Oleh: Nur Khasanah
Indonesia merupakan salah satu negara kaya. Letaknya yang strategis yaitu berada di wilayah Equator membuat Indonesia memiliki iklim tropis dengan hutannya yang luas, tanahnya yang subur seakan menjadi surganya berbagai jenis tanaman. Hewannya beragam dari sudut ke sudut kepulauannya. Kekayaan flora dan faunanya patut di acungi jempol. Selain itu, wilayah Indonesia yang berada di antara titik pertemuan 3 lempeng aktif dunia yaitu Eurasia, Lasifik dan Indo Australia memiliki kekayaan mineral tambang di bawah tanah. Di dukung pula dengan faktor geomorfologi yang terdiri dari pesisir, dataran rendah, dataran tinggi hingga pegunungan semakin melengkapi keanekaragaman sumber dayanya. Tak salah jika Indonesia mendapat julukan zamrud katulistiwaz. Tak salah jika tanah di Indonesia mendapat julukan tanah surga. Julukan negara agraris dan maritim pun di kantongi oleh Indonesia. Bagaimana tidak? Mengingat Indonesia memiliki tambang emas, gas alam, batu bara, hingga kekayaan perairan ada di dalam negeri ibu pertiwi yang terhampar dari Sabang hingga Merauke. Sebut saja Riau dengan kepulauan Natuna nya yang memiliki 6 blok pertambangan, dapat menghasilkan hingga ratusan ribu barrel minyak perhari. Papua dengan daerah tambang emas terbesar di dunia yang mampu mengasilkan berton-ton emas dan hasil tambang lainnya. Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan batu baranya yang bahkan dapat mengahasilkan sampai ribuah ton perharinya. Pulau Bangka di provinsi Bangka Belitung dengan timahnya yang melimpah. Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang menyimpan kekayaan gas alam. Belum lagi potensi hasil lautnya. Sekitar 62% wilayah Indonesia adalah daerah laut dan perairan. Tentu saja Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya laut yang luar biasa, khususnya di sektor perikanan. Kekayaan flora dan faunanya pun juga perlu diperhitungkan. Tentu saja dengan semua potensi ini, Indonesia merupakan negara yang kaya.
Tapi yang tampak justru sebaliknya. Jumlah orang miskin di Indonesia cukup tinggi. Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang (CNBC 01/20). Angka pengangguran pada Februari 2020 mencapai 6,88 juta orang. Belum lagi penggangguran akibat terdampak covid-19. Tentu ini semua hanyalah secuil yang terlihat bagai fenomena gunung es yang nampak hanyalah puncaknya sedang yang tak tampak justru lebih besar lagi. Belum pula hutang Indonesia per akhir Mei 2020 yang berada di angka Rp5.258,57 triliun. Cukup fantastis dan miris. Rupannya berbagai kekayaan alam yang telah disediakan oleh Sang Maha Kuasa pun seakan tak mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Apa yang salah? Kemana kekayaan alam yang dibangga-banggakan selama ini?
Apakah masyarakat Indonesia terlalu boros hingga kekayaan yang melimpah ruah sampai tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Ternyata bukan, sebab pokok permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia selama ini adalah cara pengelolaan kekayaan alamnya. Seperti yang kita ketahui, banyak dari kekayaan alam di Indonesia di kelola oleh orang asing. Baik dari sektor pertambangan, perhutanan, kelautan, perindustrian, pariwisata dan lainnya. Bahkan sumber daya manusia yang diambil sebagai tenaga kerja pun berasal dari asing. Dan tentu saja banyak dari hasil bumi yang di angkut oleh para penguasa modal dan pundi-pundi rupiahnya pun ikut masuk ke kantong para pengusaha ini. Tentu hal ini tak lepas dari kebijakan para penguasa yang memiliki wewenang mengambil keputusan dengan lebih memihak para pemilik modal. Dan tidak bisa di pungkiri pula jabatan-jabatan yang di miliki oleh para penguasa saat ini juga adalah hasil campur tangan dari para pemilik modal. Ini lah wajah asli demokrasi yang bagaikan lingkaran setan menjerat siapa saja yang terlibat di dalamnya. Tentu para pemilik modal yang telah ikut andil dalam pemilihan penguasa pun tidak mau rugi. Mereka menuntut balas jasa atas apa yang telah mereka sumbangkan. Jadi wajar jika para penguasa membalas budi dengan mengetok palu kebijakan-kebijakan yang menguntungkan meraka. Aturan-aturan pun dibuat atas hawa nafsu dengan perhitungan untung rugi sebagai pedomannya.
Lalu bagaimana agar masyarakat bisa sejahtera?
Tentu saja landasan dalam pengambilan kebijakan inilah yang perlu di rubah. Persoalannya adalah dirubah eperti apa. Sebagai seorang muslim tentu sudah seharusnya kita tahu bahwa Allah telah menciptakan manusia disertai dengan seperangkat aturan. Di dalam Islam telah di siapkan seperangkat aturan dari hal kecil semisal bangun tidur, makan, pergaualan, pernikahan, apalagi untuk urusan negara. Dan tentu aturan ini di buat untuk menjaga manusia. Didalam Islam sudah seharusnya sumber daya alam yang ada di kelolah sebaik-baiknya oleh negara dan hasilnya di kembalikan lagi kepada masyarakat. Negara bertugas sebagai pengatur dan pemelihara bukan justru sebagai pedagang yang menawarkan kekayaan alamnya yang ditukar dengan investasi dan MOU lainnya yang justru menguntungkan para pemilik modal dan dirinya. Tapi sebaliknya justru menjerumuskan rakyatnya ke lembah kemiskinan dan penderitaan.
Seharusnya tidaklah sulit untuk menerapkan aturan-aturan Islam di negara ini karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Selain itu, bukan hanya melindungi kaum muslimin, ajaran Islam kaffah juga melindungi hak-hak warga non muslim. Hanya saja para pemilik kepentingan yang takut kedudukannya akan terancam menyebar opini menakut-nakuti dengan menyebarkan isu yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, memosterisasi ajaran islam, menyebarkan Islamophobia dan lainnnya.
Wallahu a’lam bish-showab