oleh: Neng Ipeh *
Aksi massa tolak pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law kembali terjadi pada hari Selasa (21/07). Kini, aksi tersebut dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Cirebon Raya (AMCR) di gedung DPRD Kota Cirebon, Jawa Barat. Tuntutan mahasiswa itu diakomodir DPRD Kota Cirebon. “Kami ditemui DPRD dengan membawa tuntutan. Mereka sepakat untuk menolak RUU Omnibus Law,” kata Jubir AMCR Galih Meilana kepada awak media seusai aksi di DPRD Kota Cirebon. (idtoday.co/29/07/2020)
Aksi penolakan tak hanya datang dari kalangan mahasiswa saja, para buruh pun melakukan aksi untuk menolaknya. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia KSPI) Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa di Gedung DPR RI serta Kantor Kemenko Bidang Perekonomian menyuarakan dua tuntutan.
Pertama, menolak omnibus law. Dan yang kedua, meminta agar perusahaan atau industri stop melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat dampak virus corona (Covid-19). "Aksi ini merupakan reaksi terhadap sikap keras kepala dan tidak pedulinya DPR RI, khususnya Panja Baleg Pembahasan RUU Cipta Kerja dan Kemenko (Perekonomian) yang ngotot omnibus law tetap dibahas di saat pandemi corona. Padahal sudah ribuan buruh yang terpapar Covid-19 dan di antaranya meninggal dunia," katanya. (money.kompas.com/29/07/2020)
Tak hanya itu, KSPI juga mengancam akan mengadakan aksi tiap pekan dan melakukan aksi di 20 provinsi secara bergelombang secara terus-menerus untuk menyuarakan isu ini. Bahkan puluhan ribu buruh akan melakukan aksi besar-besaran skala nasional pada 14 Agustus 2020 di DPR RI bersamaan dengan pembukaan Sidang Paripurna.
*Lantas, kenapa RUU ini sampai mendapat penolakan di mana-mana?*
Omnibus law adalah regulasi atau Undang-Undang (UU) yang mencakup berbagai isu atau topik. Secara harfiah, definisi omnibus law adalah hukum untuk semua. Istilah ini berasal dari bahasa latin, yakni omnis yang berarti 'untuk semua' atau 'banyak'. Istilah omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. Pemerintahan mengidentifikasi sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari omnibus law ini. Artinya, omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. (money.kompas.com/06/08/2020)
*Omnibus Law Untuk Kepentingan Siapa?*
Peneliti Pusat Studi Konstitusi ( Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan, omnibus law RUU Cipta Kerja hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi. "Ketika kita melihat bagian penjelasannya sangat ekonomisentris, bukan kesejahteraan. Jadi hanya bicara pertumbuhan ekonomi tanpa bicara keadilan sosial dan kesejahteraan," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menilai, keberadaan omnibus law RUU Cipta Kerja justru akan menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda. (nasional.kompas.com/06/08/2020)
*Sistem Islam, Solusi Pengangguran dan Kesejahteraan*
Sesungguhnya kisruh UU/RUU kontroversial tersebut bisa diselesaikan apabila berbagai kalangan memahami akar permasalahannya. Ketidakjelasan landasan filosofis dan ideologis merupakan akar permasalahan suatu produk hukum sehingga menjadi kontroversial. Selama ini pembentukan suatu produk hukum masih berpusat pada kemampuan berpikir manusia yang lemah dan terbatas.
Dalam pandangan Islam, negara adalah khodim al ummah. Yakni pelayannya umat, mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara bertugas memberi jaminan dan pelayanan. Menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat.
Dalam mengatasi pengangguran, negara akan memberdayakan iklim usaha yang sehat. Membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi rakyat. Yang tidak punya modal, diberi modal oleh negara agar ia bekerja. Yang tidak punya keterampilan bekerja juga akan diberi pelatihan agar ia memiliki kemampuan dan skill yang mumpuni. Sebab, dalam Islam, pengangguran dan bermalas-malasan itu dilarang. Setiap kepala keluarga wajib mencari nafkah. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR Muslim). Dalam hal ini negara akan membuka lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga laki-laki.
Dengan memaksimalkan serta mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki, negara berdiri secara mandiri tanpa lagi bergantung pada investasi dan utang luar negeri. Negara seperti ini hanya bisa terwujud dengan penerapan syariah kaffah dalam Khilafah.
*(Aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini