Oleh Sari Indarwati
Pada hakikatnya pernikahan adalah sebuah komitmen yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda dengan sebuah tujuan yang sama di hadapan Tuhan dan orangtua. Lantas, ketika pernikahan yang diimpikan harus dibatasi karna usia yang belum matang, apa yang harus dilakukan oleh kawula muda saat ini? Mengingat maraknya kemaksiatan yang semakin merajalela dengan aktivitas pacaran yang tak terelakkan dan bahkan didukung dengan tontonan yang tak lagi terfilter saat ini. Haruskah ketika i’tikad baik ini dihalangi?
Dilansir dari Banjarmasin.kalselpos.com (27/07/2020), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Banjarmasin kesulitan meredam kasus pernikahan siri anak di bawah umur yang terjadi di Kota Seribu Sungai itu. Kepala Dinas PPPA Kota Banjarmasin Iwan Fitriadi mengatakan, hal itu terjadi lantaran pernikahan tersebut terjadi di luar Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, sehingga tidak tercatat dalam registrasi. “Makanya, kemungkinan besar masih ada orang tua yang menikahkan anaknya dibawah usia yang telah ditentukan secara siri yang, dan itu sulit kami pantau,” ungkapnya beberapa waktu lalu dihadapan awak media.
Kendati demikian ia menegaskan, pernikahan siri terhadap anak di bawah umur sudah tidak diperbolehkan lagi. Menurutnya hal tersebut sesuai dengan Undang-udang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah mengalami perubahan. Kepala Dinas yang akrab disapa Iwan itu memastikan, anak yang berusia di bawah ketentuan tidak bisa melakukan pernikahan melalui KUA di Kota Banjarmasin. Ia menjelaskan, kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).“ Pungkasnya.(kalselpos.com, 27/07/2020)
Hal ini seperti makan buah simalakama. Dinikahkan ataupun tidak dinikahkan maka tetap ada konsekuensi yang harus dihadapi bagi orangtua atau wali. Bayangkan saja jika anak dilarang menikah walaupun kita menyadari bahwa usia mereka yang terlalu dini untuk mengemban tugas dan tanggung jawab berkeluarga. Maka, kemaksiatan pun tak terelakkan lagi. Seperti yang dilansir oleh 5NEWS.CO.ID(27/07/2020),ratusan pelajar SMA Jepara hamildiluar nikah, ajukan permohonan dispensasi
Kendati demikian, jika tetap memaksakan diri untuk menikahkan anak yang masih berada di bawah umur tersebut, apabila tidak dibekali dengan persiapan yang matang. Maka tak heran, jika kasus KDRT terus meningkat. Hal ini tentu jadi bumerang tersendiri bagi para orangtua. Belum lagi jika desakan menikahkan anak yang di bawah umur ini dikarenakan sang anak yang sudah kepalang tek dung (hamil duluan). Selain itu, status anak yang di lahirkan juga tidak memiliki kekuatan hukum jika di kemudian hari ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Pasalnya, orangtuanya hanya menikah siri sehingga menambah rentetan panjang penderitaan.
Lantas, sebagai orangtua apa yang harus kita lakukan dengan keadaan seperti ini? Polemik ini menambah daftar berfikir orangtua, yang mana kita ketahui bersama jika hal ini tak bisa dibiarkan. Apalagi, dengan adanya syarat-syarat perkawinan termuat dalam Bab II pasal 6 dan 7 UU RI Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Jadiusia kawin untuk perempuan tidak lagi 16 tahun, sekarang disamakan dengan laki-laki, yaitu 19 tahun (pasal 7).
Ketika pernikahan dini dilarang dengan sedemikian rupa, namun tontonan-tontonan (film) yang membangkitkan syahwat semakin marak dan gencar dipertontonkan. Maka tak heran jika kawula muda sekarang amburadul. Karna solusi dan cara penanggulangan pernikahan dini ini tidak berkesesuaian. Dilain sisi pemerintah sedang gencar menghalangi pernikahan dini tapi disisi lain pemerintah juga tidak mampu untuk menghalau tontonan yang mampu merusak pola fikir kawula muda masa kini.
Hal ini sangat bersebrangan dengan solusi yang ditawarkan oleh Islam. Islam jelas telah memaparkan tentang pernikahan sedemikian detailnya. Apakah kedetailannya tersebut membolehkan nikah muda dengan resiko yang sudah terpampang nyata? Jawabananya jelas tidak.
Islam sedari kecil sudah mengajarkan arti sebuah tanggungjawab kepada seluruh umatnya. Sehingga sebelum mereka berbuat tentu mereka menggunakan akal terlebih dahulu, bukannya malah menjadikan hawa nafsu sebagai tolak ukur dalam bertingkah laku. Selain dari itu dengan adanya kontrol dari masyarakat, sehingga kawula muda tidak lagi bebas dalam bergaul. Karna hukum interaksi (pergaulan) antara laki-laki dan perempuan sudah diatur dengan jelas batasan-batasannya. Tidak seperti saat ini, dimana orangtua sangat bangga jika sang anak memamerkan pacarnya, sehingga tidak menyadari akan dampak buruk dikemudian hari. Selain dari itu, masyarakat juga seakan abai terhadap kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya. Karna ketika ada yang menegur, maka yang merasa terganggupun bisa melaporkan orang yang menegur tersebut dengan laporan perbuatan tidak menyenangkan. Hal ini tak lepas dari sistem yang negara kita anut.
Lalu, apakah Islam memperbolehkan nikah muda? Jawabannya adalah tentu saja boleh. Hanya saja mereka yang menikah muda tentu sudah diberikan bekal yang mempuni agar kejadian-kejadian yang tak diinginkan tak terjadi masa mendatang. Pemuda dan pemudi yang menikah berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah bukan semata-mata karna nafsu, hal ini tentu tak lepas dari peran pemerintah untuk mengatur segala aspek agar hukum yang diberlakukan tidak tumpang tindih. Seperti pelarangan pernikahan dini namun tayangan yang menjurus pada memunculkan syahwat dibiarkan beredar bebas.
Oleh karna itu, sudah saatnya kita kembali pada hukum Allah. Yang mana, sudah pasti akan membawa rahmat bagi seluruh alam dan tidak akan ada yang namanya tambal sulam ataupun tumpang tindih serta tidak berkesesuaian. Karna pada dasarnya manusia itu lemah, terbatas dan tergantung. Wallahu’alam.