Perubahan dan Sensor Kurikulum : Ada Apa?





Oleh : Desi Marzani
(Tenaga Pendidik Madin Dan Aktivis Dakwah)

Akhir –akhir ini muncul narasi negatif  dan ide penyesatan sistematis yang diarahkan pada agama Islam. Ini merupahkan upaya-upaya nyata mendistorsikan ajaran Islam, dan ingin menafsirkan makna baru terkait ajaran islam yang dikemas dalam sudut pandang Sekulerisme, dan  Liberalisme. Hal ini dimulai dengan pernyataan ke menag bahwa “Menag telah melakukan sensor dan perombakan pada 155 judul buku pelajaran agama islam yang dinilai memuat konten radikal ekslusif. Mencakup lima mata pelajaran, yakni Akidah Akhlak, Fikih, sejarah kebudayaan islam, Alqur’an dan Hadish, serta Bahasa Arab”.(CNNIndonesia.com, 02/07/2020).
Dan juga dilanjutkan dengan pernyataan bahwa mulai tahun pelajaran 2020/2021, pembelajaran di  MI, MTs, dan MA akan menggunakan kurikulum baru untuk pendidikan agama islam dan bahasa arab, KMA 183 tahun 2019 ini akan menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Arab pada madrasah, “ kata direktur kurikulum , sarana, kelembagaan, dan kesiswaan (KSKK) madrasah kemenag Ahmad Umar dalam rilis yang diterima detikcom pada sabtu (11/7/2020). 
Kalau kita perhatikan terkait perubahan kurikulum, dari sisi mata pelajaran masih sama tidak ada perubahan dan sama tetap diajarkan. Namun perbedaan kurikulum yang lama dan kurikulum yang baru dilihat dari sisi arus utama mata pelajaran tersebut, yaitu arus utama yang dipakai dalam mata pelajaran utamanya adalah menghadirkan ruh arus moderasi. Kurikulum moderasi ini makin kuat mendapat legitimasi dengan beberapa perubahan KMA (keputusan menteri agama) 183 tahun 2019 ini. Kemudian  ada perubahan makna jihad dari kata qital yang artinya perang digantikan dengan memaknai jihad dengan kata secara bahasa sungguh-sungguh. Dan mengarahkan setiap peserta didik  untuk memahami dan melihat bagaimana jihad itu dimaknai dengan belajar atau menuntut ilmu itu adalah bagian dari jihad. Selanjutnya makna khilafah, yaitu pada tahun 2018 yang lalu heboh soal ujian yang ditarik dan disebut tidak tepat yang memandang bahwa khilafah sebagai pemerintahan islam tidak relevan . Ini jelas ingin menghadirkan ruh khilafah dan jihad ditafsirkan sesuai  dengan perkembangan zaman dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman yang pastinya tentu akan sesuai dengan arus sekelurisme dan arus liberalisme.  

Latar Belakang Urgensitas Kurikulum Pandangan Pemerintah
Kampanye modernisasi dan moderasi Islam sudah diaruskan sejak lama,baik level global maupun lokal. Moderasi Islam berbicara mengarah pada pada liberalisasi pemikiran Islam. Modernisasi atau moderasi Islam pada hakikatnya adalah sesuatu diluar Islam. Di Indonesia, dalam ranah pendidikan, pemerintah bersemangat mengampanyekan moderasi Islam. Bahkan, konten-konten “Radikal” dalam pendidikan agama Islam dihapus, direvisi atau direposisi. Ajaran jihad dianggap sebagai inspirasi terorisme. Harus ada tafsir ulang. Dan mengubah ajaran khilafah tidak ada lagi dalam rumpun fiqih, tetapi ditempatkan dalam sejarah masa lalu. moderasi yang di aruskan pemerintah dalam kurikulum ini, untuk memperkuat aturan-aturan sekuler. Karena memang dari awal negeri ini sudah mengadopsi sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Agama diperbolehkan mengatur perkara ibadah spritual saja, yaitu sholat, puasa, zakat, dan naik haji sesuai dengan aturan islam. Namun untuk urusan pengaturan kehidupan sosial bermasyarakat, dalam pengaturan ekonomi, politik, termasuk bidang pendidikan maka pengaturannya diserahkan pada manusia tersebut dengan menggunakan aturan buatan manusia, dan ruang agama tidak diperbolehkan untuk mengatur kehidupan kaum muslim. 

 Untuk itu dalam sisi pendidikan harus disesuaikan dengan arus moderasi tersebut. Agar hukumnya sesuai dengan yang di adopsi yaitu sekuler, serta dapat lebih  menguatkan aturan-aturan sekuler di negeri ini. Maka  harus diterapkan pendidikan yang moderasi tadi. Namun hukum yang berasas moderat atau sekuler ini sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Khususnya permasalahan yang dihadapi oleh umat islam di negeri ini, justru yang mampu menyelesaikan masalah adalah islam, ketika islam diterapkan dalam naungan syariah islam. Yang menjaminnya adalah Allah swt yang menggengam langit dan bumi beserta isi nya. 
Bahaya Arus Moderasi yang Berkembang
Arus moderasi islam saat ini memang sangat kuat, karena di aruskan penguasa baik level global maupun lokal. Bahkan sebagian masyarakat masih percaya dengan moderasi ini, karena hanya mendapatkan informasi bahwa moderasi bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dinegri ini, menyejeterakan dunia wal akhirat, memang ada framing dari media yang dikuasai penguasa. Dan kurang informasi yang benar bahwa islam memberi solusi yang hakiki. Islam moderat adalah islam sekuler, yang pada akhirnya perilaku tersebut bertentangan dengan Allah dan Rasulnya sehingga merasa apa yang dilakukannya benar. Padahal Allah menginginkan masuk Islam secara kaffah.
 Di dalam surah Al-Baqarah yang artinya “ Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam secara keseluruhan. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian.”( Alqur’an surah Al-Baqarah ayat 208). 
Bukan malah sebaliknya, tidak mengambil islam secara sempurna dalam artian tidak mengambil islam secara  prasmanan, mengambil sebagian yang disukai dan meninggalkan sebagian yang tidak disukai bahkan mengambil yang menguntungkan saja. 
Perintah Allah kaffah dan perintah moderasi sekuler. Kurikulum arus moderasi ini sangat bahaya bagi umat islam, ketika ajaran jihad dan khilafah dialihkan dalam pelajaran sejarah, maka bahayanya adalah dianggap sebagai ajaran sejarah yang tidak ada tuntutan dan dianggap sebagai kebudayaan islam semata. Hanya dijadikan sebagai pengetahuan dan khazanah islam. Sedangkan dalam fiqih dijelaskan hukumnya dan kewajibannya. Sehingga bermaksud menghilangkan gambaran pemerintah islam itu sebagai pemerintahan islam yang relevan sampai kapan pun. Dan khilafah adalah ajaran islam dan rasul nya, serta khilafah adalah kewajiban bagi umat islam yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak nanti. Jelas sangat berbahaya sekali ketika moderasi ini dimasukkan dalam pendidikan, akan menjadi penyesatan secara sistematis pada umat Islam. generasi yang seharusnya memperjuangkan tegaknya khilfah bisa berbalik arah menentang ajaran Islam dan menyingkirkankan dari kehidupan. Na’uzubillahi min zalik tsumma na’uzubillah.
Islam menyorot Kurikulum di negri ini
Sebenarnya kurikulum moderasi ini sudah lama dibedahkan dalam artian disekulerkan sejak lama,  yaitu fakta adanya  sekolah umum dan sekolah islam. Sekolah umum yang belajar agama dengan waktu yang sangat minim 2 jam dalam satu minggu, bahkan tidak di didik dengan Islam. Padahal mayoritas mereka yang bersekolah di umum adalah umat islam tapi mereka tidak di didik dengan agama islam. Hasilnya generasi islam mayoritas tidak berpegang teguh pada agamanya, tidak lagi memiliki pribadi yang unggul dan tidak memiliki ciri khas sebagai seorang muslim, tidak ada  pebedaan antara kaum muslim dengan yang lain, lebih parah lagi tidak ada rasa bersalah ketika melanggar syariah islam. 
Disisi lain, akar pendidikan Indonesia yang mengambil asas sekuler menyebabkan pendidikan kehilangan ruh dan tujuan. Pendidikan di negeri ini bukannya melahirkan manusia beradab, tapi malah menghasilkan berbagai  problem “kenakalan”, maka  wajah pendidikan akan semakin mendung nan gelap.
Persoalan moderasi kurikulum sudah menunjukkan dampak mayoritas generasi islam tidak malu bermaksiat pada Allah, mayoritas generasi islam tidak memperjuangkan kemuliannya yaitu agamanya (Islam). Generasi kita berada dalam cengkraman moderasi yang sangat berbahaya dan mengamputasi ajaran islam. Seharusnya semua umat islam mendapatkan pelajaran agama islam secara kaffah, kemudian mempelajari ilmu pengetahuan umum dengan tetap berada dalam koridor islam, kemudian  mendapatkan skill untuk mengarungi kehidupan sesuai dengan  tuntutan dalam syariah islam. 
Pendidikan dalam sistem khilafah
Sebagai suatu peradaban, peradaban Islam merupahkan peradaban terbesar yang di kenal manusia yang memiliki capaian tertinggi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Seluruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikenal manusia dewasa ini memiliki akar secara langsung dari peradaban Islam. Peradaban islam telah mengambil, memilah, memurnikan, serta memodernkan berbagai pengetahuan dari peradaban-peradaban sebelumnya (Yunani, Romawi, Tiongkok, India, dan Persia ) hingga kita di era modern mudah mencernanya (geraudy, 1982). 
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, ulama besar Palestina alumni Al Azhar menandaskan bahwa pendidikan adalah elemen penting peradaban. Pendidikan adalah salah satu penjaga Islam dimana hasilnya akan mewarnai masyarakat untuk ikut bersama-sama menjaga bangunan  kehidupan islam. Ketika pendidikan islam dilalaikan oleh negara (sebagai pengelola utama pendidikan) maka akan lahir generasi yang lepas dari pemahamannya terkait ideologi Islam.
Sejarah membuktikan ketika negara Islam di suatu masa melalaikan pendidikan Islam (seperti pada kurun abad VII-IX masehi), efeknya peradaban Islam mengalami kemunduran yang cukup parah. Syekh Taqiyuddin menyebutkan setidaknya ada tiga tujuan pendidikan Islam, 
Pertama, adalah membentuk syakhsiyyah atau kepribadian Islam. Inilah elemen terpenting pendidikan Islam. Apabila pendidikan Islam gagal membentuk kepribadian Islam, itu artinya pendidik Islam menggerogoti tubuhnya sendiri.
Kedua, adalah untuk menanamkan tsaqofah Islam. Tsaqofah Islam adalah unsur yang dibutuhkan untuk melakukan ijtihad dan istinbat hukum dari nash-nash syara’. Ijtihad dan Istinbat hukum merupakan napas peradaban Islam. dengan adanya dua hal tersebut, problematika manusia bisa dipecahkan dan kehidupan bisa tertata sesuai dengan syariat Islam.
Ketiga, adalah mengajarkan life skill atau ilmu kehidupan. Islam adalah agama yang memahami fitrah kehidupan manusia. Manusia memerlukan ilmu dan tata cara untuk bertahan mengarungi kehidupan. Untuk itulah life skill wajib dipelajari dan di arahkan dalam koridor Islam. dari ketiga hal di atas, syakhsiyah menjadi kunci utama, karena apabila manusia memiliki kepribadian Islam yang mantab, maka ia memiliki semangat untuk mengkaji tsaqofah Islam dan ilmu kehidupan.

Beliau juga membagi pendidikan Islam berdasarkan waktu pelaksanaannya. Yaitu, pada saat sudah berdirinya negara Islam dan saat sebelum berdirinya negara islam. ketika negara Islam telah berdiri, maka segala konsep dan metode diemban oleh negara dan dilaksanakan dalam bentuk kurikulum negara yang wajib dilaksanakan oleh semua level jenjang pendidikan. Namun ketika negara yang berdasarkan Islam belum hadir seperti saat ini, maka beban tanggung jawab pendidikan tersebut jatuh pada dua pihak. Pertama, adalah sekolah sebagai unit terkecil pelaksanaan pendidikan. Sekolah adalah tempat untuk menanamkan tsaqofah Islam dan ilmu kehidupan. Namun sayangnya, sehebat apapun sekolah, dia tidak mampu berperan membentuk syakhsiyah Islam. Peran  pembentuk kepribadian Islam jatuh pada harakah atau gerakan Islam yang memiliki tujuan kebangkitan yang jelas serta mengemban aqidah dan ideologi Islam yang jernih dan murni sehingga mampu membangkitkan serta mengarahkan manusia untuk berjuang menegakkan ideologi Islam. Wallahu a’lam.

Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-5089553/kemenag-keluarkan-kma-183-tahun-2019-untuk-madrasah-ini-isinya

Taqiyuddin an-Nabhani, 2003. Al-syakhsiyah Al-islaamiyyah (jilid 1). Dar al-Ummah: Beirut

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak