Oleh Ummu Ash Shofi*
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menerima tepuk tangan setelah mengumumkan kesepakatan damai antara Israel dan Uni Emirat Arab di Gedung Putih, Washington, AS, Kamis (13/8/2020). Kesepakatan yang diklaim Trump atas 'pertolongan dirinya' itu akan mengarah pada normalisasi penuh hubungan diplomatik antara kedua negara Timur Tengah (kompas.id/23/08/2020).
Setelah perjanjian damai Mesir-Israel pada 1979, diikuti dengan perjanjian damai Israel-Yordania pada 1994, kesepakatan ini menjadikan UEA sebagai negara Arab ketiga yang menormalisasi hubungan setelah Oman, Bahrain, dan kemungkinan diikuti Maroko.
Hubungan rahasia antara UEA dan Israel disebut telah berlangsung lama selama bertahun-tahun tetapi rincian dan waktu kesepakatan normalisasi ini dirahasiakan hingga menit terakhir (bbc.com/18/08/2020).
Sungguh, apa yang dilakukan UAE merupakan sebuah kado pahit bagi umat Islam khususnya Palestina. Sebab, sebelumnya UAE mendukung Palestina untuk merdeka dari Israel. Kekecewaan rakyat Palestina ini ditandai dengan menggelar aksi demonstrasi di Tepi Barat menentang kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) (mediaindonesia.com/20/08/2020).
Palestina memandang bahwa normalisasi hubungan ini tidak akan membawa perdamaian di kawasan Timur Tengah. Bahkan ini merupakan sikap hipokrit dari UEA terhadap Palestina. Bagaimana mungkin ada saudara yang tega merangkul musuh dan perampok dari rumah saudaranya sendiri? Sedangkan ia memiliki kekuatan untuk membela saudaranya dan menangkap musuhnya. Sungguh, apa yang dilakukan UEA merupakan bukti bahwa UEA lebih memikirkan materi daripada menunaikan kewajiban untuk menolong saudaranya sesama muslim.
Inilah hasil dari racun sekulerisme dan nasionalisme. Nasionalisme telah membuat ikatan persaudaraan Islam menjadi rapuh. Terlebih lagi pasca runtuhnya pemersatu umat yakni institusi khilafah Islamiyah. Negeri muslim yang satu dengan yang lain hanya sibuk memikirkan nasib bangsanya sendiri. Tak peduli dengan nasib umat Islam di negeri yang lain. Padahal, sejatinya umat Islam merupakan umat yang satu. Mereka dipersatukan dengan aqidah yang satu yakni aqidah Islam. Seorang muslim turut bertanggung jawab dihadapan Allah SWT atas muslim lain ketika ia meminta dan membutuhkan pertolongan.
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Al-Maidah:2)
Dalam hadist juga disebutkan, “Barangsiapa melapangkan seorang mukmin dari satu kesusahan dunia, Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan di hari kiamat. Barang siapa meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).
* (Anggota Komunitas Penulis Sahabat Surgawi)
Tags
Opini