Cara Khilafah Mengatasi Pandemi



Oleh : Dinna Chalimah

Di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, mengalami krisis ekonomi pada tahun ini akibat pandemi Covid-19. Tidak pastinya kapan berakhirnya pandemi ini dikhawatirkan akan membuat perekonomian semakin terpuruk.

Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, melihat krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008. Menurutnya, dibutuhkan solusi global untuk bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini. "Solusi global diperlukan guna mengatasi krisis ekonomi 2020 yang terjadi akibat pandemi Covid-19," kata Adrian dalam diskusi virtual bertajuk 'Mendulang Profit dari Saham-Saham BUMN Pasca Covid-19', di Jakarta, Ahad (26/4). Adrian menjelaskan, krisis ekonomi 2020 memiliki tiga dimensi besar yakni wabah Covid-19, kebijakan sosio-politik untuk menekan penyebaran Covid-19 melalui social distancing dan phisical distancing, serta pengaruh negatif bagi perekonomian dunia. Ketiga kombinasi tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Berdasarkan dari keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Adrian mengatakan vaksin untuk menangani pandemi Covid-19 diperkirakan baru bisa dilakukan 12-18 bulan ke depan. Artinya, solusi global terhadap krisis ekonomi sekarang baru akan terjadi pada pertengahan 2021 atau pertengahan tahun depan.

Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa meluncurkan panel tingkat tinggi beranggotakan para ahli di bidang ekonomi, keuangan, dan kesehatan untuk membantu para menteri, gubernur bank sentral, dan pejabat senior dari negara-negara Asia Tenggara untuk mengidentifikasi langkah-langkah pemulihan pasca pandemi virus Corona (Covid-19). "Kami memberikan ruang bagi para menteri dan ahli terkemuka untuk membahas beragam tantangan akibat Covid-19 dan mengidentifikasi berbagai aspek yang layak dikaji lebih lanjut,” ujar Asakawa di dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, Kamis (11/6).

Indonesia sendiri, telah menerima bantuan sebesar US$ 1,5 miliar sebagai dukungan tanggap darurat bagi pemerintah di sektor kesehatan.

Catatan kasus corona di Indonesia meningkat. Bahkan, Indonesia jadi juara dunia untuk kasus kematian terbanyak di Asia Tenggara sebagai dampak Covid-19.

Banyak sebab yang membuat pemerintah galau menghadapi kasus wabah Covid-19. Lemahnya kwalitas kepemimpinan, parahnya kondisi keuangan negara serta kuatnya ketergantungan kepada Asing tampak menjadi alasan yang utama. Tapi, sayangnya yang selalu jadi alasan adalah kepentingan rakyat banyak. Jika Indonesia benar-benar lockdown, maka terlalu banyak risikonya. Ekonomi akan macet maka, rakyatlah yang akan menderita. Akibatnya, rakyat dibiarkan dalam ketidakpastian. Edukasi dan informasi yang kurang membuat mereka mengambil sikap yang beragam. Sosialisasi protokol kesehatan yang lamban disampaikan dan kurangnya maksimal dalam hal penanganan pencegahan wabah Covid-19 ini.

Selain karena ada masyarakat yang terpaksa keluar rumah untuk mencari penghidupan, tidak sedikit juga yang keluar rumah berkeliaran karena ketidaktahuan dan terkesan meremehkan. Mal, pasar, warnet, bioskop, tempat Pariwisata tetap saja ramai dikunjungi warga. Bahkan bukan hanya rakyat biasa, ada juga beberapa pejabat BUMN daerah yang malah nekat jalan-jalan ke Eropa. Maka, ketika pandemi corona melanda, negara di dunia pun gelagapan. Bukan saja karena fasilitas dan layanan kesehatan yang serba terbatas dan lamban disiapkan, tapi juga karena corona sudah merebak di mana-mana.

Bahkan kesehatan di negeri ini sudah lama menjadi bagian sektor industri yang didagangkan sampai rakyat sulit mendapat akses layanan yang layak kecuali harus membayar dengan mahal.

Apa yang terjadi ? Sikap penguasa yang sedemikian memang terkait dengan eksistensi kepemimpinan dan sistem pemerintahan yang diterapkan. Bagi negara pengekor seperti Indonesia, mengambil keputusan itu pasti sulit luar biasa.

Tidak asing lagi jika negeri ini sudah lama sangat bergantung pada dunia luar terutama Cina dan Amerika. Maka jika menyangkut kepentingan keduanya, Indonesia seolah tak punya pilihan lain. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang semakin anjlok.

Semua ini adalah dampak sistem hidup yang diterapkan penguasa. Mulai dari politik, ekonomi, sosial, hukum dan lainnya yang terbukti telah sukses menjatuhkan Indonesia pada segala aspek. Sehingga anugerah kelebihan yang Alloh berikan berupa SDM, SDA, posisi geopolitik dan geostrategis, tak berhasil membuat negeri ini kuat dan berdaya. Malah jadi sasaran empuk penjajahan. Posisi rakyat di negeri ini pun mirisnya luar biasa. Jauh dari kata sejahtera. Kesehatan, pendidikan, keamanan, semua serba mahal. Rakyat bahkan harus membeli haknya kepada penguasa atau pada pengusaha.

Berbeda jauh dengan eksistensi kepemimpinan sistem Islam. Dalam Islam, kepemimpinan dinilai sebagai amanah berat konsekuensinya surga dan neraka. Dia wajib menjadi pengurus dan penjaga umat.

Seorang pemimpin pun akan memelihara dan melindungi seluruh rakyatnya. Memperhatikan kebutuhannya, menjaga dari semua hal yang membahayakannya, dan menjamin kesejahteraannya hingga bisa tumbuh, maju dan berkembang sebagaimana yang diimpikan. Inilah fakta sistem Khilafah yang pernah eksis belasan abad lamanya. Sistem yang tegak di atas landasan keimanan sangat berbeda jauh dengan sistem yang tegak di atas landasan kemanfaatan segelintir orang.

Sistem Islam, betul-betul menempatkan amanah kepemimpinan sejalan dengan misi penciptaan manusia dan alam semesta. Yakni, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Dan ini terwujud dalam semua aturan hidup yang diterapkan, termasuk sistem ekonomi yang kukuh dan mensejahterakan.

Sistem ekonomi Islam akan membuat negara punya otoritas terhadap berbagai sumber kekayaan untuk mengurus rakyatnya. Di antaranya menerapkan ketetapan Alloh SWT bahwa kekayaan alam yang melimpah adalah milik umat yang wajib dikelola oleh negara untuk dikembalikan manfaatnya kepada umat.

Bayangkan, jika seluruh kekayaan alam yang ada di negeri ini dan negeri Islam lainnya diatur dengan syariat, maka umat Islam akan menjadi negara yang kuat, mandiri dan memiliki ketahanan secara politik dan ekonomi. Bukan seperti sekarang, negara malah memberikannya kepada asing. Maka, negara akan dengan mudah mewujudkan layanan kebutuhan dasar baik yang bersifat individual dan publik bagi rakyatnya, tanpa bergantung sedikitpun pada negara lain. Bahkan negara lainlah yang bergantung kepada negara Khilafah.

Sehingga saat negara dilanda wabah penyakit, sudah terbayang negara akan mampu mengatasinya dengan kebijakan tepat dan komprehensif lock down akan mudah diterapkan sebagai bagian dari pelaksanaan syariat, tanpa khawatir kekurangan banyak hal. Rakyat pun akan taat karena paham kepentingan dan merasa tenteram karena semua kebutuhannya ada dalam jaminan negara. Sementara tenaga medis akan bekerja dengan tenang karena didukung segala fasilitas yang dibutuhkan dan insentif yang sepadan dengan pengorbanan yang diberikan. Bahkan riset pun memungkinkan dengan cepat dilakukan. Hingga ditemukan obat yang tepat dan wabah pun dalam waktu cepat bisa ditaklukkan.

Dengan demikian, amat jauh berbeda antara sistem sekuler yang sekarang diterapkan dengan sistem Khilafah ajaran Islam. Solusi penerapan Islam dalam institusi Khilafah PASTI akan relevan dengan semua problem. Sehingga ide ini layak disuarakan sebagai solusi keruwetan dunia, termasuk halnya dalam menangani Pandemi COVID-19.


Wallohu a'lam bish showwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak