Oleh: Siti Asiyah Nurjanah, S.Pd
Akhir-akhir ini kalangan mahasiswa telah menyampaikan protesnya atas minimnya perhatian pemerintah terhadap keadaan mahasiswa di masa pandemic ini, di mana biaya UKT dikabarkan naik. Sedangkan dimasa pandemic seperti ini tidak mudah untuk mendapatkan biaya yang cukup, jangankan buat bayar kuliah, buat makan sehari-hari pun susah. Meski pada akhirnya kemendikbud menetapkan ada skema penurunan UKT, di laman berita online “Direktur Jendral Pendidikan dan Kebudayaan Nizam memastikan tidak ada kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di masa pandemic virus corona (covid-19). Kemudian Nizam mengatakan, sesuai laporan yang diterima kemendikbud, jika terdapat PTN yang menaikan UKT, keputusan tersebut diambil sebelum masa pandemic dan diberlakukan kepada mahasiswa baru sesuai dengan kondisi ekonomi orang tua.” Ujarnya pada hari rabu, 3 juni 2020 (pikiran-rakyat.com)
Tidak hanya itu kemendikbud pun menganggarkan Rp. 1 Triliun untuk dana bantuan UKT dari laman berita online mengabarkan bahwa “kami mengalokasikan dana sebesar Rp.1 triliun, terumata mahasiswa PTS untuk meringankan beban UKT mereka sehingga mereka masih bisa lulus, masih bisa melanjutkan kuliah mereka, dan tidak rentan dropout,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem. (Minggu, 21 Juni 2020/ Kompas.com). Meski pemeritah terlihat membantu mahasiswa dalam masalah biaya UKT tetapi itu tidak semua kalangan mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan ini tertuju pada mahasiswa yang sesuai dengan kriteria syaratnya. Jadi sebenarnya bantuan yang ditawarkan oleh pemerintah sangat nangung dan tidak bisa sampai memberikan bantuan sepenuhnya kepada seluruh mahasiswa, padahal sedangkan itu sangat penting untuk kemajuan bangsa di negeri ini.
Semestinya disadari oleh masyarakat bahwa pendidikan adalah hak warga negara, dan seharusnya negaralah yang wajib menyediakan pendidikan secara gratis serta berkualitas, karena suatu negeri membutuhkan generasi muda yang berkualitas terhadap pendidikannya untuk memegang peradaban masa depan. Dan negara bukan hanya untuk mewujudkan penurunan UKT di masa pandemic saja tetapi harus sampai pada level menggratiskan biaya pendidikan di semua jenjang dan kalangan masyarakat karena negara adalah perisai bagi rakyatnya. Di samping itu negara pun tidak sepatutnya membiarkan berlangsungnya pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi generasi umat terbaik. Di samping itu,kondisi saat ini menunjukan bahwa penguasanya sangat abai terhadap rakyatnya serta menganggap rakyatnya sebagai kosumen yang bisa menguntungkan pribadi pengausa. Inilah potret sistem pengaturan di negeri yang menganut sistem kapitalis sekuler menjadikan pendidikan sebagai bahan produksi untuk mengahsilkan materi lebih banyak lagi. Padahal sekuler adalah paham yang sangat berbahaya bagi generasi muda karena ketika sekuler itu tumbuh sumbur di sistem pendidikan maka sudah bisa dipastikan kualitas intelektualitas mahasiswanya cenderung tidak berkualitas.
Berbeda dengan sistem Islam, di mana sistem Islam melahirkan sistem pendidikan yang berkualitas karena merujuk pada kurikulum aqidah, dimana aqidah itulah akar dari semua pemahaman yang akan didapatkan oleh para pelajar. Sistem Islam pun berhasil melahirkan sistem pendidikan gratis yang ditanggung sepenuhnya oleh negara tanpa ada syarat apapun. Biaya atas pendidikan gratis ini memanfaatkan dari semua sumber daya alam yang ada pada negeri Islam bukan dari utang luar negeri. Terbukti dari berhasilnya sistem pendidikan Islam yang melahirkan banyak sekali ilmuan yang sampai sekarang teori yang ditemukan oleh ilmuan muslim terdahulu masih digunakan dan dimanfaatkan untuk kemajuan teknologi pada saat ini. Maka hanya sistem Islam lah solusi tuntas untuk memecahkan masalah pendidikan dan tidak hanya masalah pendidikan saja, semua problematika umat pada saat ini pun solusinya hanya satu yaitu sistem Islam.
Wallahu a'lam.