Oleh Dini Koswarini*
Pada Kamis (9/7/2020) Presiden Joko Widodo telah meninjau dua lokasi pengembangan food estate atau lumbung pangan nasional dalam kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah. Program lumbung pangan ini rencananya akan dilaksanakan di bekas Pengembangan Lahan Gambut (PLG), Kalimantan Tengah yang pernah gagal dikembangkan di era pemerintahan Soeharto. (Kompas, 14/07/2020)
Hal ini pun menuai kontra. Salah satunya ialah dari anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan, "Dulunya, di Eks PLG Kalimantan Tengah tersebut dilakukan pembukaan lahan sebanyak satu juta hektar. Lahan ini dibuka dengan mengubah lahan gambut dan rawa menjadi sawah yang berakibat pada kerusakan lingkungan. Pemerintah harus belajar dari kejadian masa lalu agar tidak terulang kembali," kata Syarief (Kompas, 14/7/2020).
Belum selesai sampai disitu, menurut pengamat pertanian sekaligus Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas, program yang sama juga telah digencarkan oleh pemerintahan sebelumnya, yakni dimasa Soeharto dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Itu yang gambut 1 juta Ha yang dibangun Pak Harto tahun 1996-1997. Lalu Ketapang 100 ribu Ha di masa SBY, 300 ribu Ha diBulungan masa SBY juga, nggak ada ceritanya. Hanya tersisa beberapa belas Ha saja. Lalu di awal pemerintahan Pak Jokowi rencana pengembangan Merauke 1,2 juta Ha. Nggak ada ceritanya sampai sekarang. Semua gagal. Dalam arti semua proyek food estate sampai detik ini gagal total," kata Dwi. (Detikcom, 4/7/2020).
Dalam kondisi pandemi yang belum berakhir, seharusnya Pemerintah serius menangani krisis pangan tanpa adanya kepentingan politik yang lain. Bagaimana tidak, disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar bahwa dalam rencananya pemerintah menugaskan BUMN (PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI) untuk menggarap lumbung pangan, sehingga basisnya menjadi korporasi.
"Coba dicek lah ke Vietnam, ke Malaysia, ada korporasi atau BUMN yang menanam pangan atau padi? Nggak ada. Pertanian itu kan bahasa Inggrisnya agriculture. Jadi culture menanam padi itu, even di barat menanam gandum itu petani perorangan. Bukan korporasi. Jadi korporasi itu bermain disistem logistiknya," ungkap Hermanto. (Detikcom, 5/7/2020).
Padahal alangkah baiknya jika pemerintah memberikan bantuan kepada para petani yang sudah memiliki lahan. Tak hanya bantuan berupa biaya, namun juga bantuan berupa pupuk dan bibit tanaman. Sehingga para petani pun mampu berinovasi dalam bidang pertanian. Yang mana hasil panen bisa mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Sebab, bila memulai proyek baru, malah lebih cenderung akan menghasilkan koruptor baru. Hal ini tentu memperjelas keadaan yang sebenarnya jika kapitalisme yang berdiri di belakang layar. Sebab Kapitalisme-lah yang mengubah semua kebutuhan rakyat menjadi ladang rupiah yang menggiurkan.
Sudah tentu gagalnya lumbung pangan tidak akan terjadi jika aturan Islam yang dipakai. Seperti dalam jurnal yang ditulis oleh Rasito Tursinah dijelaskan bagaimana politik pertanian dalam Islam berjalan. Adapun salah satu kebijakan yang harus diambil oleh negara ialah dengan metode intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi dilakukan dengan berbagai cara yang dapat meningkatkan produktivitas lahan. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan berbagai cara yang dapat menambah luas lahan pertanian yang dapat ditanami.
Intensifikasi pertanian ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Untuk itu kebijakan subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian dapat dilakukan.
Hal lain yang dapat dilakukan dengan jalan menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien dikalangan petani. Dalam rangka intensifikasi ini juga, negara harus menyediakan modal yang diperlukan bagi yang tidak mampu.
Penyediaan modal tersebut menurut pandangan Islam adalah dengan jalan pemberian harta oleh negara (hibah) kepada individu yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya. Pemberian ini tidak dilakukan dengan jalan hutang, tetapi semata-mata pemberian cuma-cuma untuk keperluan produksi pertanian.
Dengan cara ini petani-petani yang tidak mampu tidak akan terbebani untuk mengembalikan hutang. Dengan demikian produksi pertanian mereka benar-benar dapat digunakan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan pokok mereka.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah. Untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian yang diolah.
Beberapa kebijakan tersebut adalah bahwa negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihyaul mawat). Negara akan mendorong agar masyarakat menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya, memagarinya serta memnfaatkannya untuk keperluan hidup mereka.
Selain itu negara akan memberikan tanah secara cuma-cuma kepada siapa saja yang mampu dan mau bertani namun tidak memiliki lahan pertanian atau memiliki lahan pertanian yang sempit. Bahkan negara akan memaksa kepada siapa saja yang memiliki lahan pertanian agar mereka mengolahnya.
Oleh karena itu wajar saja bila kebijakan yang dibuat akan mencapai masa kegemilangan di pertanian pada masa Khilafah. Berdasarkan catatan sejarah dan komentar para ilmuwan termasuk dari Barat, sistem pertanian pada era Spanyol Muslim merupakan sistem pertanian yang paling kompleks dan paling ilmiah yang pernah disusun oleh kecerdasan manusia.
Joseph Mc Cabe, cendekiawan berkebangsaan Inggris, mengungkapkan, di bawah kendali Muslim Arab (pada masa Khilafah), perkebunan di Andalusia jarang dikerjakan oleh budak. Perkebunan dikerjakan oleh para petani sendiri.
Saat yang sama, bangsa Eropa masih didukung oleh sistem feodal, saat tanah dikuasai oleh para tuan tanah dari kalangan bangsawan, sedangkan petaninya hanya sebagai buruh tani yang miskin. Begitulah kondisi dimana umat yang bersedia menerima cahaya Islam untuk mengatur kehidupannya.
*Aktivis Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus
Tags
Opini