Radikalisme? STOP, Fokus Atasi Pandemi Saja



Oleh: Nabila Zidane
Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban

Pemerintah telah memperbarui data pasien positif virus Corona pada konferensi pers di Graha BNPB, Jumat (10/7/2020)  pukul 15.30 WIB.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Republik Indonesia, Achmad Yurianto mengatakan pada hari ini terjadi penambahan kasus, baik yang positif, dinyatakan sembuh, maupun meninggal dunia.

Berdasarkan laporan data tersebut, tercatat adanya 1.611 kasus baru. Total kasus yang terjadi di Indonesia sebanyak 72.347 pasien positif virus Corona.(palu.tribunnews.com, 10/7/2020)

Namun dengan kondisi darurat seperti itu pemerintah juga dituntut untuk serius dan tegas dalam menangani radikalisme yang muncul di tengah pandemi. Apalagi tema atau topik Islam sering menjadi trending topik di twitter seperti #islamsolusiatasipandemi , #khilafahajaranIslam dan lain sebagainya.
Hal ini membuktikan bahwa umat Islam mulai sadar akan kebutuhan mereka akan Islam dalam menuntaskan berbagai masalah yang ada saat ini, salah satunya adalah masalah pandemi ini.

Ini yang membuat kaum liberal semakin kebakaran jenggot. Wajar kalau di tengah pandemi seperti ini program deradikalisasi ikut di seriusi. Tampaknya radikalisme tidak akan pernah hilang dari pikiran mereka demi menjegal kebangkitan Islam kaffah.
Ketakutan, dengki, kebencian itulah kata yang tepat untuk menggambarkan the never-ending war of crusade(perang salib), yang tak pernah berakhir antara Islam dan kafir. Counter violance extremism dideraskan di negeri-negeri Muslim melalui program deradikalisasi. Program inipun melibatkan akademisi dan peneliti Muslim yang pro liberal demi memperkuat argumentasi mereka bahwa penerapan Islam kaffah akan membawa masalah bagi Muslim dan dunia.

Hal itu pula yang terjadi di Indonesia. Saat kaum Muslimin yang kritis terhadap penanganan wabah Covid-19 yang amburadul kemudian mengkomparasinya dengan cara penanganan Islam yang jitu terhadap wabah. kalangan pembenci Islam meradang, mereka mencoba mengkaitkan #islamsolusiatasipandemi sebagai benih-benih radikalisme dan bakal menuai ujaran kebencian.
Ini bukan pertama kalinya Rezim dan para cheerleadersnya sering menyudutkan dakwah Islam kaffah.

Padahal kaum Muslim yang memaparkan keunggulan Islam dan menegaskan khilafah adalah ajaran Islam hanya berdakwah, hanya mengingatkan kaum Muslimin yang saat ini melupakan solusi Islam yang dipandu oleh Al-Qur'an, sunah, ijma' sahabat dan qiyas.
Kelompok dakwah ini hendak mendekatkan kaum Muslimin hari ini dengan praktek Islam pada masa Rasulullah Muhammad Saw. dan kekhilafahan setelahnya.

Apakah itu salah? Jika seorang Muslim ingin kembali kepada syariat agamanya ketika hendak menyelesaikan berbagai permasalahan hidup mereka? Bukankah katanya ini negara demokrasi yang menjamin kebebasan setiap manusia untuk menyampaikan pendapat? Menjamin manusia untuk menjalankan agama sesuai keyakinannya, menjamin kebebasan manusia untuk menentukan segala perbuatannya? Ternyata kebebasan itu tidak berlaku bagi umat Islam yang hendak menjalankan syariat Islam secara kaffah. Inilah omong kosong demokrasi dan HAM. Masihkah kita mau menerimanya?

Solusi Islam Atasi Pandemi
Islam menawarkan tiga prinsip dalam menangani wabah
Pertama, penguncian areal wabah(lockdown).
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Apa bila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apa bila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.“ (HR Imam Muslim).

Kedua, pengisolasian yang sakit.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, ”Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhari)
Ketiga, pengobatan hingga sembuh.
Kendali mutu berpedoman pada tiga strategi utama. Yaitu: a. Kesederhanaan aturan; b. Kecepatan layanan; c. Dilakukan individu yang kompeten dan capable.

Selain itu negara juga berkewajiban melakukan berbagai penelitian demi mengatasi pandemi dan menjaga nyawa rakyatnya. Di masa kejayaan Islam, ilmuwan mendapatkan dana penelitian yang besar dari baitul maal (lembaga keuangan negara Khilafah saat itu) dan didukung langsung oleh Khilafah, sehingga mereka bisa fokus dengan penelitian dan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Kalau para juru bicara program deradikalisasi itu mau jujur dan ironinya mereka justru didominasi oleh Muslim terdidik dan terkenal. Mereka jelas akan mengakui hanya Islam yang patut dijadikan sebagai rujukan sebagai solusi atas semua masalah, baik masalah pribadi ataupun publik. Masalah agama ataupun politik, masalah perempuan maupun laki-laki. Semua pasti tuntas oleh syariat Islam. Sebagaimana firman Allah, 
ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۦ ۚ وَقَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ ٱلْمَصِيرُ
Artinya : Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".
(QS. al-Baqarah[2]: 285)

Ayat diatas sudah cukup bagi Muslim sebagai jawaban atas ketinggian kaum kafir munafik dan sekutu-sekutunya.
Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak