Test Covid-19, Kok Jadi Bisnis?



Oleh: Riyulianasari
( Pemerhati Sosial)

Dilansir Kompas.com, Selasa (24/3/2020), di sebuah marketplace harga alat rapid test impor dari China Rp 295.000. Sementara itu akurasinya diklaim mencapai 95 persen hanya dalam waktu 15 menit. Tapi ada juga yang menjual dengan harga Rp 900.000 per buahnya. Rata-rata harga alat rapid test di bawah Rp 1 juta.


Di Riau, harga tes swab per orang Rp 1,7 juta. Harga tersebut merupakan tes swab mandiri di RSUD Arifin Achmad.


Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan tingginya harga tes Covid-19 dikarenakan pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Dia mengatakan, masyarakat sebagai konsumen perlu kepastian harga. Selain mengatur HET pemerintah juga perlu mengatur tata niaganya.

Mahalnya biaya tes Covid-19 menyebabkan terlantarnya pasien bukan Covid-19, karena diberlakukannya protokol Covid-19 bagi setiap pasien yang masuk rumah sakit, walaupun pasien tersebut korban kecelakaan atau merupakan pasien penyakit yang tidak menular. Bagi pengantar pasien sakit pun diberlakukan tes Covid-19 mandiri diluar BPJS yang dibandrol dengan harga 500 ribu rupiah.


Umumnya hasil tes Corona dengan metode RT-PCR akan keluar dalam waktu kurang dari 24 jam. Faktanya pasien yang mengalami kecelakaan tidak mendapatkan perawatan yang seharusnya karena menunggu hasil tes  selama dua hari.


Sayangnya, tidak semua orang bisa memeriksakan dirinya secara langsung. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi berdasarkan tingkat urgensinya. Aturan yang diterapkan kepada masyarakat semakin menyulitkan dan berbelit. Sehingga banyak masyarakat yang enggan mengikuti aturan tersebut.


Mahalnya tes Covid-19 tentu dipengaruhi oleh ideologi Kapitalisme yang diterapkan saat ini yang selalu mencari keuntungan dari rakyat, Pemerintah sendiri tidak menentukan tentang berapa besarnya biaya tes, sehingga menyebabkan banyak pihak mengambil keuntungan untuk tes Covid.


Adanya ketentuan batasan untuk tes Covid bagi seseorang selama 3 hari jika ingin bepergian ke luar kota kemudian harus melakukan tes Covid lagi setelah 3 hari menyebabkan semakin beratnya beban masyarakat. Padahal pemerintah mengetahui kondisi perekonomian masyarakat yang sekarat.


Ideologi Kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini menjadikan tolok ukur perbuatan manusia adalah untung dan rugi, inilah yang merusak cara berpikir manusia mulai dari individu, masyarakat bahkan negara. Masing-masing mencari keuntungan dan manfaat dari setiap persoalan. Atau dengan kata lain mereka menjadikan bisnis untuk mencari keuntungan materi. Negara kapitalisme hanya fokus mengurus para pengusaha dan memudahkan urusan mereka.


Berbeda dengan sistem Islam. Fungsi negara dalam pandangan Islam adalah sebagai pengatur urusan umat baik di dalam negeri maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan hukum syariah Islam. Negaralah yang membuat kebijakan tentang semua peraturan bagi rakyatnya untuk kemaslahatan manusia.


Negara pula yang memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyatnya baik yang kaya maupun yang miskin. Apalagi semakin banyak masyarakat menjadi miskin karena kehilangan pekerjaan sehingga tidak mampu membeli makanan yang sehat.


Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalisme, siapa yang punya uang, mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sia akan bertahan hidup, sebaliknya jika tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, dia akan mati sendiri.


Maka jika kita ingin mengembalikan fungsi negara yang sebenarnya, kita harus meninggalkan sistem kapitalisme sekulerisme dan mengambil sistem Islam dan menerapkan semua hukum syariahnya dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara.
Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak