Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Demokrasi adalah sistem politik dan pemerintahan yang berasal dari Yunani. Di dalamnya dijamin empat kebebasan yaitu bebas berpendapat, bebas berprilaku, bebas kepemilikan dan bebas beragama. Terkait kebebasan berpendapat rasanya hari ini semakin diragukan wujudnya.
Mengapa? Hari ini tepat tanggal 20 Agustus 2020 bertepatan dengan perayaan tahun baru Hijriah, 1 Muharram 1442 H, generasi muda Indonesia, dua sejarahwan Muslim Septian AW dan Nico Pandawa berhasil menyelesaikan proyek spektakuler abad ini yaitu film dokumenter sejarah Jejak Khilafah di Nusantara.
Sejak awal dikampanyekan film ini telah berhasil memalingkan pandangan masyarakat yang ditunjukkan dari antusiame mereka yang daftar. Yah, film ini meskipun produk akademis ilmiah namun ringan dan mudah dicerna karena dalam format audio visual. Sehingga setiap orang penasaran bagaimana jika Nusantara yang selama ini lekat dengan budaya batik, tenun, keris, klenik dan lain sebagainya akan dikupas dari sisi yang berbeda .
Namun apa daya, rezim yang mulai kepanasan berusaha melancarkan makarnya dengan mengadakan blokade lebih dari satu kali. Semua dengan alasan mengganggu pemerintahan. Jika ini berbicara sejarah,mengapa dilarang? Setiap orang bahkan punya sejarah secara pribadi, apalagi sebuah bangsa. Tentu sejarahnya lebih komplek dan tergantung siapa yang menulis.
Dan sejarah bukan penentu dikerjakan atau ditinggalkannya semua amal, namun bisa jadi dengan penyambungan rantai yang terputus akan didapati motivasi terbesar menumbuhkan jiwa pernjuangan. Jika sejarah yang ditulis mampu membangkitkan semangat menebar kebaikan tidak masalah diambil.
Yang jelas, Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Yang tak boleh ditinggalkan, sebab ia adalah Tajul Furudz ( mahkota kewajiban). Secara akidah kaum Musliminpun diperintahkan untuk berbaiat seorang khalifah muslim? Dan inilah yang ditakutkan oleh orang kafir yang kemudian secara sadar menyebarkan ketakutannya kepada kaum Muslim yang bodoh.
Dari fakta di atas bisa dibuktikan, jika bicara Islam , baik simbol maupun ajaran, kaum Muslim dilarang mutlak. Pemblokiran film sejarah ternyata lebih difokuskan pada kata Khalifah. Yang dianggap musuh bersama . Naudzubillah, padahal penguasa mayoritas beragama Islam , tentu ada konsekwensi dari apa yang dilakukan. Yaitu perhitungan Allah SWT di hari akhir.
Jika hari ini syiar dianggop makar, dakwah dianggap radikal, konten Islami dianggap pemecah belah NKRI lantas bagaimana dengan situs dan tayangan pornografi pornoaksi? Bahkan tak ada sanksi hukum ketika jelas-jelas penguasa menikmati tayangan tak senonoh dan diunggah di media sosial sebagai sebuah prestasi?
Perjuangan akan terus dilanjut, sebab hanya ada dua hal yang patut diperjuangkan yaitu hidup mulia dengan Islam atau mati syahid. Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini