 20 orang ahli senjata dan tentara Khilafah Utsmaniyah ketika memerangi Portugis di Maluku sepanjang tahun 1570-1575. (Leonard Andaya, 1993: 134, 137)


Telah sangat jelas peran Khilafah dalam mengusir penjajah dan menyebarkan Islam di Nusantara, 90% penduduk Indonesia yang beragama Islam adalah bukti nyata jejak Khilafah di negeri ini. Islam menyebar di Nusantara bukan semata-mata adanya hubungan perdagangan dengan Timur Tengah seperti yang selama ini ada dalam buku sejarah Indonesia, namun merupakan keberhasilan dakwah yang diemban oleh para da’i dan pasukan militer yang dikirim oleh khilafah untuk membantu mengusir penjajah dari nusantara. Maka, sudah saatnya umat membuka mata, dan meyakini sepenuhnya bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, sistem shahih warisan Rasulullah saw. yang harus diterapkan demi kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Allah Swt. Berfirman:

“Kami tidak mengutus engkau melainkan kepada seluruh umat manusia.” (TQS. Saba’ [34]: 28)

Wallahu a’lam bi ash shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak