Oleh: Ummu Ainyssa*
"Waa Mu'tashimaah…!!” “Di mana kau Mu'tashim….Tolonglah aku!!"
Begitulah teriakan yang sudah legendaris dari seorang budak muslimah dari Bani Hashim yang mengalami pelecehan oleh kaum Romawi, ia berteriak memanggil dan meminta tolong kepada Khalifah. Teriakan itu kemudian disampaikan kepada khalifah oleh seorang pemuda muslim yang kebetulan mendengarnya.
Seketika saat mendengar berita itu, sang khalifah pun langsung mengutus puluhan ribu pasukan yang panjangnya dari istana Khalifah di Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki) untuk menolong seorang muslimah tersebut. Hingga akhirnya khalifah berhasil menyelamatkannya.
Begitulah sikap seorang khalifah dalam negara Islam, jika seorang wanita yang mengalami pelecehan saja beliau bantu dengan puluhan ribuan pasukan, apalagi jika sampai ratusan, ribuan atau bahkan jutaan kaum muslim yang teraniaya atau terzalimi. Seperti yang dialami saudara semuslim kita, muslim Rohingya.
Gelombang kekerasan yang terjadi sejak tahun 2012 terhadap warga Rohingya membuat sebagian besar dari mereka terpaksa keluar dari Myanmar melalui jalur laut. Sejak kekerasan marak di negara bagian Rakhine, bulan Agustus 2017 lalu, diperkirakan sebanyak 700.000 warga Rohingya mengungsi dan sebagian besar melintasi perbatasan darat ke Bangladesh.
Menurut berita di BBC News, 25 Juni 2020 lalu, sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak ditemukan terdampar sekitar 4 mil di Pesisir pantai Seunuddon, kabupaten Aceh Utara pada Rabu (24/06/2020). Saat itu kapal yang ditumpanginya tenggelam. Mereka dibawa ke bekas Kantor Imigrasi di Punteut Kota Lhokseumawe pada Kamis sore.
Kekerasan bermula saat Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari anak benua India. Mereka mengurung warga Rohingya di puluhan ribu kamp konsentrasi yang tersebar di negara bagian Rakhine, untuk memisahkan warga minoritas muslim dari populasi budha di sana.
Berpuluh-puluh tahun warga Rohingya meneriakkan SOS (Save Our Souls) namun tidak ada satupun negara yang bisa menolong mereka, hingga mereka menjadi manusia perahu.
Sesungguhnya apa yang menimpa kaum muslim Rohingya ini hanyalah salah satu contoh kezaliman yang dialami kaum muslim. Di luar itu masih banyak lagi saudara kita yang mengalami kezaliman yang sama, seperti saudara muslim kita di Palestina, Suriah, Iraq, Kashmir, China dan sebagainya. Yang bisa jadi apa yang mereka alami jauh lebih keras daripada muslim Rohingya.
Semua masalah yang terjadi ini tidak lain karena konsep Nation State (negara bangsa) yang semakin mempersulit negara-negara lain untuk menolong negara muslim lainnya. Sejak runtuhnya khilafah tahun 1924 M lalu kaum muslim kini terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara. Kaum muslim terombang-ambing tidak lagi memiliki pemimpin yang bisa melindunginya.
Hanya khilafahlah yang mampu menolong muslim Rohingya dan juga muslim di seluruh dunia dari ketertindasan dan kezaliman yang dialami selama ini. Sebab hanya negara khilafah lah yang bisa menerapkan konsep bahwa muslim yang satu dan yang lainnya bagaikan satu tubuh dan tidak ada lagi sekat-sekat kebangsaan.
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang adalah bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam" (HR Muslim)
Inilah salah satu hadist Rasulullah saw. tentang ukhuwah kaum mukmin yang diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir.
Dari hadist ini Rasulullah saw. menggambarkan bahwa perumpamaan umat Islam adalah bagaikan satu tubuh, serta memerintah kan kita apabila ada seorang mukmin atau kelompok yang menderita kesulitan atau kesedihan maka sudah seharusnya mukmin yang lainnya juga merasakan hal itu. Itulah makna ukhuwah yang sesungguhnya.
Konsep ukhuwah ini hanya bisa terealisasi dalam negara yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Khalifah atau imam memposisikan negara layaknya junnah atau perisai yang bertanggung jawab menjamin keselamatan jiwa seluruh rakyatnya tanpa terkecuali dalam keadaan apapun. Khalifah akan melindungi umat Islam dari berbagai mara bahaya, keburukan, kemudaratan, kezaliman, dan sejenisnya.
“Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya)“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).
Khalifah akan melindungi umat Islam dari berbagai mara bahaya, keburukan, kemudaratan, kezaliman, serta menjaga kehormatan umat, termasuk di dalamnya nyawa seorang muslim. Bahkan di dalam Islam hilangnya nyawa seorang muslim lebih besar perkaranya daripada hilangnya dunia.
Dari Al-Bara' bin Azib ra, nabi saw. bersabda: "Hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim tanpa hak". (HR An Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan di shahihkan al-Albani)
Hal itu juga ditegaskan oleh Allah S.W.T dalam firman-Nya : "Siapa saja yang membunuh satu orang bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh Manusia" (QS Al Maidah:32)
Bukan hanya terhadap kaum muslim saja, akan tetapi Khilafah juga menganggap semua orang yang tinggal di negara Khilafah sebagai warga negara Islam, sehingga mereka semua berhak mendapatkan perlakuan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi antara muslim dan non-muslim ahlu dzimmah. Negara wajib menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka.
Maka dari itu sudah saatnya kita semua bersama-sama berjuang untuk tegaknya kembali negara yang akan menjadi junnah bagi seluruh warga negara, yakni Khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Wallahu A'lam bishawab.
*(Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Tags
Opini