Oleh: Kunthi Mandasari
Pegiat Literasi
Di tengah sulitnya bersekolah karena penetapan belajar jarak jauh selama pandemi, banyak siswa yang akhirnya memilih menikah. Di Pengadilan Agama Jepara, Jawa Tengah, jumlah pengajuan dispensasi nikah sangat banyak. Pengadilan Agama Jepara telah mengkonfirmasi jika dari 240 pemohon dispensasi nikah, sekitar 50 persen dari jumlah pemohon hamil terlebih dahulu. Selebihnya karena memang sudah ada niatan untuk menikah tetapi belum cukup umur.
”Data permohonan dispensasi nikah sebanyak 240 pemohon tercatat mulai Januari hingga Juli. Sementara usia pemohon dispensasi nikah ada yang berusia 14 tahun hingga 18 tahun. Artinya, tidak semuanya tamatan SMA karena bisa saja putus sekolah atau bahkan tidak sekolah,” ujar Taskiyaturobihah (jawapos.com, 26/7/2020).
Menurut UU No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, bahwa batas minimal calon pengantin perempuan harus berusia 19 tahun. Sehingga, calon pengantin yang usianya di bawah 19 tahun harus mengajukan dispensasi nikah. Namun yang menjadi perhatian, ada diantara mereka yang putus sekolah bahkan tak mengecap pendidikan. Lebih disayangkan lagi setengah dari mereka telah hamil duluan.
Tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius. Karena pernikahan bukan hanya untuk melegalkan aktivitas suami istri. Tetapi ada banyak tanggung jawab lainnya yang siap menanti. Tanpa ada persiapan yang mumpuni, bahtera rumah tangga bisa dengan mudah karam karena terhantam badai kehidupan.
Memberikan batasan usia menikah juga bukan solusi paripurna. Apabila tidak diiringi dengan penghentian segala aktivitas yang dapat merangsang gejolak seksual. Hari ini tontonan kian berani. Paparan dari video, film, iklan dan sebagainya yang mengarah pada aktivitas kebebasan justru semakin masif. Sekuler akut yang diidap masyarakat juga menjadi pemicu tingginya akses pornografi, bahkan di kala pandemi. Pembatasan menikah hanya akan menjerumuskan generasi pada pergaulan bebas.
Sedangkan pergaulan bebas membawa dampak yang sangat mengerikan. Bukan hanya memicu maraknya hamil di luar nikah, tetapi juga persoalan lain seperti aborsi hingga mengidap penyakit mematikan (HIV/AIDS). Sayangnya aktivitas ini justru difasilitasi, edukasi hubungan aman dengan penggunaan kondom terus digalakkan. Fasilitas aborsi pun telah legal untuk disediakan sebagai sarana menekan resiko kesehatan akibat aborsi.
Melalui RUU PKS akan semakin nyata arus liberalisasi. Peraturan yang akan melindungi gaya hidup liberal. Maka tidak heran jika kerusakan semakin menganga. Bukan karena pernikahan dini tetapi karena enggannya mengikuti aturan Illahi. Generasi semakin terperosok pada jurang kehancuran.
Paradigma yang keliru pada permasalahan, akhirnya menghasilkan solusi yang tidak solutif. Karena solusi yang selama ini ditawarkan tidak mampu menyelesaikan persoalan. Karena akar permasalahan sesungguhnya adalah penerapan sistem sekuler yang menghasilkan aturan liberal.
Islam menawarkan solusi paripurna bagi seluruh permasalahan. Memberikan penjagaan terhadap generasi secara berlapis. Aturan menutup aurat bagi wanita ketika keluar rumah yang tertuang dalam Alquran surah at-Taubah ayat 59 tentang jilbab dan an-Nur ayar 31 tentang khimar. Tidak diperkenankan bepergian dengan kondisi bertabaruj serta menggunakan wewangian.
Bahkan jika melakukan bepergian lebih dari 24 jam harus disertai mahromnya.
Tidak dibenarkan pula dalam kehidupan umum melakukan ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan). Kecuali yang diperbolehkan syariat seperti pendidikan, pengobatan dan perdagangan. Apalagi berkhalwat (berdua-duaan) dengan yang bukan mahrom jelas dilarang secara tegas.
Selain itu, Islam juga memahami fitrah manusia yang diberi gharizah na’u (naluri berkasih sayang). Untuk pemenuhannya Islam memberikan solusi melalui pernikahan. Mereka yang telah baligh berhak menikah sebagai upaya menjaga kehormatan. Islam juga memberikan bekal menuju pernikahan. Melalui keluarga mereka dibina keimanannya sehingga memunculkan ketakwaan. Mempersiapkan mereka agar ketika baligh mampu melaksanakan kewajibannya memikul beban taklif hukum. Baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan kodratnya.
Dalam Islam mereka yang telah baligh dan mempunyai kemampuan sudah diperbolehkan menikah. Bahkan sangat dianjurkan. Patokan yang digunakan bukan banyaknya umur, tetapi kesiapan, baik materi, ilmu maupun mental. Bagi yang belum mampu dianjurkan untuk berpuasa sebagai penekan gejolak syahwat.
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nur: 32)
Rasulullah saw bersabda:
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR. Bukhari no. 5056, Muslim no. 1400)
Sayangnya syariat Islam yang menjadi solusi justru kini terus dimusuhi. Para pengembannya pun tak lepas dari persekusi. Ajarannya secara perlahan diamputasi. Bagaimana mungkin visi keluarga sakinah terbentuk, jika instrumen pentingnya telah ditinggalkan. Maka hanya dengan kembali kepada Islam, pernikahan dini tidak akan berakhir tragedi. Yaitu penerapan Islam secara sempurna dalam bingkai negara. Wallhu 'allam bishowab.