Oleh: Ayra Naira
Aktivis Dakwah)
“Program ini diluncurkan agar kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan dunia kerja”. Kata Wikan Sakarinto, Dirjen Pendidikan Vokasi, (Kagama.co, Selasa,26/5/2020). Pernyataan tersebut berkaitan dengan program terbaru yang dikeluarkan pemerintah tentang “Pernikahan Massal”. Dimana sekitar 100 prodi vokasi di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) melakukan pernikahan massal (Link and Match) pada tahun 2020 dengan puluhan bahkan ratusan industri.
Hal tersebut sebenarnya bukan hal yang baru di dunia pendidikan karena beberapa negara telah menerapkannya yang dikenal dengan istilah “ Triple Helix”,dimana adanya kerja sama antara pemerintah, universitas dan dunia industri. Dan Indonesia baru menerapkan saat ini untuk mendukung program Revolusi Industri 4.0.
Sungguh jika kita kembali pada UUD 1945 pasal 31 ayat 3 maka bisa kita lihat tujuan dari sistem pendidikan di negara tercinta kita ialah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun lihatlah sekarang, bahwa tujuan pendidikan ialah untuk mencetak generasi masa depan bangsa ini sebagai buruh perusahaan.
Tak ayal jika akhir-akhir ini sekolah berbasis kejuruan bertebaran begitupun sekolah vokasi. Tentu ini sejalan dengan program menteri pendidikan, Nadiem Makarim yang ingin agar sekolah-sekolah SMK dan Politeknik di negara kita setara dengan yang terbaik di dunia. Dia juga mengatakan bahwa industri mesti melihat SMK ataupun vokasi sebagai lembaga pelatihan para pekerjanya. (Merdeka.com, 27/06/2020).
Tentunya dengan harapan bahwa lulusan sekolah tersebut bisa langsung siap kerja di dunia industri. Begitu sempitkah pandangan mengenai pendidikan di negara ini?
Jika berbicara Pendidikan maka tak lepas dari generasi muda saat ini. Sangat memprihatinkan. Generasi muda alay, miskin akan akhlak, fenomena yang sering kita jumpai.
Bagaimana ingin menghasilkan generasi muda penggerak peradaban jika sistem pendidikan kita kacau balau, mulai dari sistem zonasi, UKT yang memberatkan, kurikulum yang berganti setiap periode pemerintahan. Maka jangan heran jika banyak dari generasi muda saat ini acuh dan bersikap bodo amat akan apa yang terjadi di negara ini. Karena mereka memang dipersiapkan untuk menjadi budak korporasi.
Tidakkah kita mempunyai contoh sistem pendidikan pada masa Khilafah dulu, yang menjadi mercusuar peradaban pada masanya. Tentu kita tidak asing dengan nama ini Ibnu Sina, Al-Kharizmi, Ibnu Khaldun, Abbas Ibn Firnas, Ibnu al-Nafis, dan lain sebagainya. Apakah mereka dicetak untuk menjadi budak korporasi? Tentunya tidak.
Mereka telah menorehkan tinta emas dalam dunia ilmu pengetahuan dan nama mereka abadi hingga saat ini. Mereka menjadi founder penemuan teknologi canggih saat ini, dan menjadi rujukan para ilmuwan Barat. Mereka tidak hanya ahli dalam bidang sains tapi juga ahli dalam bidang ekonomi dan sosial. Hal ini tentu tidak hanya karena sistem pendidikannya tapi juga didukung dengan sistem pemerintahannya.
Dalam sistem pemerintahan Islam, Pendidikan merupakan hak seluruh warga negara, dan negara wajib memenuhinya. Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas baitulmal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada Ijma' sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitul maal dengan jumlah tertentu.
Khilafah meletakkan prinsip, kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah islam. Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya.
Sejarah telah membuktikan bahwa Peradaban Islam telah menjadi role model dalam dunia pendidikan jauh sebelum bangsa Barat, dimana pada saat itu bangsa barat masih mengalami masa kegelapan (dark age). Bahkan sejarawan Montgomery Watt dalam bukunya membuat sebuah pengakuan, “ Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan Islam yang menjadi dinamo-nya, Barat bukanlah apa-apa.”. Lantas sampai kapan kita bertahan dengan sistem ini?
Wallahu a’alam bis-shawab
Tags
Opini