Oleh : Uqie Nai
Alumni Branding for Writer 212
Film dokumenter bertema "Jejak Khilafah Di Nusantara" telah beberapa hari berlalu. Namun jejak manisnya masih tertinggal. Rasa yang berkecamuk sebelumnya pun masih terasa. Jika mampu dispesifikkan rasa yang muncul itu adalah bahagia dan cemas. Dua rasa yang begitu saja muncul tanpa terasa.
Bahagia itu muncul karena mentari akan benar-benar menampakkan sinarnya di tengah kelamnya kefasikan atas paham demokrasi. Cemas juga wajar kiranya manakala pejuang demokrasi pembenci khilafah tidak akan tinggal diam untuk berupaya menggagalkan umat untuk mengetahui fakta sebenarnya.
Gencarnya promosi dan undangan untuk menonton film dokumenter hasil karya anak bangsa sedemikian menyedot perhatian. Pasalnya, promosi tentang adanya jejak sejarah Islam dan negeri ini tak banyak orang yang tahu. Kemasan cerdas, apik penuh epik tergambar secara gamblang dan penuh sentuhan faktual, yuridis dan akademis.
Trailer yang dipromosikan beberapa pekan memperlihatkan sekilas bagaimana hubungan yang terjalin antara kerajaan Hindu Sriwijaya dengan Khilafah Umayyah. Antara Raja Sriwardana dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ternyata bukan sekedar hubungan dagang tapi hubungan diplomatik dimana Khilafah Umayyah pada saat itu merupakan negara adidaya yang sudah dikenal di seantero jagad raya. Banyak pemimpin di luar jazirah Arab ingin menjalin kedekatan secara diplomatik. Dari urusan sosial, ekonomi, politik hingga urusan keyakinan.
Sudah sekian lama rakyat Indonesia dibutakan, dijauhkan dari "sosok" penuh jasa tak terhingga. Melalui kontribusinya berapa banyak rakyat Indonesia mengenal rabb-nya, mencintai rasulnya hingga perkara luar biasa ini turun temurun diikuti dan dipeluk sebagai aqidahnya.
Film ini memanglah kisah dokumenter. Beragam bukti peninggalan diulik dan diangkat hingga layak ditayangkan. Film ini bukan kisah masa lalu, bukan kisah unfaedah yang bisa dilewati begitu saja tanpa bekas. Meski premier dan perdana tayangan tentang keterkaitan Islam dan Nusantara, namun cerita di dalamnya mampu menguak kekuatan tak kasat mata.
Sebagai seorang mukmin pasti akan tersentuh dan takjub setiapkali gambaran kegemilangan Islam terurai di setiap jejak kesultanan dan kerajaan Nusantara. Jejak itu ternyata tak terlepas dari peran institusi Islam yang justru tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Peradaban Islam terlihat begitu agung saat satu persatu bukti sejarah ditampilkan. Film Ini tak sekedar digging of the fast (penggalian masa lalu) tapi digging of the truth (penggalian kebenaran).
Anehnya, film dengan sebutan JKDN (Jejak Khilafah Di Nusantara) itu membuat pihak tertentu terusik. Ada kebencian dan sikap anti Islam mencuat saat beberapakali tayangan di blokir. Tertera di layar monitor "Ada keluhan hukum dari negara." Astaghfirullaah.
Tak disangka memang kebencian terhadap ajaran Islam juga berimbas pada tayangan sejarahnya. Padahal beberapa pekan sebelumnya pemerintah melalui kemenagnya telah menyatakan bahwa materi khilafah hanya boleh masuk di pelajaran sejarah saja bukan fiqih. Lalu mengapa ada tindakan tak bertanggung jawab saat JKDN mengudara?
Begitulah saat ideologi kufur atas nama kapitalis sekuler menguasai benak seseorang dan negara sebagai eksekutornya. Pengaruh paham kufur telah menutup kebenaran hadir dalam jiwanya, meski pelakunya muslim sekalipun. Digging of the truth pada film JKDN akhirnya mengungkap juga sebuah kebenaran bahwa oknum takut Islam telah mempermalukan dirinya sendiri. Ia dengan terang-terangan menampakkan kebenciannya pada Islam dan syiarnya saat publik tengah menyaksikan fakta sejarah.
Sungguh sangat disayangkan. Demi kemauan musuh Islam, para petinggi negeri ingin mengubur sejarah adanya peran penting khilafah atas kemerdekaan dan keislaman rakyat Indonesia. Mereka begitu memuja para pembunuh nenek moyangnya ketimbang menghargai jasa penyelamatnya. Tidakkah mereka membaca firman Allah Swt. berikut:
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يَزْعُمُوْنَ اَنَّهُمْ اٰمَنُوْا بِمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَاۤ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَحَا كَمُوْۤا اِلَى الطَّا غُوْتِ وَقَدْ اُمِرُوْۤا اَنْ يَّكْفُرُوْا بِهٖ ۗ وَيُرِيْدُ الشَّيْـطٰنُ اَنْ يُّضِلَّهُمْ ضَلٰلًاۢ بَعِيْدًا
"Tidaklah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada Thagut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thagut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 60)
Wallahu a'lam bi ash Shawwab
Tags
Opini