Oleh : Amnina el Humaira
Penggerak Opini Islam dan Member AMK
Penggerak Opini Islam dan Member AMK
Kamis, 25 Juni 2020, langit di pesisir pantai bagian utara Aceh berselimut kabut. Seakan menyiratkan duka yang menyeruak jelas di wajah-wajah lusuh dan kuyu para pengungsi Rohingya. Ya, pada Kamis sore yang mendung itu, sebuah aksi heroik penyelamatan terhadap para pengungsi Rohingya oleh nelayan Aceh berlangsung penuh haru. Sebanyak 94 pegungsi Rohingya, 30 di antaranya anak-anak, berhasil diselamatkan. Aksi heroik para nelayan tersebut berlangsung dramatis diwarnai tangis dan aksi protes warga yang tak rela kapal para pengungsi ditarik menjauh dari tepi pantai.
Sebelumnya pemerintah daerah Lhokseumawe enggan menerima para pengungsi karena khawatir akan Covid-19. Tak setuju dengan keputusan pemerintah daerah, penduduk akhirnya melakukan aksinya sendiri dengan mengevakuasi para pengungsi Rohingya yang beberapa bulan sebelumnya terombang-ambing di laut lepas.
“Sayang that aneuk mit mantong ipip deik lam kapai dum. Kapai reuleh dan boco. Kiban meunyoe lham. Tarek keuno aju, kamoe yang bi bu (Sayang sekali anak-anak kecil masih ada yang menyusui di dalam kapal. Kapal rusak, dan bocor. Bagaimana kalau tenggelam. Tarik kemari sekarang, kami yang beri makan),” teriak salah seorang warga. jabarbicara.com (26/6/2020)
Mengapresiasi aksi para nelayan, Amnesty Internasional memuji solidaritas kemanusiaan mereka. "Diselamatkannya pengungsi Rohingya adalah momen optimisme dan solidaritas," ujar Direktur Eksekutif Indonesia, Usman Hamid.
"Itu adalah penghargaan bagi masyarakat di Aceh yang berani mengambil risiko sehingga anak-anak, perempuan dan laki-laki ini dapat dibawa ke pantai. Mereka telah menunjukkan yang terbaik dari kemanusiaan," lanjutnya. visimuslim.org (26/6/2020)
Namun, tentunya menyikapi permasalahan muslim Rohingya tak boleh sekadar pujian bagi sang penolong. Juga tentu tak boleh sebatas simpati sesaat terhadap minoritas Rohingya yang tertindas. Mengingat penindasan dan penderitaan yang menimpa mereka bukan kali ini saja terjadi. Melainkan berlangsung sudah sangat lama.
Sebelumnya pada 2015 diperkirakan sebanyak 25 ribu orang Rohingya menyeberangi Laut Andaman untuk mencapai Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Banyak warga Rohingya yang akhirnya tenggelam karena menggunakan kapal yang tidak aman. (republika.co.id 13/06/2019)
Sejarah Muslim Rohingya
Jumlah penduduk Myanmar lebih dari 50 juta jiwa. Sebanyak 70% penduduknya beragama Budha dan sisanya sekitar 30%, yaitu 7 juta jiwa adalah kaum muslim. Akan tetapi pemerintah Myanmar hanya mengakui sekitar 4% dari kaum muslim. Setengah dari jumlah muslim Myanmar berasal dari Arakan, suatu provinsi di barat laut Myanmar. Burma sekarang Myanmar berusaha mengusir mereka, tidak memberi kewarganegaraan dan tidak mengakui hak-hak mereka.
Pada tahun 1430 Rohingya menjadi kesultanan Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Syah dengan bantuan masyarakat Bangladesh. Islam mulai masuk ke negeri Burma pada abad ke-7 masa Khalifah Harun ar-Rasyid, ketika Khilafah menjadi negara terbesar di dunia selama beberapa abad. Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelaut Arab, Moor, Turkey, Mongul, Asia Tengah dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit dan ulama. Pedagang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat. Dari percampuran tersebut terbentuk suku baru yaitu suku Rohingya.
Islam mulai menyebar ke seluruh Burma ketika mereka melihat kebenaran, kebesaran dan keadilan Islam. Kaum muslim memerintah provinsi Arakan lebih dari 3 setengah abad, antara tahun 1430-1784 M. Pada tahun 1784 M kaum Kafir berkoalisi menyerang provinsi Arakan dan orang-orang Budha pun mendudukinya. Mereka merusak, membunuh dan menumpahkan darah kaum muslimin khususnya para ulama dan dai. Hal itu karena kebencian dan fanatisme mereka pada kejahiliyaan Budhisme yang mereka anut.
Bisunya Dunia atas Derita Muslim Rohingya
Merebaknya pandemi Covid-19, tak dipungkiri telah mengancam dan mengubah tatanan dunia seluruhnya. Namun kondisi saudara kita muslim Rohingya tetap sama memprihatinkan, ada atau tidaknya pandemi ini. Muslim Rohingya terus berada dalam derita tiada akhir. Mulai dari genosida pembumihangusan di negeri asal mereka hingga persoalan hilangnya kewarganegaraan.
Ironis, dunia tak bisa berbuat banyak meski menyaksikan segepok fakta pelanggaran HAM atas minoritas muslim Rohingya. Semua ini disebabkan status quo dunia yang terus memelihara rezim predator Myanmar dan rezim boneka muslim yang abai terhadap muslim Rohingya. Bahkan forum Bilateral dan Internasional tak satupun yang mampu mengeluarkan muslim Rohingya dari penderitaan dan penindasan.
Lantas kepada siapa minoritas muslim Rohingya yang tertindas mengadukan nasib mereka? Sungguh, muslim Rohingnya dan umat hari ini merindukan sosok penguasa yang mampu menyelamatkan mereka dari ketertindasan. Puluhan ribu perempuan dan anak-anak muslim Rohingya tidak seharusnya menjadi orang-orang yang tidak diinginkan dan tanpa kewarganegaraan di sungai dan lautan. Mereka adalah saudara seiman kita yang selayaknya kita pedulikan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan (sakit) demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari-Muslim)
Khilafah, Solusi untuk Rohingya dan Dunia
Kegagalan sistem sekuler dalam memberikan solusi terhadap berbagai penderitaan kaum muslim hari ini khususnya muslim Rohingya, harusnya menyadarkan kaum muslim untuk kembali kepada sistem terbaik yang bersumber dari Islam sebagaimana firman Allah Swt.
"Sesungguhnya seseorang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan terhadap orang-orang Muhajirin, mereka itu satu sama lain lindung melindungi dan terhadap orang-orang yang beriman tapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu untuk melindungi mereka sebelum mereka berhijrah, akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Anfal[8]:72)
Secara praktis Khilafah akan menyelesaikan krisis Rohingya ini melalui:
1. Penyatuan negeri-negeri muslim dan penghapusan garis perbatasan nasional. Khilafah akan menyatukan wilayah Rakhine Myanmar dengan tanah Bangladesh, Pakistan, Kepulauan India dan Malaysia dengan tanah kaum muslimin di seluruh dunia. Penyatuan negeri-negeri muslim juga bermakna penyatuan sumber daya, kekayaan dan kekuatan militer berbagai kawasan negara tersebut.
2. Penggunaan seluruh perangkat negara, termasuk mobilisasi militer untuk membela umat muslim yang tertindas. Karena Islam telah mewajibkan hal itu, Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, rakyat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)
3. Menerapkan paradigma kewarganegaraan Islam dalam masyarakat. Menurut Islam, kewarganegaraan seseorang itu berdasarkan tempat yang ia pilih untuk menetap. Karena itu jika ia memilih untuk tinggal di dalam wilayah Khilafah dan menerima untuk loyal pada negara dan hukum-hukum Islam, maka ia adalah warga negara resmi Khilafah yang berhak menerima seluruh haknya sebagai jaminan tanpa memandang kebangsaan atau agamanya.
Karena itu, sangat penting untuk menyeru seluruh komponen umat untuk berjuang bersama mengembalikan cahaya kemuliaan Islam di negeri-negeri kaum muslim. Caranya dengan meyakinkan seluruh komponen umat akan kebutuhan darurat kembalinya negara dan sistem yang paripurna. Yakni Khilafah Islam yang diwajibkan oleh Allah Swt. Ya, hanya khilafah yang bisa menghapus duka dan derita bertubi-tubi muslim Rohingya. Dengan Khilafah pula, rahmat yang terpancar dari syariah Islam akan kembali memberkati umat ini dan menyinari dunia sebagai mercusuar keadilan bagi umat manusia.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Tags
Opini