Oleh: Linda Anisa
(Ibu Rumah Tangga)
Ditayangkannya sinetron remaja terbaru di salah satu stasiun televise dengan judul “DARI JENDELA SMP”, kini menjadi perbincangan hangat di tengah – tengah masyarakat. Bahkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan sanksi teguran tertulis untuk sinetron tersebut. Berdasarkan hasil dari rapat pleno, KPI Pusat menyatakan program siaran yang tayang pada 29 Juni 2020 lalu, memuat visualisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan psikologi remaja (Kompas.com). Namun, ada apa dengan KPI yang hanya memberikan sanksi teguran tertulis untuk sinetron televise yang nyata – nyata telah menyuguhkan kisah dan lakon yang tak layak untuk dikosumsi kaula muda?
Sungguh paham sekularisme yang menguasai dunia, kini semakin hari semakin menancapkan racunnya kedalam tubuh para remaja. Tanpa ragu paham ini terus bercokol di benak kaula muda. Penganut paham ini tahu benar bahwa remaja adalah sasaran empuk bagi mereka untuk dihancurkan sehingga bibit – bibit lahirnya tonggak peradaban dunia tak akan pernah berjaya.
President soekarno pernah berkata” beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku goncang dunia”. Pernyataan ini bukanlah pernyataan kosong tanpa makna. Benarlah adanya bahwa pemuda mampu menggoncang dunia, sebab ia adalah asset bangsa yang akan menjadi pemimpin masa depan. Mereka ibarat pondasi pada suatu bangunan. Jika pondasi itu kuat, maka akan berdiri kokohlah bangunan tersebut. Namun sebaliknya, jika pondasi tersebut lemah, maka bagaimana mungkin bangunan itu akan dapat berdiri tegak dan bersaing dengan bangunan – bangunan lainnya?.
kini para pemuda yang seharusnya menjadi asset bangsa yang nantinya menjadi ujung tombak majunya Negara justru disibukkan dengan tontonan amoral yang merusak akhlak mereka. Tontonan seperti ini bukanlah pertama kalinya ada di Indonesia tercinta. Tontonan tak layak konsumsi ini bukanlah satu satunya penyebab rusaknya moral remaja saat ini. Penggunaan social media yang tak terkendali juga merupakan bagian yang tak boleh diabaikan. Sudah sepatutnya Negara bertanggung jawab dengan setiap tumbuh kembang para pemuda. sebab merekalah harapan masa depan yang menjanjikan kegemilangan. Zaman yang dinamis bukan menjadi alasan untuk mundur apalagi meninggalkan aturan syara’ yang agung, akan tetapi menjadi sebuah alasan untuk bangkit dan mendalami Al-Qur’an dan Sunnah dengan lebih tepat dan bijak lagi sehingga remaja tidak akan terbawa arus deras leberalisasi dan sekularisasi yang digaungkan para pembenci Islam.
jika kita lihat kebelakang bagaimana para pemuda Islam masa lalu memiliki peranan yang amat besar dalam kemajuan Islam itu sendiri. SEPANJANG sejarah, Islam memiliki pemuda-pemuda hebat pada zamannya masing-masing. Di usianya yang cenderung masih sangat muda, mereka mampu menorehkan karya-karya yang luar biasa. Usamah bin Zaid , pada usianya 18 tahun telah memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu. Zaid bin Tsabit di usia13 tahun telah dipercaya menjadi penulis wahyu. Dalam 17 malam ia mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasul Shallallu’alalihi wasallam. Hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an. Atab bin Usaid diusianya 18 tahun, diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah.
Lantas, bisakah para pemuda saat ini menjadi seperti usamah bin Zaid, zaid bin Tsabit, dan lainnya? pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh mereka, para pemuda. Tak ada kata tak mungkin bisa menjadi seperti mereka. Karena Allah telah memberikan potensi yang sama kepada setiap manusia. Tinggal kamu wahai pemuda, sudikah menjadi pemuda hebat pendobrak peradaban cemerlang atau justru pemuda pembebek yang lerlelap dalam kemaksiatan dunia semata tanpa menorehkan prestasi untuk kemajuan negeri.
Wallahu a’lam bi ash sawab.