Peliknya hidup akibat krisis ditengah pandemi membuat masyarakat mendapat tekanan dari sisi ekonomi. Tak tinggal diam, pemerintah pun mengeluarkan jurus jitu memberikan bantuan langsung kepada masyarakat. Seolah mendapat angin segar, banyak masyarakat berharap mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) ini.
'Pemerintah akan memberikan BLT kepada pekerja bergaji di bawah Rp5 juta. Itu diberikan untuk membantu meringankan beban mereka dari tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh virus corona'. (cnnindonesia.com 9/8/2020)
Sangat disayangkan, yang menerima bantuan harus dengan persyaratan peserta aktif BPJS, memicu pro-kontra dan dinilai diskriminatif. 'Namun, menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI, Roy Jinto Ferianto, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah program subsidi BLT upah ini Jangan ada diskriminasi. Karena, masih banyak buruh yang upahnya di bawah Rp 5 juta perbulan, tapi tidak didaftarkan oleh perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan yang dikenal dengan Perusahaan Daftar Sebagian Tenaga Kerja (PDS TK)'. (republika.com 9/8/2020)
Lagi dan lagi, kebijakan pemerintah menyelesaikan permasalahan ini dinilai setengah hati. Bagaimana tidak, memberi bantuan saja seperti kuis berhadiah lengkap dengan syarat dan ketentuan berlaku. Ditambah lagi penerima bantuan yang sering kali tidak tepat sasaran. Akibat semrawut data yang tidak akurat. Masyarakat pun menilai negatif cara pemberian bantuan sosial ini.
Rezim seperti pilih kasih dalam menjalankan kebijakannya. Padahal, semua lapisan masyarakat merasakan dampak Covid-19. Akhirnya banyak masyarakat miskin yang belum mendapat bantuan. Cara pemerintah dalam menangani dampak Covid-19 dinilai berbelit, tidak tepat sasaran dan sederet kekacauan birokrasinya yang menambah kekecewaan rakyat terhadap kinerja pemerintah.
Perilaku rezim ini sungguh menggelitik jiwa. Begitu mudahnya menggelontorkan dana demi investasi, sedangkan untuk rakyatnya sendiri sangat pelit dan sulit memberikan bantuan. Bila seperti ini, rakyat pun menjerit atas ketidakadilan yang mereka terima. Inilah wajah asli sistem kapitalisme yang hanya mengganggap para investor sebagai kekuatan ekonomi. Jadi, tidak heran seringkali rakyat kecil menjadi korban.
Sungguh, berbeda dengan Islam dalam memenuhi hak rakyatnya. Syariah Islam dapat diterapkan secara sempurna dalam bingkai Khilafah. Kewajiban Khilafah untuk menjamin kebutuhan hidup seperti pangan, sandang, papan setiap rakyat terpenuhi. Termasuk pendidikan, kesehatan serta keamanan. Sebab Islam menempatkan negara sebagai pelayan dan penanggung jawab urusan rakyat.
Seharusnya pemberian harta atau bantuan sosial tanpa berbelit-belit dengan syarat serta ketentuannya. Khilafah akan memperhatikan kondisi rakyatnya saat pandemi atau pun tidak. Ideologi Islam yang diterapkan memancarkan akidah yang mendorong manusia memiliki sifat amanah, jujur serta senantiasa mengikat dirinya dengan hukum Syara. Sehingga melahirkan para pemimpin yang berintegritas tinggi.
Pendistribusian bantuan dilakukan secara langsung diberikan kepada rakyat yang kesulitan. Semua mendapatkan haknya tanpa diskrimanasi. Dana yang pakai untuk bantuan sosial berasal dari baitul mal bukan hutang. Tentu besaran bantuan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat sampai tercukupi. Selain itu, negara terus mendata rakyatnya, apakah ada yang belum menerima bantuan.
Terbukti, kapitalis gagal meriayah umat dalam segala kondisi. Tidak mampu memenuhi hak rakyatnya. Sebaliknya, Islam mampu merealisasikan kesejahteraan yang hakiki. Selain itu, melahirkan pemimpin negarawan yang memiliki ketakwaan yang tinggi.
Waallahu a'lam bis shawwab.
*(Pemerhati Masyarakat)
Tags
Opini