Sistem Zonasi Bukti Kegagalan Negara Menangani Pendidikan




Oleh : Nurhayati
(Ibu rumah tangga)

Kembali dunia pendidikan dihebohkan dengan adanya aturan dan kebijakan yang tidak pro pada rakyat. Seperti yang beredar pemberitaan orangtua murid terus mempermasalahkan aturan penerimaan siswa baru sistem zonasi, yang mengutamakan usia. Pada tanggal 23 Juni lalu, orangtua murid berunjuk rasa di Kantor Gubernur DKI Jakarta memprotes aturan PPDB zonasi di wilayah Jakarta.

Mereka protes prioritas penetapan PPDB berdasarkan usia.
Aksi protes juga terjadi seperti pemberitaan kompas.TV, protes keras orangtua murid terjadi saat konferensi pers Dinas Pendidikan DKI Jakarta di Kantor Disdik DKI, Kuningan Jakarta Selatan, Jumat pagi (26/06/2020).

Orangtua murid yang diketahui bernama Hotmar Sinaga ini marah karena anaknya yang berusia 14 tahun, gagal masuk ke SMA, karena terlalu muda.

Hotmar menilai sistem zonasi yang diterapkan tidak sesuai dengan aturan soal jarak domisili ke sekolah yang dituju, karena lebih mementingkan kriteria usia.

Sementara itu, dalam keterangan persnya, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menyarankan kepada orangtua yang anaknya gagal dalam jalur zonasi penerimaan peserta didik baru tahun 2020, untuk mengikuti jalur prestasi.

Terkait penerimaan berdasarkan usia, Pemprov DKI menegaskan, hanya menjalankan peraturan kemendikbud tentang PPDB. Berdasarkan surat keputusan kepala dinas pendidikan nomor 501 tahun 2020 tentang penetapan zonasi sekolah untuk penerimaan peserta didik baru tahun pelajaran 2020-2021.

Menanggapi kekisruhan ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta Gubernur DKI Anies Baswedan merevisi aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020-2021 di Jakarta karena dinilai tidak sesuai dengan Permendikbud No. 44 tahun 2009 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan dan peraturan yang lebih tinggi lainnya.

LBH meminta proses penerimaan siswa baru dijadwal ulang.

LBH Jakarta juga menghimbau kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mencabut atau setidak-tidaknya merevisi Keputusan, detik.news.com (28/6/2020)

Senada dengan LBH, dalam pemberitaan viva.news Komnas Anak juga mendapat banyak laporan terkait syarat usia dalam penerimaan peserta didik baru tersebut. Imbasnya, banyak siswa yang tidak mendapatkan sekolah padahal siswa tersebut memiliki nilai akademik yang tinggi. Maka Komnas Anak meminta kepada Gubernur DKI untuk mencabut peraturan yang telah dibuat karena bertentangan dengan Permendikbud No.44 2019. (28/6/2020)

Kekisruhan yang terjadi dalam peraturan PPDB ini memang menyisakan berbagai masalah, muali dari aturan terkait zonasi dan juga usia yang menjadi prioritas dalam PPDB tahun ini. Padahal, dalam Permendikbud yang menjadi prioritas adalah zonasi wilayah. Kemudian zonasi usia menjadi pertimbangan ketika jumlah kapasitas melebihi batas.

Hal inilah yang memicu kekacauan karena pada akhirnya banyak yang tidak diterima di sekolah yang dekat dengan rumah dan kemungkinan besar akan diterima di sekolah yang jauh jaraknya dari rumah.

Akibatnya nanti peserta didik akan bersekolah di tempat yang jauh dari rumah dan hal tersebut akan berdampak pada waktu yang dihabiskan di jalan dan ongkos sehari-hari yang memberatkan tentunya.

Maka wajar jika banyak dari orangtua kemudian menolak peraturan PPDB ini. Agar situasi ini tidak berlarut-larut harusnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan segera mengambil tindakan mungkin dengan membatalkan proses PPDB DKI Jakarta dan mengulang kembali proses penerimaan murid.

Menelaah akar penyebab polemik dan kekisruhan dalam dunia pendidikan ini, kesalahan dalam memahami Permendikbud oleh masing-masing daerah menjadi satu sebab kekacauan ini. Dan permasalahan dalam dunia pendidikan tidak hanya satu dua kali ini namun seakan menjadi momok yang selalu jadi polemik dalam masyarakat.
Ya, Ini potret nyata kegagalan negara menjamin layanan Pendidikan.

Pemberlakuan kuota karena terbatasnya kemampuan menyediakan fasilitas pendidikan melahirkan sistem zonasi, menghantarkan pada beragam kisruh setiap tahunnya dan menelantarkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, mudah dan murah.

Meski memasuki tahun keempat penerapan sistem zonasi dengan berbagai upaya perbaikannya, namun semraut dan amburadul Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tidaklah berkurang dan selalu terjadi. Bahkan tetap dilingkupi suasana yang memprihatinkan berupa demo penolakan masyarakat, berbagai kecurangan, kesulitan akses pendidikan, biaya pendidikan yang memberatkan, hingga aksi bunuh diri siswa.

Inilah realitas sistem zonasi, apalagi ditambah dengan peraturan untuk usia yang menjadi syarat masuk ke sekolah. Oleh sebab itu, adanya peraturan dalam hal dunia pendidikan sistem zonasi bukan solusi untuk mempermudah akses pendidikan.

Malah yang terjadi menimbulkan masalah baru, dari mana peraturan ini akan meniadakan diskriminasi, mendorong pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan?
Ini di satu sisi, di sisi lain pemerintah masih saja menerapkan sistem pendidikan kapitalis sekuler berikut sistem kehidupan sekuler yang menjadi sumber perkara dan akar masalah negeri dan dunia pendidikan bangsa ini.

Karenanya, bila pemerintah memang benar- benar tulus bermaksud mewujudkan pendidikan berkualitas, mudah dan bahkan gratis bagi semua anak bangsa, maka jalan satu-satunya adalah segera meninggalkan sistem pendidikan berasas kapitalis sekuler berikut sistem kehidupan sekuler sebagai pemberi ruang keberadaannya.
Dan tentunya harus segera beralih pada sistem kehidupan yang akan menjamin sistem pendidikan berkualitas, murah bahkan gratis.

Itulah sistem Islam, dengan menerapkan Islam, baik pada aspek tata kelola maupun tujuan pendidikan dan kurikulumnya maka akan mendapatkan generasi yang shalih, cerdas, dan berakhlaq mulia.
Pada tataran inilah kebutuhan Indonesia terhadap sistem Islam merupakan hal yang mendesak.

Sebagai satu-satunya sistem politik yang didesain Allah SWT untuk penerapan Islam secara kaaffah termasuk sistem pendidikan Islam itu sendiri. Lebih dari pada itu, kembali pada pangkuan sistem Islam merupakan kewajiban yang disyariatkan Allah SWT pada kita semua.

Sistem ini pernah tegak dan terbukti selama kurang lebih 13 abad lamanya menaungi 2/3 belahan dunia dengan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan. Seluruh manusia yang hidup dalam kekuasaan Islam merasakan kebaikan dan rahmat baik muslim maupun nonmuslim.

Dunia pendidikan begitu maju saat itu, dunia Islam menjadi mercusuar dunia hingga menghasilkan para ilmuan, mujtahid, ulama yang termahsyur hingga saat ini masih jadi rujukan dikalangan orang barat. Begitulah Islam, akan membawa pada kebaikan, tidakkah negeri ini menginginkan itu?Wallahu Alam.,,

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak