Oleh: Novita Mayasari, S.Si
Geger, aksi dukungan Unilever baru-baru ini terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender dan Queer (LGBTQ+) benar-benar telah membuat kegaduhan di seantero dunia. Bahkan kecaman di dunia maya pun mengalir deras. Sehingga banyak seruan untuk memboikot produk Unilever ini.
Unilever, siapa yang tidak mengenal brand ternama ini? yang merupakan perusahaan multinasional berkantor pusat di Rotterdam, Belanda dan London, Inggris. Tidak hanya memproduksi makanan, minuman, namun juga memproduksi pembersih, dan juga perawatan tubuh. Wajar apabila jutaan orang per hari menggunakan produk dari Unilever ini.
Nampaknya, Unilever saat ini harus siap-siap di tinggal konsumen dari kalangan muslim. Akibat dukungannya secara terang-terangan mendukung LGBT. Pasalnya seruan boikot pun telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Azrul Tanjung selaku Ketua Komisi Ekonomi MUI, menegaskan akan mengajak masyarakat untuk beralih pada produk lain. “Saya selaku ketua komisi ekonomi MUI akan mengajak masyarakat berhenti menggunakan produk Unilever dan memboikot Unilever,” kata Azrul. Republika, Ahad (28/6/2020).
Alhasil, seruan boikot produk Unilever semakin hari semakin membesar bak bola salju yang terus menggelinding. Memang, produsen bakal merugi dengan adanya aksi boikot ini. Hanya saja kerugian itu cuma sepersekian persen saja alias sedikit. Lalu, cukupkah menyelesaikan LGBTQ+ hanya bermodalkan boikot saja?
Dengan memboikot produk saja sesungguhnya tidak ada jaminan bahwa dukungan terhadap kebusukan dari LGBT akan dihentikan. Realitanya saat ini, ketika yang mendominasi sistem kapitalisme, MNC perusahaan Multinasional berikut Apple, Google dan lain-lain yang sangat setia mendukung LGBT dan berpijak pada "kebebasan" yang diagung-agungkan justru merekalah yang memberikan lahan subur dan mengokohkan bisnis mereka.
Sungguh pemberantasan dan perlawanan terhadap LGBT ini dibutuhkan upaya yang serius. Upaya yang bukan hanya parsial(sebagian) tetapi upaya yang sistematis sampai ke akar-akarnya. Dimulai dengan menghapus faham, sistem serta individu, masyarakat sampai institusi (lembaga) yang liberal. Tentunya diganti dengan sesuatu yang benar yang berasal dari Sang Pencipta Tuhan Semesta Alam (Allah Subhanahu wa Ta'ala).
Apalagi kalau bukan ideologi Islam. Ideologi ini mampu melahirkan individu, masyarakat bahkan sampai ke tingkat institusi(Lembaga) yang taat, bertakwa dan menebar rahmat. Insya Allah.
Semua ini akan terwujud dengan adanya institusi (negara) yang menaunginya. Sebuah institusi yang menerapkan sistem pemerintahan Islam yang di wariskan oleh baginda Rasulullah dan di teruskan para Sahabat. Di dalam Islam LGBT merupakan tindakan yang berdosa bahkan haram. Dengan
sistem Islam, maka negara mampu mencegah, memberantas dan memberi hukuman kepada para pelaku LGBT tanpa pandang bulu dan tanpa melihat keuntungan materi semata tentunya sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Selain itu masyarakat akan dibangun ketakwaannya, selalu diawasi perilakunya agar senantiasa sesuai jalur yang benar.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
..., Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. (QS. At-Talaq [65]: 2)
Tentu upaya yang seserius ini merupakan upaya yang seharusnya di lakukan oleh semua muslim. Bukan segelintir orang, bukan kelompok-kelompok kecil apalagi seorang diri. Sudah saatnya sebagai seorang muslim mengambil peran yang mulia ini untuk mewujudkan kembali institusi yang mampu memberantas kezaliman secara menyeluruh.
Wallahu a’alam bish-shawab
Tags
Opini