Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd
(Guru SD Muhammadiyah Unggulan Jembrana)
Tepat pada tanggal 13 Juli 2020, Kemendikbud telah resmi membuka tahun pelajaran 2020/2021 untuk semua jenjang pendidikan. Namun proses pembelajarannya masih melihat kesiapan masing-masing daerah.
Nadiem menyebut, sekolah yang berada di wilayah zona hijau boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka, namun sekolah yang berada di zona merah tetap harus melaksanakan daring.
Pembelajaran tatap muka pun dilaksanakan secara bertahap, terbagi menjadi masa transisi dan masa kebiasaan baru. Diawali dengan jenjang SMP/MTs, dua bulan kemudian dilanjutkan jenjang SD/MI dan dua bulan lagi dilanjutkan dengan jenjang TK/PAUD. Namun, jika di dua bulan pertama terdapat peningkatan kasus Covid-19, maka proses pembelajaran tatap muka (PTM) harus ditutup kembali.
Arahan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Dikpora) Pemkab Jembrana melalui Surat Edaran No 800/…/PD.01/Dikpora/2020. Dalam surat edaran tersebut juga disebutkan pola pembukaan sekolah, yakni pembagian hari antara Pembelajaran Tatap Muka (PTM) atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Contoh saja di jenjang SD/MI dengan masa transisi paling cepat di bulan September dengan maksimal 15 siswa. Dijelaskan pula tentang pembagian hari PTM dan PJJ di masa transisi yakni 3 hari PTM, 4 hari libur, dan 7 hari PJJ (siklus 2 pekanan). Melihat siklus tersebut, sejatinya ada sisi baik dan buruk yang akan diterima oleh peserta didik maupun pendidik.
Berkaca pada jenjang SD/MI, maka para pendidik juga harus memiliki tingkat kekreatifitasan yang tinggi. Mengingat para peserta didik di jenjang ini masihlah perlu dibimbing dengan bimbingan yang ketat dan pembelajaran yang menyenangkan. Terutama pada PJJ di masa pandemi Covid-19 ini dan di masa-masa transisi. Namun jika kekreatifitasan pendidik tidak diasah, maka dapat dipastikan para peserta didik juga akan mengalami rasa bosan dan tidak semangat lagi untuk belajar. Apalagi ditambah dengan lamanya mereka tidak berinteraksi dengan buku-buku pelajaran.
Oleh karena itu, kegiatan upgrading untuk para pendidik juga perlu dilakukan, tak hanya mengasah kemampuan yang ada, namun juga untuk menambah wawasan dan mengembangkan kreatifitas dalam mengajar. Jangan hanya peserta didik saja yang diharuskan dalam memperluas wawasan tentang pendidikan, namun dalam diri seorang pendidik juga perlu diasah kemampuan cara mengajarnya.
Tak ayal jika di masa pandemi seperti ini banyak sekali diadakan pelatihan online tentang pembelajaran interaktif untuk para pendidik. Harapannya dari pelatihan tersebut, para pendidik mampu menyelenggarakan proses KBM yang inovatif dan menyenangkan.
Selama pandemi ini, banyak yang bisa dilakukan dalam membuat pembelajaran inovatif dan tidak membuat bosan peserta didik. Beberapa media yang bisa digunakan adalah Zoom meeting, Google Meet, Edmodo dan semisalnya.
Namun, itu semua tak dapat dilaksanakan dengan baik jika tak memiliki kemampuan dalam hal teknologi ataupun ketika jaringan internet yang buruk. Inilah sebagian sisi buruk yang bisa dialami oleh pendidik ataupun peserta didik. Oleh karena itu haruslah ada sistem pendukung dan regulasi yang baik dari pemerintah agar semua lini mendapat pelayanan pendidikan yang mumpuni.
Di dalam Islam, pendidikan menjadi salah satu bagian penting dalam peradaban manusia. Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim juga harus dilaksanakan. Kewajiban inilah yang akan menjadikan setiap Muslim untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu, karena ada ridho dan pahala yang besar dari Allah bagi yang melaksanakan dengan baik. Bukan hanya apresiasi di akhirat saja ,namun juga di dunia.
Ditegaskan dalam hadist riwayat Turmudzi rahimakumullah, “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya ilmu, dan barang siapa yang menghendaki keduanya, maka wajib baginya memiliki ilmu”.
Berawal dengan hadist diatas, maka kaum muslim, khususnya, akan merasa semangat lagi dalam menuntut ilmu. Apalagi ditambah dengan kisah honor pendidik di masa Umar bin al-Khattab, seorang pendidik digaji dengan 15 dinar atau setara dengan Rp. 30.000.000. Sungguh gaji yang cukup fantastis di masa itu. Tentu hal tersebut menjadikan banyak kaum muslimin menjadi seorang cendekiawan dan ulama’ shalih.
Oleh karena itu, jika ingin menghasilkan generasi seperti itu, haruslah dipahami bahwa belajar atau menuntut ilmu ini adalah sebuah kewajiban yang pertanggungjawabannya kepada Allah SWT. Dengan demikian, maka tak akan ada lagi kata-kata yang terlontar “ah, malas belajar”, atau “buat apa belajar, enakan jalan-jalan”dan kata-kata yang semisalnya.
Dari sinilah semangat para pendidik ataupun peserta didik harus dibangkitkan lagi agar semua insan dapat menjalankan kewajiban menuntut ilmu serta berhak mendapat jaminan pendidikan yang layak.
Allahu a’lam bish showab.
Tags
Opini