Oleh. Lina Ummu Dzakirah
Sepekan terakhir, berseliweran kata 'Resesi'. Hal ini dipicu negara tetangga yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Indonesia mengalami resesi. Memang, semenjak virus corona menyerang dunia ini, kata resesi sering kali disebut, dan membuat cemas semua orang.
Sedangkan ancaman resesi di Indonesia kian nyata setelah negara tetangga Singapura baru-baru ini mengalaminya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah mengingatkan para menterinya beberapa kali soal ancaman tersebut. Sebelum resesi benar-benar terjadi, alangkah baiknya persiapkan diri mulai dari sekarang. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan masyarakat harus berhemat mulai dari sekarang untuk menyiapkan dana darurat selama resesi. Sebab tidak ada yang mengetahui akan berlangsung sampai kapan jika resesi benar terjadi.
"Kurangi juga belanja yang tidak sesuai kebutuhan dan fokus pada pangan serta kebutuhan kesehatan. Jadi jangan latah ikut gaya hidup yang boros. Pandemi mengajarkan apa yang bisa dihemat ternyata membuat daya tahan keuangan personal lebih kuat," kata Bhima kepada detikcom, Jumat (17/7/2020).
Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, di saat seperti ini masyarakat jangan boros dan harus mempersiapkan kondisi terburuk untuk mencukupi keuangan. "Tetap harus berjaga-jaga mempersiapkan kondisi terburuk yaitu apabila resesi ini berkepanjangan. Ini perlu stamina yang kuat termasuk juga tabungan yang cukup. Jangan Boros," ucapnya.
Selain mempersiapkan tabungan yang banyak, masyarakat juga disarankan agar menjaga kesehatan agar resesi tidak berkepanjangan. Sebab resesi terjadi disebabkan oleh virus mematikan Corona (COVID-19). "Yang utama tetap menjaga kesehatan. Resesi disebabkan oleh wabah, oleh karena itu solusi utama menghadapi resesi adalah mengakhiri wabah. Apabila wabah berakhir, resesi akan berakhir," sebutnya.
Untuk diketahui, jika benar terjadi resesi akan dapat mengakibatkan penurunan seluruh aktivitas ekonomi. Yang paling mudah dirasakan adalah menurunnya jumlah lapangan kerja yang tercipta. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto pernah menjelaskan bahwa ketika resesi terjadi maka akan ada ledakan gelombang pengangguran. Ujung-ujungnya orang miskin akan bertambah.
"Saya rasa dampak yang paling besar itu tingkat pengangguran dan kemiskinan," kata dia saat dihubungi detikcom, 29 Mei 2020. (Dikutip dari Detik.com Minggu, 19 Jul 2020 22:28 WIB)
Resesi ekonomi yang terjadi di negeri ini sebenarnya bukanlah semata-mata karena adanya pendemi. Namun resesi berulang ini adalah dampak dari ekonomi global dunia yang hingga saat ini masih mengalami krisis yang cukup serius. Krisis global terlihat secara menyeluruh di berbagai negara, termasuk Indonesia. Amerika Serikat sebagai pusat penerapan ekonomi kapitalis sebenarnya juga sedang menuju kehancuran.
Krisis ekonomi global yang terus berulang kali terjadi adalah konsekuensi logis akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis secara global di seluruh dunia. Sistem ekonomi Kapitalisme dibangun atas dasar kebebasan baik kebebasan kepemilikan harta, kebebasan pengelolaan harta maupun kebebasan konsumsi.
Sistem ekonomi kapitalis mengalami krisis yang kesekian kalinya. Dimulai pada fase pertama krisis ekonomi dimulai pada tahun 1929 yang berlangsung selama 4 (empat) tahun. Kemudian fase kedua krisis ekonomi terjadi pada awal tahun 1960 sampai 1970. Fase ketiga terjadi pada tahun 2008 dan telah berlangsung sampai saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem ekonomi kapitalis ternyata tidak dapat dipergunakan sebagai sistem ekonomi global dan malahan dianggap telah gagal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat ekonomi dunia. Hal tersebut terbukti dengan semakin maraknya demontrasi sistem kapitalis oleh masyarakat di berbagai negara barat termasuk di Amerika Serikat.
Oleh karena itu kegagalan berbagai macam ideologi dan sistem ekonomi dunia tersebut, maka sejak beberapa dakade yang lalu muncul gelombang kesadaran baru pakar ekonomi dunia untuk menemukan sistem ekonomi baru yang bisa mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Sistem baru itu kini diarahkan kepada sistem ekonomi Islam. Gerakan intelektual untuk mengaktualisasikan kembali ekonomi Islam mulai muncul pada dakade 1970-an.
Sistem ekonomi Islam memfokuskan pada 3 (tiga) aspek yaitu : cara memperoleh harta kekayaan (al milkiyah), cara mengelola kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki (tasharuruf fil milkiyah) dan cara mendistribusikan kekayaan tersebut di masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Saat sekarang ini merupakan momentum yang tepat untuk mengevaluasi sistem ekonomi yang telah berjalan menurut konsep barat, yang diharapkan dapat diganti dengan sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan lebih bermoral. Solusi yang bisa ditawarkan adalah konsep ekonomi syariah Islam. Tentunya hal ini perlu perjuangan yang terus menerus untuk menyakinkan semua pihak tentang sistem ekonomi Islam yang lebih berkeadilan. Sudah saatnya bagi negara-negara yang mayoritas masyarakatnya mayoritas muslim untuk lebih dahulu mempelopori dan memasyarakatkan dengan disertai bukti nyata manfaat dari sistem ekonomi Islam ini. Wallahua'lam bishshawab.[]