MONOPOLI KAPITALIS DIDEPAN MATA, MASIHKAH HATIMU TIDAK TERGUGAH




Oleh : Ummu Aqeela 

Belilah tanah - mereka sudah tidak membuatnya lagi,' cetus Mark Twain. Itu adalah pepatah yang pasti akan membantu Anda dalam permainan monopoli, papan permainan yang telah mengajarkan anak-anak dari beberapa generasi untuk membeli properti, memenuhinya dengan hotel, dan membebani lawan sepermainan dengan harga sewa yang selangit jika kebetulan sampai ke petak tertentu. Penemu permainan ini kurang begitu dikenal, Elizabeth Magie. Magie menciptakan apa yang dia sebut permainan tuan tanah dan pada 1904 mematenkannya. Menggunakan papan sebagai sebuah sirkuit (yang merupakan hal baru pada saat itu), yang sarat dengan jalanan dan tanda dijual. 

Di bawah perangkat aturan, pemain diuntungkan setiap kali ada yang membeli properti baru, dan ketika pemain yang mulai mempunyai sedikit uang dapat melipatgandakannya dengan cara berhutang. Para pemain 'Monopoli,' mendapat keuntungan dari properti yang dia miliki, mengumpulkan uang sewa dari mereka yang tidak beruntung karena menginjaknya - dan siapa pun yang berhasil membuat bangkrut pemain lain akan muncul sebagai pemenang tunggal (terdengar sedikit familiar? )

Tujuan dari rangkaian aturan permainan ini, menurut Magie, agar para pemain dapat mengalami 'praktik sistem perampasan tanah. Permainan itu boleh juga disebut "Permainan Kehidupan,"' kata Magie, 'karena berisi semua elemen kesuksesan dan kegagalan di dunia nyata, dan objeknya sama seperti yang diperlihatkan pada ras manusia pada umumnya, yaitu akumulasi kekayaan yang saat ini disebut paham kapitalisme.

Berdasar permainan diatas, banyak fakta dan fenomena nyata yang menunjukan bahwa pemikiraan kapitalis sudah menjamur serta berkembang biak pada sistem perekonomian dunia saat ini tidak ketinggalan pula dengan Indonesia. Dampak yang dapat dirasakan secara riil adalah kekayaan menumpuk pada segelintir orang atau perusahaan tertentu, pengangguran semakin meningkat, negara kehilangan sumber-sumber pendapatannya, masyarakat terbebani oleh harga-harga yang terus melambung, sumber daya alam milik rakyat banyak dikuasai oleh pihak swasta dan pihak asing dan yang lebih ironis lagi rakyat terhalang untuk memanfaatkan dan menikmati milik mereka sendiri.

Fakta terbaru yang bisa kita saksikan, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menawarkan harga lahan lebih murah bagi perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Jokowi ingin harga lahan bisa lebih murah dari negara-negara lain agar Indonesia tak kalah saing. “ Kalau mereka (negara lain) memberikan harga tanah misalnya 500.000, kita harus bisa di bawahnya itu. 300.000 misalnya," kata Jokowi saat meresmikan Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6/2020) seperti disarankan dari akun YouTube Sekretariat Presiden.
"Kalau mereka memberikan harga tanah 1 juta, ya kita berikan harga 500.000," kata dia.
Menanggapi hal ini, Director Industrial and Logistics Services Colliers International Indonesia Rivan Munansa mengatakan setuju dan mendukung langkah Jokowi. Menurut Rivan, potongan harga harus diberikan untuk menarik minat investor asing supaya tidak terulang lagi kejadian investor yang urung masuk ke Indonesia.
“Ini kesempatan yang baik untuk menarik investor. Apalagi kalau pengurusan perizinan  dipermudah kemudian harga kompetitif tentu saja akan menarik buat investor," kata Rivan kepada Kompas.com, Rabu (1/7/2020).

Kejadian tersebut diatas semakin mengukuhkan bahwa Indonesia adalah surganya para kapitalis, karena membiarkan properti dan kekayaannya diobral ke pihak lain. Pengusaha atau para kapitalis swasta maupun asing hanya bermodal kertas (uang) dan ditukar dengan komoditi berkualitas yang dimiliki Indonesia. Uang itu sendiri adalah simbol kapitalisme dimana kertas yang sejatinya tak memiliki nilai, namun dapat digunakan untuk membeli segala kemewahan dunia. Tujuannya? Tentu saja materi, dengan dalih untuk kemajuan negeri namun justru sebaliknya makin membuat negeri ini diambang kepunahannya. Karena secara logika ketika melihat keadaan daerah yang mempunyai sumber daya yang melimpah seharusnya juga akan berdampak baik dengan kualitas kehidupan masyarakatnya. Namun kenyataan bertolak belakang, setelah pemerintah membuka pintu lebar-lebar investasi asing di Indonesia, saat itu juga rakyat hanya sebatas kacung para pengusaha. Adakah rakyat yang sejahtera? Tentu saja, rakyat yang bergelar pengusaha dan penguasa. 

Kapitalisme semakin merajalela karena sudah tidak ada lagi jiwa bertarung dalam generasi Indonesia, Bertarung yang dimaksud disini adalah bertarung melawan kapitalisme. Karena ketidak pahaman situasi politiklah yang membuat masyarakat cenderung diam mengikuti arus yang ada. Dampak negatif dirasakan, namun tidak ada gerakan yang berarti untuk memberikan perubahan. Dan pada akhirnya para kapitalis melenggang dengan indahnya didepan mata. Melawan kapitalisme di era sekarang ini memanglah tidak melalui peperangan yang fisik, karena kapitalisme adalah mabda maka cara menghancurkannya dengan mabda juga. Dan satu-satunya mabda yang benar adalah Islam. Karena dalam Islam dijelaskan dalam membina pemerintahan suatu negara harus memperhatikan kesejahteraan rakatnya. Sedangkan dalam faham kapitalis, sudah jelas bahwa rakyatlah yang dikorbankan untuk kesejahteraan penguasanya. 


Dalam Islam kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, tanah dan api (HR Ibnu Majah).
Rasul saw. juga bersabda:
ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, tanah dan api (HR Ibnu Majah).

Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola  sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).


Konsep kepemilikan dalam Islam tidak dapat berdiri sendiri, karena hal tersebut merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam yang merupakan bagian atau cabang dari sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah dibawah kepemimpinan Khalifah. Dalam Islam fungsi penting Khalifah adalah melindungi umatnya. Allah sendiri yang memberi jaminan bahwa tidak akan sengsara, umat manusia yang mengambil Islam sebagai keyakinan dan aturan hidupnya, termasuk menjadikan Islam sebagai solusi atas problematika yang dihadapi manusia di dunia. Sebab, Allah SWT Sang Pencipta dan Pengatur alam, kehidupan dan manusia telah menjadikannya sebuah agama yakni Islam sebagai rahmat bagi alam semesta dan seisinya.
Allah SWT Berfirman, “Hukum Jahiliyahkah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah SWT bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al-Mâidah [5]: 50). 

Wallaahu a’lam bishowab.



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak