Djoko Tjandra, Cacat Hukum Makin Terlihat Nyata?



Djoko Tjandra, terpidana kasus hak tagih Bank Bali senilai setengah triliun rupiah membuat heboh seantero negeri. Hal ini bermula ketika Djoko Tjandra yang diketahui dapat membuat KTP elektronik hanya dalam waktu satu jam. Tak hanya itu, djoko tjandra juga diketahui membuat passport Indonesia dan mendaftar sidang PK (Peninjauan Kembali) terkait terpidana Djoko Tjandra. Dan terakhir yang di ketahui beredar surat jalan ber-kepala surat Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri khusus untuk sang buronan dengan tujuan Pontianak – Kalimantan Barat. Padahal sejatinya surat jalan polisi khusus di gunakan anggota polri saat melakukan perjalanan dinas. Cukup mengejutkan, Bagaimana seorang buronan Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, setelah selama 1 Dasawarsa tidak terendus imigrasi  dan kejaksaan agung, kini dapat bebas keluar masuk Indonesia dengan sentosa bahkan dapat membuat KTP Elektronik dengan waktu yang sangat singkat dan dapat mengurus segalanya. Tentu, hal ini tidak bisa dianggap sebagai bentuk kelalaian, tetapi disikapi dengan berpijak pada unsur kesengajaan. Keluar masuknya Djoko Tjandra di Indonesia dengan leluasa karena ada pihak yang membantunya dan ini dapat dikatakan adanya bentuk kerjasama antar si  buron dengan beberapa oknum aparat keamanan di Indonesia. 


Kasus ini memperlihatkan para perampok Negara ini justru diperlalukan dengan sangat  istimewa, difasilitasi dan di beri karpet merah. Persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi buronan kakap Djoko Tjandra membuktikan lemahnya integritas oknum penegak hukum dan menunjukkan betapa bobrok birokrasi di negeri ini. Pun para kuasa koporasi telah mengendalikan pejabat di semua lini dan lembaga peradilan mandul dalam memberikan sanksi. Tentu hal ini sangat disesali, mengapa penengak hukum justru melanggar hukum. Bertekuk lutut pada koruptor yang jelas jelas adalah ancaman nyata bagi negeri ini, memberikan fasilitas bahkan memuluskan geraknya adalah suatu bentuk pelenggaran hokum. 
Meskipun kini diketahui pelarian Djoko Tjandra sudah menemui akhir pada 30 Juli 2020. Akan tetapi yang perlu di garis bawahi adalah penangkapan buron bukanlah prestasi. Namun sudah menjadi tugas yang wajib dilakukan polri sebagai lembaga penegak hukum. Pun kasus Djoko Tjandra bukanlah kali pertama di negeri ini. Kasus suap menyuap dan kongkalingkong antar pelaku koruptor dan pejabat pemerintah adalah suatu permasalahan besar yang tak kunjung usai di negeri ini.


Kondisi seperti ini memang suatu keniscayan ketika negeri ini dengan sadar menerima sistem demokrasi dan korporatokrasi sebagai sitem dalam pengelolaan Negara. Dalam sistem seperti ini, penguasa dan pengusaha (korporasi) memiliki hubungan kerja sama dalam hubungan simbiosis mutualisme. Yang satu membutuhkan kursi  jabatan, yang lainnya perlu kebijakan yang mumuluskan kepentingannya. Berbeda dengan sistem islam, islam sangat melarang keras adanya harta Ghulul, yaitu harta yang diperoleh dengan memanfaatkan jabatan atau kekuasannya seperti suap, korupsi serta harta yang diperoleh secara curang. Dalam sistem islam, upaya penyelesaian tindakan korupsi dan suap menyuap menggunakan dua aspek pendekatan. Pertama preventif (pencegahan)  yaitu  berkaitan dengan ketakwaan individu yang mendorong seorang muslim untuk tidak berbuat kecurangan, karena pertanggungjawabnnya di akhirat dan tidak ingin memakan dan memberi keluarganya harta yang haram yang dapat menjerumuskannya ke dalam neraka. Kedua kuratif (penyembuhan) yaitu penerapan aturan haramnya korupsi dan sanki yang keras, seperti penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. 


Oleh karenanya, untuk memberantas korupsi tuntas sampai ke akar akarnya adalah dengan meninggalkan sistem yang jelas  nyata rusaknya. Dan kembali pada sistem islam yang dilandasi atas keimana kepada Allah Swt. Penerapan islam secara kaffah akan menutup celah munculnya kasus koruspi dan suap menyuap. Karena aturan islam sejatinya bebas dari kepentingan apapun, dan dalam penerapannya pun mejamin kesejahteraa, keadilan, dan keamanan bagi setiap individu rakyat, sehingga tak memungkinkan bagi mereka untuk melakukan kecurangan.


_Oleh : Salsabila Isfa Ayu Komalasari, Aktivis mahasiswa_

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak