Oleh : Elis Sulistiyani
(Muslimah Perindu Surga)
Belum padam keresahan masyarakat akibat pandemi covid-19, kini keresahan itu harus ditambah dengan wacana penghapusan pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh salah seorang guru guru MI di Desa Ujung Berung Kecamatan Sindangwangi, Dede. Beliau menyampaikan dalam PAI ada Sejarah Peradaban Islam, Quran Hadis, Aqidah Akhlak, dan lainnya. Jika PAI ini dihilangkan bagaimana generasi selanjutnya memahami agama? Selain itu wacana penghapusan Bahasa Arab juga menuai kritik, mengingat Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan untuk memahami Al-Quran dan hadis.
Selain itu Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah A Umar mengatakan bahwa Madrasah, baik Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), maupun Aliyah (MA), akan menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. mata pelajaran dalam Pembelajaran PAI dan Bahasa Arab pada KMA 183 Tahun 2019 sama dengan KMA 165 Tahun 2014. Mata Pelajaran itu mencakup Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab. Jadi beda KMA 183 dan 165 lebih pada adanya perbaikan substansi materi pelajaran karena disesuaikan dengan perkembangan kehidupan abad 21. (majalengka.radarcirebon.com, 13/06/2020)
Wacana ini memang cukup menghenyak, dan tak ayal menuai kritik berbagai kalangan. Bagaimana tidak pengahapusan PAI dan Bahasa Arab sebagai mata pelajaran disekolah akan memberikan dampak yang luar biasa. Selama ini agama dijalankan sebagai bagian dari norma yang ditengah masyarakat. Norma ini menjadi pembatas antara benar dan salah meskipun saat ini hanya dijalankan dalam beberapa apek saja dan belum menyeluruh. Pun penghapusan Bahasa Arab akan semakin membuat generasi Muslim kehilangan kemampuan untuk memahami agamanya sendiri, Islam. Selain itu dengan diterbitkannya KMA 183 seolah kental dengan bau moderasi Islam yang kian menambah sekelumit masalah pendidikan negeri ini.
Inilah jadinya jika sebuah negara jadi pengabdi sekulerisme. Seolah alergi jika urusan agama sudah merambah diluar urusan privat. Karena memang itulah tabiat sekulerisme, yang mesti memisahkan antara urusan agama hanya untuk ranah privat saja dan tidak untuk ranah umum apalagi negara. Padahal sejatinya agama adalah benteng dari gempuran pemikiran yang merusak generasi peradaban di masa depan.
Dan itulah yang sejatinya dipraktekkan Islam. Islam hadir bukan hanya sekedar sebagai agama yang mengingatkan jatidiri manusia sebagai makhluk dari Sang Khaliq. Lebih dari itu Islam adalah sebuah ideologi yang mampu melahirkan aturan yang mengentaskan berbagai macam problematika kehidupan manusia. Islam pula yang akan menyelamatkan umat manusia dunia dan akhirat.
Maka jika genarasi muslim saat ini tidak lagi mengenal agamanya akan semakin banyak genarasi yang rusak karena pemikiran barat. Virus liberalisme kian deras menerjang generasi muslim, mulai dari pacaran hingga free sex kini seolah tak lagi dianggap aib.
Selain itu aroma busuk moderasi islam yang kian kentara adalah salah satu cara yang digunakan Barat untuk mencegah bangkitnya Islam, memecah belah dunia Islam dan melanggengkan penjajahan Barat atas Dunia Islam. Siapa saja yang mau menerima dan mengakomodasi kepentingan penjajahan Barat akan disebut Muslim moderat. Mereka akan diberikan ‘carrot’, dipuji habis-habisan dan dipromosikan. Sementara siapa saja yang bertentangan dengan hal itu akan disebut Muslim radikal dan teroris. Mereka mendapatkan ‘stick’, artinya legal diperangi dengan cara apapun.
Rand Corporation dalam “Building Moderate Muslim Networks” menjelaskan karakter Islam moderat, yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan jender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang non sekterian, dan menentang terorisme.
Dalam ukuran yang lebih detil, Robert Spencer – analis Islam terkemuka di AS – menyebut kriteria seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuan hukum Islam kepada non muslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak supremasi Islam atas agama lain; menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh; mendorong kaum muslim untuk menghilangkan larangan nikah beda agama dan lain-lain.
Jadi sangat jelas bahwa gagasan Islam moderat ini digunakan untuk memberikan doktrin Islam gaya barat yang ditanamkan pada benak generasi umat Islam. Dengan gagasan ini barat berharap umat Islam akan terjebak pada ide mereka yang jahat itu serta mampu melanggengkan penjajahan mereka di dunia Islam.
Maka jelas segala bentuk wacana untuk mendiskreditkan Islam harus ditolak oleh umat Islam. Karena umat Islam hanya akan bangkit kembali saat dia memahami Islam bukan hanya sekedar agama semata, tetapi juga sebagai aturan kehidupan. Layaknya kejayaan yang berlangsung ratusan tahun silam kala Islam diterpakan secara sempurna.