Oleh: Salsabyla
Akhir-akhir ini masyarakat dibuat kaget dengan tagihan listrik bulanan yang nominalnya sangat meroket tinggi. Hal tersebut terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Bahkan beberapa rumah yang ditinggalkan kosong pun tetap ditagih dengan billing yang luar biasa tingginya.
Sebut saja seseorang yang tinggal di Jakarta. Di laman sosial medianya, ia mengeluhkan rumah kosongnya yang sudah ia tinggalkan selama dua bulan dengan hanya satu lampu saja yang menyala sebagai tanda kehidupan, tagihan listrik yang melayang padanya sebesar 750 ribu rupiah.(economy.okezone.com)
Tak hanya di Jakarta saja. Di Riau pun juga demikian. Komisi IV DPRD Riau (8/6) menggelar bersama Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rapat yang dihadiri General Manager (GM) PLN Riau dan Riau Kepri, Daru Tri Tjahjono itu membahas tentang keluhan masyarakat tentang tagihan listrik yang membengkak hingga dua atau tiga kali lipat.
Nurfazri, Aggota Komisi IV DPRD Riau lainnya, mengaku bahwa dirinya juga mendapat aduan yang sama. Bahkan ia mendapati ada tiga rumah kosong yang tagihan listriknya tetap ditagihkan terus-menerus. Padahal bisa dikatakan rumah kosong tersebut sama sekali tidak ada penggunaan listrik. (riaupos.jawapos.com)
Adapun pihak PLN dengan huru-hara yang telah mencuat itu memberikan alasan mengapa tagihan listrik naik begitu tinggi. Pada hari Senin (8/6), Senior Executive Vice President (SEVP) Departemen Bisnis & Pelayanan Pelanggan PT PLN Yuddy Setyo Wicaksono menanggapi keluhan seorang warga yang mengalami kenaikan tagihan listrik melalui live streaming saluran resmi YouTube milik PLN.
"(Kenapa rumah kosong tagihan naik?) Logikanya kan tidak. Pernah ada keluhan sama, kami cek ke lapangan. Sebelumnya kosong, kemudian terisi. Apalagi pas rata-rata diambil bulan sebelumnya kosong, sehingga catatan nilainya rendah. Bulan berikutnya gak kosong, lalu tagihan membengkak 10 kali lipat. Setelah cek data, ternyata penghuni bertambah dan kWh memang tinggi," kata Yuddy (idntimes.com).
Yuddy juga menyebutkan jika ada beberapa indikator yang menyebabkan lonjakan tagihan listrik. Di antaranya WFH atau bekerja di rumah. Saat WFH, Yuddy menjelaskan, penggunaan listrik melonjak karena digunakan sejak pagi hingga malam.
Fakta seperti ini membuktikan bahwa pemerintah abai terhadap kesulitan yang sedang dihadapi rakyatnya. Pemerintah seakan tidak peduli tentang jeritan-jeritan finansial rakyatnya di masa pandemi ini. Mereka tidak menyesuaikan pelayanan sektor strategis layanan publik di tengah krisis yang sedang mewabah. Kasarannya, semuanya terkesan terserah. Pengen listrik nyala ya harus bayar, kalau pengen gelap-gelapan ya terserah. Inilah kapitalisasi pada salah satu sumber daya alam yang sudah jelas merupakan hak masyarakat.
Islam memandang jika listrik adalah salah satu sumber daya alam yang kepemilikannya adalah kepemilikan umum. Itu artinya siapapun tidak boleh memonopoli listrik ini untuk kepentingan pribadi, baik itu pemerintah atau individu yang bernaung dalam perusahaan swastanya. Mereka tidak boleh menggunakan listrik ini sebagai sarana untuk mencekik rakyat dengan tarifnya yang selangit. Ini sama saja rakyat disuruh membeli sesuatu yang semestinya sejak lahir sudah menjadi hak mereka sebagaimana pendidikan dan kesehatan. Kalau seperti ini, maka tak ubahnya negara bagaikan sebuah perusahaan yang sedikit-sedikit mencari keuntungan.
Lalu bagaimana solusinya? Solusinya adalah kembali kepada Islam yang pasti akan menyelesaikan semua persoalan. Islam tak hanya agama yang mengatur ibadah-ibadah ritual saja. Tapi Islam juga mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk bernegara. Sistem pemerintahan yang menjadikan hukum syara' sebagai aturannya. Hukum syara' sendiri adalah aturan kehidupan untuk manusia yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta, Allah subhanahu wata'ala. Kalau sudah begini, masih mau meragukan kredibilitasnya?
Sudah menginginkan sistem Islam sebagai solusi persoalan? Tinggal satu langkah lagi agar Islam itu bisa benar-benar diterapkan dalam kehidupan. Sistem Islam tak akan pernah bisa berdiri sempurna jika hanya dijalankan oleh individu atau kelompok-kelompok kecil saja. Tetapi ia akan bisa benar-benar berdiri kokoh sebagai perisai umat jika diterapkan secara kaffah tidak hanya di level individu dan kelompok, tapi diterapkan oleh negara, yakni berupa institusi Khilafah Islamiyah.
Wahai ummat Islam, mari kita bersegera bergandengan tangan untuk memperjuangkan Islam hingga terterapkan di muka bumi ini. Ingatlah, Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum jika mereka tak berupaya untuk mengubahnya. Ayo bangkit dan melanjutkan perjuangan bersama-sama demi sebuah kemenangan. Allahuakbar![].