Oleh Nayla Iskandar
Baru-baru ini viral klaim obat corona dari Hadi Pranoto, warga yang memperkenal diri profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19. Hadi diwawancara oleh musisi Anji, yang diunggah dalam video Youtube pada 31 Juli 2020. Hadi menyebutkan bahwa cairan antibodi covid-19 bisa menyembuhkan ribuan pasien covid-19. Obat itu diklaim telah didistribusikan di Jawa, Bali dan Kalimantan. Termasuk ribuan pasien di Wisma Atlet dengan lama penyembuhan 2-3 hari. (kompas.com 02/08/2020)
Di sisi lain, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Satgas covid mengecam Hadi Pranoto, yang mengaku menemukan obat covid-19. IDI menegaskan klaim Hadi Pranoto itu membahayakan. (detik.com 02/08/2020).
Kejadian ini menunjukan lambannya penanganan negara terhadap wabah covid19. Dampaknya banyak masyarakat yang meremehkan bahaya virus 19. Beragamnya klaim penemuan obat corona, ternyata hoax.
Akibat dari abainya negara dalam mengurusi rakyatnya. Sehingga rakyat tidak percaya terhadap pemerintah. Akhirnya rakyat mencari solusi sendiri dan berusaha memperoleh obat untuk menyembuhkan infeksi covid 19.
Padahal secara medis pengobatan infeksi covid 19 harus dilakukan dengan vasinasi. Menurut Kepala Staf Ilmiah Johnson & Johnson (J &J), Dr Paul Stoffels, uji coba vaksin tahap akhir pada manusia dijadwalkan pada September 2020 di Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS telah menyetujui untuk membayar J & J lebih dari US $ 1 miliar atau Rp 14 triliun. Rp 14 triliun itu untuk 100 juta dosis vaksin virus civid 19. Saat ini vaksin dari J & J masih dalam tahap awal percobaan. (liputan6.com 07/08/2020).
Tetapi anehnya sebelum bulan September sudah banyak beredar info ditemukannya obat covid 19. Fenomena ini menggambarkan bahwa pemerintah tidak mampu menyakinkan publik terhadap bahaya virus. Sekaligus menegaskan bahwa masyarakat tidak bisa mengandalkan pemerintah untuk menemukan obat atas virus.
Kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin lemah. Hal ini akibat dari lambannnya penguasa dalam menangani wabah. Memang sejak awal pemerintah gagap dalam menghadapi virus covid 19.
Pemerintah tidak serius melakukan pencegahan. Terlihat dari sikap pemerintah membiarkan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia. Negara lain kebingungan menghadapi wabah sedangkan Indonesia pada saat itu merasa aman-aman saja. Bahkan menghimbau kepada masyarakat untuk hidup berdamai dengan corona.
Tidak adanya edukasi di tengah-tengah masyarakat. Dampaknya terjadi penolakan dan pengusiran yang dilakukan masyarakat terhadap petugas covid 19 ketika diadakan pemeriksaan. Sehingga antara yang sakit dan sehat tercampur aduk. Kebijakan diterapkannya new normal menyakinkan masyarakat bahwa virus corona tidak berbahaya.
Pemerintah banyak melakukan tindakan-tindakan penyembuhan tetapi dinilai belum optimal. Misalkan menyediakan rumah sakit darurat dan obat-obatan.
Pemerintah telah menyiapkan dua obat yaitu avigan dan chloroquin yang katanya ampuh menyembuhkan pasien corona. Tetapi ternyata hanya hoax. Kementrian Kesehatan Jepang mengatakan, bahwa obat avigan tidak efektif mengatasi padien covid 19 dengan gejala kronis. Demikian juga dengan chloroquin. Janet Diaz, kepala perawatan klinis dalam Program Emergensi WHO membantah kalau chloroquin ampuh menyembuhkan pasien covid 19. Bahkan chloroquin dilarang beredar karena tingkat kegagalan yang tinggi. Dan temuan kasus resistensi obat disejumlah negara. (kumparan.com 20/03/2020).
Anggaran yang disediakan untuk riset covid sangat kecil dan dipotong pula. Alokasi anggaran semula Rp 35 miliar dipotong sebesar Rp 1,4 miliar. Hal ini sangat miris dan memprihatinkan.
(www.dpr.go.id/26/06/2020).
Penguasa lamaban dalam melakukan tindakan pencegahan, dan tidak optimalnya melakukan penyembuhan. Inilah yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai kepercayaan pada penguasa. Sehingga masyarakat memilih mencari jalan sendiri dalam menangani wabah. Buruknya pelayanan penguasa terhadap rakyatnya. Ini dampak dari munculnya pemimpin yang tidak ahli mengurusi urusan rakyat. Rezim yang muncul akibat diterapkannya sistem kapitalisme.
_Syariat Islam Kaffah Solusi untuk Corona_
Sistem kapitalisme berbeda dengan sistem Islam atau disebut dengan sistem khilafah. Khilafahlah yang bertanggung jawab mengurusi seluruh urusan rakyatnya. Sekaligus pelindung bagi rakyat. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah, "Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad).
Hanya Islam yang memberikan perhatian dan penghargaan tertinggi pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Melebihi aspek apapun. Sebagaimana sabda Rasulullah "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak. " (HR Nasa'i).
Ketika terjadi wabah, Khalifah menanganinya dengan cepat dan tepat sesuai dengan syariat Allah. Termasuk tindakan pencegahan dan penyembuhan.
Tindakan pencegahan dilakukan oleh Khalifah dengan cara:
Pertama memberi edukasi yang benar akan bahaya wabah. Secara otomatis rakyat akan mempunyai kesadaran terkait pentingnya protokol kesehatan.
Kedua memisahkan yang sakit dengan yang sehat. Yang sakit di karantina dan diberi pengobatan sampai sembuh. Yang sehat beraktifitas seperti biasa tanpa rasa was-was.
Ketiga diadakan pemeriksaan secara masal baik rapid test dan test swab. Hal ini untuk mengetahui yang sakit dan yang sehat. Sehingga yang sakit dan yang sehat tidak tercampur.
Negara menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat baik ada wabah maupun tidak. Pelayanan ini diberikan negara pada rakyat secara gratis. Sistem ekonomi Khilafah berbasis Baitul Maal, ditopang oleh sumber yang pasti, yang berasal dari tiga pos yaitu :
Pertama, dari pos kepemilikan umum. Seperti hutan, barang tambang dan hasil laut.
Kedua dari pos kepemilikan negara. Seperti fai', ghanimah, jizyah, 'usyur, kharaj, khumus rikaz, dab harga ghulul.
Ketiga pos dari harta zakat.
Demikianlah Islam mampu menyelesaikan seluruh permasalahan. Sudah seharusnya kaum muslimin rindu dan memperjuangkan agar Islam tegak di muka bumi.
Wallahu a'lam bishshowab