Oleh : Eri*
Sungguh, masyarakat kini melihat sikap penguasa bagai bersutan di mata beraja di hati -orang yang suka berbuat sesuka hati dan sewenang-wenang. Bagaimana mungkin di tengah pandemi dan keterpurukan ekonomi penguasa negeri ini seolah menutup mata dan memaksa kehendak mereka melanjutkan mega proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang sempet tertunda karena pandemi covid-19.
Rencana pembangunan IKN tetep berjalan meski dalam kondisi tak menentu. 'Pemerintah memastikan proyek pemindahan ibu kota negara masih dilanjutkan di tengah ketatnya belanja anggaran. Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas/PPN) Suharso Monoarfa menjelaskan, pemindahan ibu kota negara (IKN) merupakan proyek yang sifatnya standby. (republik.co.id 15/8/20)
Dunia saat ini sedang menghadapi resesi yang meluluhlantakkan perekonomian global. Dampaknya pun sangat terasa bagi Indonesia. 'Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan, produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal II-2020 minus hingga 5,32 persen. Secara kuartalan, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen'. (kompas.com 5/8/20)
Tidak sedikit dana yang dibutuhkan dalam proyek ini. Faktanya perekonomian negara sekarang dalam bayang-bayang kehancuran. Apalagi dampak pandemi terlihat pada angka pengangguran, kemiskinan dan kelaparan yang semakin tinggi. Lalu mengapa pemerintah masih saja 'kekeh' melanjutkan mega proyek IKN?
Seharusnya pemerintah fokus menyelesaikan berbagai problem ekonomi yang dihadapi rakyat. Namun, kebijakan yang sering keluar hanya menambah beban derita rakyatnya. Dengan dalil menutup defisit anggaran, pemerintah menaikan iuran BPJS, memalak melalui Tapera, tagihan listrik membengkak bahkan menghapus tunjangan profesi. Lengkap sudah derita rakyat.
Tak putus akal, ditengah hancurnya ekonomi Indonesia, pemerintah memutar otak agar proyek IKN tetep berjalan lancar. Lagi, pemerintah membuka lebar pintu untuk para investor yang bersedia membiayai. 'Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Pemukiman Bappenas Tri Dewi Virgiyanti mengungkapkan, hingga saat ini ada ratusan investor asing yang tertarik untuk pengembangan ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur'. (kompas.com 16/8/20)
Tidak ada makan siang yang gratis, kesediaan para investor termasuk asing-aseng dalam pengembangan IKN mempunyai maksud terselubung. Salah satunya Jepang, bersedia menjamin dan membiayai dengan syarat ada sekitar 50 juta orang yang tinggal dan menetap di IKN.
Justru ini bunuh diri, mengundang para investor asing membuat Indonesia semakin terjajah. Asing akan mencengkeram negara dengan hutang riba. Kebijakan pun tak lepas dari kehendak mereka. Selain itu, kerakusan mereka yang ingin menguasai sumber-sumber daya alam milik umat.
Alih-alih memberikan solusi untuk memenuhi kebutuhan mereka akibat keterpurukan ekonomi dan perlindungan kesehatan dari pandemi. Pemerintah dan para pejabat malah memprioritaskan proyek tersebut. Ironis, urusan perut dan nyawa rakyat tidak lebih penting dari IKN.
Hilangnya kepedulian negara terhadap derita rakyat, membuktikan kegagalan sistem kapitalis mengurusi umat. Perannya yang lebih berpihak kepada pengusaha menegaskan pemerintah sebagai negara korporatokrasi. Asas untung-rugi menjadi poros pembangunan. Tidak heran negara hanya berfungsi sebagai regulator para kapital. Melayani kepentingan investor bukan kebutuhan rakyat.
Berbeda dengan konsep negara korporatokrasi dengan negara yang menerapkan Islam sebagai aturan hidup. Hukum syara akan sempurna diterapkan dalam bingkai Khilafah. Peran dalam sistem pemerintahan Khilafah adalah pelayan bagi umat. Serta peran Khalifah sebagai pemimpin negara adalah pengurus umat. Ini ada dalam ketentuan hadits Rasulullah saw,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Disaat pandemi, negara seharusnya fokus terhadap kebutuhan pokok individu dan kesehatan rakyat. Aktivitas yang terbatas akibat pandemi menyulitkan mereka memenuhi kebutuhannya. Negara harus berupaya setiap rakyat terpenuhi kebutuhan makanan maupun minuman. Selain itu, menjamin kesehatan masyarakat dengan membatasi aktivitas mereka sampai usaha menemukan vaksinnya.
Menjamin kebutuhan lainnya seperti pendidikan dan keamanan serta tunjangan lainnya tersedia. Lengkap dengan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan rakyat. Kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan tidak memberi cela untuk kepentingan asing. Dengan ini, negara benar-benar hadir di tengah rakyat menyelesaikan permasalahannya.
Niscaya, negara dalam Islam mampu menyelesaikan masalah rakyat dengan memaksimalkan perannya. Kesejahteraan bukan lagi wacana atau janji manis kapitalis semata, melainkan akan mewujud secara nyata dan menjadi rahmat untuk seluruh dunia.
Wallahu a'lam bis shawwab.
*(Pemerhati Masyarakat)
Tags
Opini