Oleh : Nurul Annisa
(Mahasiswi)
Beragam hal terjadi di tengah penerimaan siswa di setiap tahun ajaran baru. Terlebih di tengah pandemi saat ini, banyak aktivitas yang dibatasi dan harus dilakukan secara daring membuat para orangtua siswa harus beradaptasi dengan hal baru tersebut. Masih sama dengan tahun ajaran sebelumnya, tahun ajaran 2020/2021 juga memberlakukan sistem zonasi berupa jarak tempuh dari rumah siswa ke sekolah yang ditujunya. Permendikbud No 44 Tahun 2019, pasal 25 (1) menyatakan, seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
Lihat:(https://www.vivanews.com/indepth/fokus/54085-terganjal-usia-di-ppdb?medium=autonext)
PPDB di DKI Jakarta tidak berjalan dengan mulus, sebab banyaknya protes dari orangtua siswa terkait sistem seleksi usia di tengah sistem zonasi yang diterapkan. Banyak orangtua siswa yang mengkritisi hal tersebut, Seperti Protes keras orangtua murid terjadi saat konferensi pers Dinas Pendidikan DKI Jakarta di Kantor Disdik DKI, Kuningan Jakarta Selatan, Jumat pagi (26/06/2020). Orangtua murid yang diketahui bernama Hotmar Sinaga ini marah karena anaknya yang berusia 14 tahun, gagal masuk ke SMA, karena terlalu muda. Lihat:(https://www.kompas.tv/article/89743/tak-terima-adanya-sistem-zonasi-orangtua-murid-jelaskan-alasannya-mengamuk)
Banyaknya aduan dan protes yang diterima oleh Komnas Anak dari orangtua siswa tentang sistem zonasi dan pembatasan usia pada PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) membuat mereka menuntut agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk membatalkan proses PPDB DKI Jakarta dan mengulang kembali proses penerimaan murid. Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta tahun ini dibatalkan atau diulang. Alasannya, kebijakan batas usia yang diterapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Karena penerapan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 di tempat yang lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Batam, Riau, itu tidak bermasalah, karena dia menerapkan Pasal 25 ayat 1 yang mengedepankan afirmasi zonasi, jarak dan paling akhir nanti usia untuk kuota berikutnya. (https://www.vivanews.com/berita/metro/54205-bermasalah-komnas-anak-desak-ppdb-dki-jakarta-diulang?medium=autonext)
Betapa ribet dan menyusahkannya sistem penerimaan siswa baru yang membuat orangtua siswa geram dan merasa disulitkan dengan sistem zonasi dan seleksi berdasarkan usia. Hal ini adalah potret nyata kegagalan negara dalam menjamin layanan pendidikan dengan pemberlakuan kuota dan terbatasnya kemampuan menyediakan fasilitas pendidikan yang membuahkan sistem zonasi. Kondisi seperti ini apabila dibiarkan dan tidak diselesiakan hingga ke akar masalahnya maka akan terus terjadi beragam kisruh baru setiap tahunnya dan berujung pada penelantaran hak umat, yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan.
Islam yang bukan hanya sebagai agama ritual melainkan sebagai sebuah ideologi dengan seperangkat aturan lengkapnya untuk mengatur kehidupan, telah memberikan jaminan hak pendidikan kepada seluruh warga negaranya. Karena di dalam Islam pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Penyediaan fasilitas, sarana dan tenaga pengajar yang mumpuni adalah tugas negara di dalam Islam. Peningkatan kualitas hidup suatu bangsa berkaitan erat dengan peningkatan kualitas pendidikan warga negaranya.
Tidak hanya menyediakan tenaga pengajar yang mumpuni di bidangnya, negara di dalam sistem Islam pun menjamin tenaga pengajar yang bersyakhsiyah Islam sehingga menjadi teladan bagi muridnya. Pemenuhan hak warga negara dalam pendidikan tentu harus selaras dengan diterapkannya sistem pendidikan dan sistem ekonomi Islam serta sistem hidup lainnya agar syariah Islam dapat terwujud secara kaffah dan memberikan berkah kepada umat Islam khususnya dan kepada seluruh umat di dunia umumnya. Wallahu’alam Bisshawab.