Oleh : Fadila
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta, bersatu melakukan aksi unjuk rasa di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mereka meminta adanya audiensi langsung bersama Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim guna membahas aspirasi mereka terhadap dunia perguruan tinggi (Detik.com, 22/06/2020).
Menurut pantauan detikcom, massa membentuk kerumunan lingkaran didepan gerbang Kemendikbud. Aksi sejumlah mahasiswa diwarnai dengan pembakaran ban yang diletakkan di trotoar pada 16:00 WIB. Pembakaran ban menyebabkan kebulan asap hitam yang memenuhi lokasi tempat mereka berunjuk rasa. Dalam aksi tersebut mahasiswa juga mengibarkan bendera yang mereka bawa dan menyanyikan lagu seperti Darah Juang dan Indonesia Raya.
Tuntutan dalam unjuk rasa tersebut, salah satunya menyoroti soal pembiayaan kuliah dimasa pandemi. Mahasiswa meminta adanya subsidi sebanyak 50 persen untuk biaya perkuliahan.
Nadiem Makarim selaku Mendikbud menanggapi tuntutan mahasiswa dengan mengeluarkan Permendikbud 25 Tahun 2020 terkait penyesuaian UKT. Nadiem menyampaikan bahwa kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan keringanan kepada mahasiswa ditengah pandemi virus Corona. Sebelumnya Nadiem dalam telekonferensinya pada Jum’at (19/06/2020) menyampaikan hal yang seurpa.
Kemendikbud juga merealokasi dana sebesar Rp 1 triliun untuk meringankan beban biaya mahasiswa di masa pandemi virus Corona. Nadiem menyampaikan bahwa, bantuan anggaran ini diperuntukan sebanyak 410 ribu mahasiswa terutama yang ada di perguruan tinggi swata (PTS).
Sejak diumumkan maret lalu pandemi virus Corona menyebabkan segala aktivitas tidak maksimal, salah satunya adalah perkuliahan mahasiswa yang dilakukan secara daring. Sehingga wajar ketika mahasiswa melakukan aksi menuntut penyesuai UKT.
Pembelajaran daring ini akhinya meniadakan aktivitas praktikum, baik parktikum yang dilaksanakan didalam laboratorium maupun praktikum yang dilaksanakan di lapangan. Hal ini berarti biaya perkuliahan tidak banyak dikeluarkan oleh pihak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun PTS (Perguruan Tinggi Swasta), Wajar jika UKT seharusnya tidak dibayar penuh sebagaimana kondisi normal.
Sekalipun kuliah dilakukan secara daring, tetap saja mahasiswa masih terbebani biaya lain seperti pengeluaran biaya kos, mahasiswa juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk kuota internet agar bisa mengikuti pembelajaran daring.
Ditengah pandemi virus Corona sikap yang harusnya diputuskan pemerintah adalah menyesuaikan kebijakan administrasi terhadap UKT mahasiswa. Bukan malah menaikan atau mempersulit mahasiswa. Karena salah satu tugas pemerintah adalah mengurusi urusan rakyat.
Upaya mahasiswa dalam menuntut hak pendidikan merupakan suatu kewajaran. Akan tetapi permintaan pengurangan biaya UKT hanyalah satu dari berbagai biaya komponen pendidikan. Misalnya pembelian buku ataupun jurnal yang dibutuhkan, kuota internet baik untuk daring maupun untuk pengerjaan tugas kampus, penelitian, trasnportasi, dan lain-lain, semuanya itu membutuhkan biaya yang begitu mahal.
Mahalnya semua sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan hanya terjadi dalam sistem kapitalisme. Boro-boro dapat biaya pendidikan gratis yang murah saja nihil. Ditambah lagi negara yang berlepas tangan dari pengurusan pendidikan.
Hilangnya pengurusan pemerintah dalam dunia pendidikan, mau tidak mau rakyat harus berjuang sendiri mencari biaya yang besar agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Kalaupun ada beasiswa atau subsidi, jumlahnya tidak sebanding dengan banyaknya jumlah pelajar dan mahasiswa yang ada.
Sudah menjadi tugasnya, pemerintah harusnya tidak berlepas tangan dari pengurusan dunia pendidikan. Sebab pelajar dan mahasiswa adalah investasi terbesar untuk masa depan negara menuju peradaban yang gemilang.
Akan tetapi dalam sistem kapitalisme yang dasarnya hanyalah memikirkan keuntungan ekonomi yang besar, maka pendidikan menjadi barang mahal. Bahkan pendidikan dalam balutan sistem kapitalisme berganti tahun semakin mahal.
Pendidikan seolah hanya bisa dirasakan oleh kalangan masyarakat dengan ekonomi menegah keatas, mustahil bisa dirasakan oleh kalangan masyarakat ekonomi bawah, sehingga masyarakat bawah siap-siap hidup dalam pahitnya kebodohan. Inilah buruknya sistem kapitalisme.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam, yang sangat menjunjung tinggi ilmu, karena dengan ilmulah seseorang menjadi tinggi derajatnya. Sehingga negara memberikan pelayanan terbaik dalam pendidikan.
Didalam islam menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap individu. Sehingga pendidikan menjadi kebutuhan dasar bagi rakyat yang harus dipenuhi pemerintah, baik pendidikan mulai usia dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Rasulullah saw. bersabda :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari).
Pengurusan khilafah dalam dunia pendidikan diberikan secara gratis dengan penyediaan bangunan sekolah/kampus, asrama siswa/perumahan guru, alat tulis menulis, laboratorium, perpustakaan, juga fasilitas kesehatan.
Ketika dalam kondisi wabah, perguruan tinggi akan diarahkan oleh kepala negara dalam hal ini khalifah untuk melakukan penelitian agar menemukan vaksin untuk penyakit yang sedang mewabah, tentunya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai Islam dalam hal pendidikan.
Sejarah membutktikan berhasilnya pelayanan negara dalam dunia pendidikan. Contoh praktisnya adalah di kota Baghdad Madrasah al-Muntashiriah didirikan oleh khalifah al-Muntashir Billah. Disekolah tersebut setiap siswa diberikan beasiswa satu dinar (4,25 gram emas), kehidupan keseharian mereka juga dijamin sepenuhnya oleh negara. Bahkan disekolah disediakan berbagai fasilitas seperti perpustakaan, rumah sakit, dan permandian.
Begitu juga di Damaskus, Madrasah an-Nuriah yang didirikan Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pada abad ke 6 H. Disekolah tersebut terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat istrahat, para pelayan, dan juga ada ruangan besar disediakan untuk ceramah dan diskusi (Muslimahnews.com, 18/12/2019).
Begitulah kiranya gambaran luar biasa periayahan khilafah terhadap dunia pendidikan baik sarana maupun prasarana.
Sudah saatnya mahasiswa bersatu dalam perjuangan menuntut perubahan sistem pendidikan sekuler kapitalistik menuju sistem pendidikan islam. Menuntut perubahan pengurusan yang hanya menguntungkan ekonomi kapitalisme menuju pengurusan sistem islam yang bertanggung jawab penuh terhadap dunia pendidikan.
Mahasiswa adalah tonggak perubahan, singsingkan lengan bajumu untuk merubah sistem kapitalisme hasil pemikiran manusia menuju sistem islam yang berasal dari sang Pencipta, agar tecapai rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bishawab.