sumber gambar: gagasonline.com
Oleh: Ummu Diar, S.Si
Baru-baru ini, publik dikagetkan dengan berita Unilever yang secara terang-terangan mendukung kelompok Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer + (LGBTQ+). Perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Rotterdam, Belanda itu melalui akun Instagram resminya @unilever secara terang-terangan menyuarakan dukungan terhadap LGBT. Dukungan ini bisa dilihat dalam unggahan Instagram-nya pada 19 Juni 2020. Mereka menyatakan, berkomitmen penuh mendukung kampanye gerakan ini. [1]
Padahal jika dilihat dari kacamata iman, semua agama memiliki aturan yang tegas terhadapnya. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Ketum MUI), Ma'ruf Amin mengatakan, MUI sudah mengeluarkan fatwa haram bagi LGBT. Adapun soal HAM, menurut Ma'ruf Amin, adalah perlindungan hidup, bukan untuk mengembangkan kaum LGBT. Perlindungan HAM, lanjut dia, tak memperbolehkan seseorang berperilaku menyimpang. "Dia (LGBT) tidak boleh memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri atau menambah kelompok karena nanti menjadi suatu yang meresahkan masyarakat," ujar Ma'ruf saat diwawancarai Republika.co.id, Senin (22/5). [2]
Fenomena ini mengungkapkan wajah sekularisasi yang nyata merebak di seluruh dunia. Dengan berlindungnya kelompok ini dibalik slogan kebebasan atau di bawah HAM, seolah mereka punya kewenangan untuk bisa mengekspresikan apa yang diinginkan. Sama sekali tak memerdulikan bagaimana pandangan agama terkait perbuatan yang tengah dilakukan. Semuanya mereka upayakan agar tujuannya bisa berhasil, mereka terus meluaskan dukungan hingga berhasil menggaet perusahaan besar.
Anehnya, dengan semakin besarnya dukungan, justru muncul opini bahwa pihak yang berusaha menyadarkan, pihak yang berjuang menjaga generasi agar percaya pada aturan agama dan tak terbawa arus liberalisasi sekuler, justru dipandang sebagai kelompok ekslusif. Dinilai tidak memahami gaya hidup kenikinian dan tidak menghargai hak pribadi masing-masing orang. Padahal justru merekalah yang peduli, yang memiliki kesadaran agar setiap generasi terpelihara. Agar dapat tumbuh mendewasa sesuai dengan fitrah. Yang disayangkan, pihak peduli ini jumlahnya masih sedikit, belum terorganisir secara rapi, sehingga tak jarang terlibas oleh kebatilan yang terorganisir rapi.
Maka, jika ingin segalanya berakhir dengan kebaikan, sudah saatnya mendukung kelompok peduli untuk kampanye mengajak generasi kembali pada yang agama. Sebab hakikatnya tidak ada yang lebih hebat dariNya, sehingga tidak aturan yang lebih sempurna dari aturan buatanNya. Dan untuk inilah dibutuhkan dukungan dari semua elemen di berbagai level untuk gerakan saling menyadarkan dan menyosialisasikan apa yang agama ajarkan. Mutlak dalam rangka mengawal generasi agar mereka tak sendirian menghadapi kenyataan penyimpangan di depan mata. Jika kaum pelangi saja tak lagi sendiri, maka tak ada alasan membiarkan generasi bertahan sendirian.[]
Referensi:
1. https://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2020/06/28/187088/daftar-merek-dan-perusahaan-yang-mendukung-lgbt.html
2. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/05/22/oqcyr2377-ketua-mui-lgbt-haram-tak-boleh-dikembangkan